Alarm Merah Ritel Malang: Regulasi Dipertanyakan, Koalisi Rakyat Curigai Permainan Izin di Balik Serbuan Minimarket

Alarm Merah Ritel Malang: Regulasi Dipertanyakan, Koalisi Rakyat Curigai Permainan Izin di Balik Serbuan Minimarket
Aksi Koalisi Gelombang Gerakan Rakyat (Gerak) secara terbuka menyuarakan kekhawatiran serius atas fenomena "invasi" toko modern atau minimarket yang kian tak terkendali di Kota Malang (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Lanskap bisnis ritel Kota Malang kini berada dalam sorotan tajam. Koalisi Gelombang Gerakan Rakyat (Gerak) secara terbuka menyuarakan kekhawatiran serius atas fenomena “invasi” toko modern atau minimarket yang kian tak terkendali. Mereka mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk tidak tinggal diam dan segera melakukan audit komprehensif terhadap seluruh perizinan yang telah dikeluarkan, mencium adanya potensi praktik lancung di baliknya.

Ivan Ali, Koordinator Gerak, dalam keterangannya pada Kamis (15/5/2025), menegaskan bahwa menjamurnya minimarket bukan lagi persoalan sepele.

“Kami punya dugaan kuat, banyak izin minimarket yang diterbitkan tidak melalui mekanisme yang benar. Ini bukan kejadian alamiah, ada indikasi ‘tangan-tangan tak terlihat’ dari oknum di Pemkot yang memuluskan jalan mereka,” tuding Ivan.

Fokus kritik Gerak tertuju pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 tahun 2019 tentang penyelenggaraan usaha perdagangan dan perindustrian. Regulasi ini, yang merupakan revisi dari dua Perda sebelumnya, justru dinilai melonggarkan sejumlah aturan krusial. Salah satu yang paling disorot adalah pencabutan klausul jarak minimal 500 meter antar minimarket.

“Dulu, ada pembatasan jarak antar toko modern. Di Perda baru, aturan itu lenyap dengan alasan investasi. Akibatnya, kini minimarket bisa berdiri berdempetan, asal beda bendera. Batasan 500 meter kini hanya berlaku antara minimarket dengan pasar tradisional,” jelas Ivan.

Namun, ironisnya, bahkan aturan jarak dengan pasar tradisional pun diduga kerap dilanggar. Gerak menunjuk contoh nyata di depan Pasar Bunulrejo dan sekitar Pasar Klojen, di mana minimarket beroperasi tanpa mengindahkan radius aman 500 meter.

Pemandangan serupa, yakni deretan minimarket yang saling berhimpitan, juga mudah ditemui di arteri-arteri sibuk kota seperti Jalan Soekarno Hatta, Jalan Raya Sulfat, dan sepanjang Jalan Ciliwung, yang kini menjadi arena pertarungan merek-merek seperti Indomaret, Alfamart, serta pendatang baru Family Mart dan Lawson.

Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, Gerak melihat fenomena ini sebagai ancaman serius bagi perekonomian lokal. “Ini bentuk monopoli terselubung yang menciptakan kesenjangan ekonomi brutal antara korporasi minimarket dengan pedagang kecil. Survei kami di beberapa toko kelontong menunjukkan penurunan omzet hingga 30 persen sejak serbuan minimarket ini,” ungkap Ivan, memaparkan dampak langsung yang dirasakan UMKM.

Atas dasar temuan dan analisis tersebut, Gerak mendesak Pemkot Malang untuk mengambil langkah tegas. “Audit total semua izin minimarket! Lakukan evaluasi besar-besaran tata kelolanya. Jika ada oknum perangkat daerah yang terbukti bermain, jangan ragu untuk mencopotnya,” seru Ivan.

Ia menambahkan, sepanjang tahun 2024 saja, setidaknya ada 20 gerai minimarket baru yang diduga beroperasi dengan izin bermasalah.

Bola panas kini berada di tangan Pemkot Malang. Publik menanti apakah alarm yang dibunyikan Gerak akan dijawab dengan tindakan konkret demi melindungi ekonomi kerakyatan dan menegakkan aturan main yang adil (rw/dnv).