Beranda

Ancaman Kiamat Orbit: Rusia Bidik Starlink dengan Senjata Anti Satelit

Ancaman Kiamat Orbit: Rusia Bidik Starlink dengan Senjata Anti Satelit
Ilustrasi dugaan senjata anti-satelit (ASAT) Rusia jenis baru yang dirancang khusus untuk membungkam konstelasi satelit Starlink milik Elon Musk. (io)

Intelijen NATO mendeteksi Rusia kembangkan senjata anti-satelit baru untuk lumpuhkan Starlink Elon Musk. Senjata efek zona ini berpotensi memicu Kessler Syndrome dan kiamat telekomunikasi global.

INDONESIAONLINE – Perang di Ukraina tidak lagi terbatas pada parit-parit berlumpur di Donbas atau serangan drone di Laut Hitam. Medan pertempuran kini merambat naik ratusan kilometer di atas permukaan laut, menuju orbit rendah Bumi (Low Earth Orbit/LEO).

Laporan intelijen terbaru dari dua negara anggota NATO menyingkap ambisi gelap Kremlin: pengembangan senjata anti-satelit (ASAT) jenis baru yang dirancang khusus untuk membungkam konstelasi satelit Starlink milik Elon Musk.

Berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan rudal direct-ascent untuk menghancurkan satu target, senjata yang sedang dikembangkan Rusia ini diduga memiliki mekanisme “efek zona”. Temuan yang dikutip oleh Associated Press dan The Independent (23/12/2025) menggambarkan sistem yang mampu menebar ratusan ribu pelet atau serpihan berdensitas tinggi.

Tujuannya bukan sekadar melumpuhkan satu satelit, melainkan menciptakan “ladang ranjau” di orbit yang dapat merontokkan banyak satelit sekaligus dalam sekali serangan.

Mengapa Starlink Jadi Target Utama?

Obsesi Rusia terhadap Starlink bukan tanpa alasan. Sejak invasi dimulai pada Februari 2022, layanan internet satelit besutan SpaceX ini telah menjadi tulang punggung komunikasi militer Ukraina.

Ketika infrastruktur telekomunikasi darat dihancurkan rudal Rusia, terminal Starlink memungkinkan pasukan Ukraina mengoordinasikan serangan artileri, mengendalikan drone pengintai, dan mempertahankan rantai komando tetap hidup.

Bagi Moskow, Starlink adalah “pengganda kekuatan” yang membuat militer Ukraina yang lebih kecil mampu memberikan perlawanan sengit. Namun, menghancurkan Starlink adalah mimpi buruk logistik.

Dengan lebih dari 5.000 satelit yang kini mengorbit (berdasarkan data peluncuran SpaceX hingga akhir 2024), menembak jatuh satu per satu adalah hal yang mustahil dan tidak ekonomis. Inilah yang melatari dugaan munculnya konsep senjata “efek zona”—sebuah upaya shotgun approach (tembakan menyebar) untuk melumpuhkan jaringan masif tersebut.

Risiko “Bunuh Diri” Ekologis di Luar Angkasa

Namun, para pakar antariksa memandang skenario ini dengan skeptis sekaligus ngeri. Victoria Samson, Direktur Keamanan Luar Angkasa dan Stabilitas di Secure World Foundation, menyebut langkah ini sebagai tindakan irasional.

“Saya benar-benar tidak percaya. Saya akan sangat terkejut jika mereka benar-benar melakukan hal seperti itu,” tegasnya.

Alasannya ilmiah dan strategis. Di orbit rendah, puing-puing bergerak dengan kecepatan sekitar 28.000 kilometer per jam. Awan serpihan yang diciptakan oleh senjata pelet ini tidak akan membedakan mana satelit musuh dan mana satelit kawan.

Jika Rusia meledakkan “kotak peluru” di orbit Starlink, efek dominonya bisa memicu apa yang disebut ilmuwan sebagai Kessler Syndrome—sebuah reaksi berantai di mana tabrakan antar sampah antariksa menciptakan lebih banyak serpihan, yang kemudian menabrak satelit lain, hingga orbit Bumi tertutup awan puing yang tidak bisa ditembus.

Dampaknya? Satelit GLONASS milik Rusia, stasiun luar angkasa Tiangong milik sekutu mereka China, hingga Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) akan berada dalam bahaya fatal.

Rusia, yang telah menginvestasikan miliaran dolar untuk menjadi adidaya antariksa, sama saja dengan melakukan “bunuh diri” orbital jika nekat menggunakan senjata ini.

Deterens atau Senjata Sungguhan?

Meskipun terdengar seperti misi kamikaze, kalangan militer Barat tidak serta merta mengabaikan ancaman ini. Brigadir Jenderal Christopher Horner, Komandan Divisi Antariksa Militer Kanada, mengingatkan bahwa Rusia memiliki rekam jejak nekat.

Pada 2021, Rusia melakukan uji coba rudal Nudol yang menghancurkan satelit bekas mereka sendiri, Cosmos 1408, yang menghasilkan ribuan puing berbahaya dan memaksa astronaut di ISS berlindung di kapsul darurat.

“Jika laporan tentang sistem senjata nuklir luar angkasa itu akurat, maka tidak mengejutkan jika sesuatu yang sedikit di bawahnya, tetapi sama merusaknya, juga ada dalam kemampuan pengembangan mereka,” ujar Horner.

Pernyataan Horner merujuk pada kekhawatiran AS sebelumnya tentang potensi Rusia menempatkan senjata nuklir di luar angkasa untuk menciptakan gelombang elektromagnetik (EMP). Senjata pelet ini bisa jadi merupakan varian non-nuklir dari strategi “bumi hangus” di orbit.

Clayton Swope, analis dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), menilai bocoran intelijen ini mungkin menunjukkan strategi intimidasi Moskow.

“Ini benar-benar terasa seperti senjata ketakutan (weapon of fear), yang mencari efek pencegah,” ujarnya.

Entah ini sekadar gertakan geopolitik atau rencana nyata, wacana ini menegaskan bahwa luar angkasa kini telah resmi menjadi domain perang kelima. Dunia kini menahan napas, berharap persaingan di Bumi tidak berujung pada kehancuran permanen di langit, yang akan mematikan akses manusia ke luar angkasa selama berabad-abad.

Exit mobile version