Banjir Malang kembali merendam Jalan Letjen Sutoyo. Bukan sekadar hujan, ini analisis mendalam soal sedimentasi akut, luapan Bozem Tunggulwulung, dan progres drainase Suhat.
INDONESIAONLINE – Wajah muram Kota Malang kembali terlihat sore kemarin. Hujan deras yang mengguyur tidak hanya membasahi aspal, tetapi juga mengubah ruas jalan protokol, khususnya kawasan Jalan Letjen Sutoyo, menjadi sungai dadakan.
Namun, di balik genangan yang melumpuhkan lalu lintas tersebut, tersimpan masalah klasik yang tak kunjung tuntas: sedimentasi akut dan “kiriman” air yang tak terbendung.
Jumat (5/12/2025) siang, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, tak membuang waktu. Ia langsung meninjau lokasi terdampak di Kecamatan Blimbing. Bukan sekadar kunjungan seremonial, Wahyu datang membawa solusi taktis: alat berat.
Jejak Lumpur dan Sampah
Pemicu utama genangan kali ini bukanlah misteri. Berdasarkan pantauan langsung Wahyu yang sempat berkeliling menggunakan sepeda motor, musuh utamanya ada di dasar saluran air.
“Siang ini saya bawa alat berat, kita akan keruk itu saluran di sana,” tegas Wahyu di lokasi. Nada suaranya menyiratkan urgensi.
Temuan di lapangan cukup mengejutkan. Saluran air yang seharusnya menjadi arteri pembuangan justru tersumbat oleh “kolesterol” kota berupa endapan lumpur tebal dan tumpukan sampah. Wahyu membandingkan kondisi ini dengan beberapa bulan lalu, saat kerja bakti rutin masih gencar dilakukan, saluran tersebut berfungsi normal.
“Kemarin saya lihat banyak endapan dan sampah yang akhirnya menghambat. Air tidak bisa masuk ke dalam saluran,” ujarnya.
Ini menjadi indikasi bahwa siklus pemeliharaan drainase mungkin sempat melonggar, atau laju sedimentasi yang memang terlalu cepat.
Alarm dari Bozem Tunggulwulung
Namun, menyalahkan sampah dan lumpur saja adalah simplifikasi masalah. Banjir di puluhan titik Kota Malang kemarin memiliki dimensi geografis yang lebih luas. Wahyu menyoroti faktor eksternal yang tak bisa dikendalikan hanya dengan mengeruk selokan di hilir: air kiriman dari wilayah atas.
Bozem (waduk penampungan air) Tunggulwulung menjadi indikator krusial. Wahyu menyebut kondisi Bozem yang meluap (amber) adalah alarm alamiah bagi Kota Malang.
“Selain intensitas hujan tinggi, kiriman dari atas juga mempengaruhi. Kalau bozem Tunggulwulung sudah amber, kita sudah bisa memprediksi Malang pasti akan banjir,” jelas Wahyu.
Pernyataan ini menegaskan bahwa sistem tata kelola air di Malang Raya saling terkoneksi. Hujan ekstrem di wilayah atas akan selalu menjadi ancaman bagi pusat kota jika kapasitas tampung seperti Bozem tidak lagi memadai.
Asa di Jalur Drainase Suhat
Di tengah situasi pelik ini, ada sedikit kabar baik dari proyek infrastruktur yang sedang berjalan. Proyek drainase besar di Jalan Soekarno-Hatta (Suhat) mulai menunjukkan taringnya. Meski belum rampung 100 persen, sistem ini diklaim berhasil menahan debit air dari arah selatan agar tidak langsung membanjiri kawasan hilir secara brutal.
“Dari arah selatan sudah teratasi karena pembangunan drainase Suhat. Kalau semua sudah selesai, pasti akan bisa mengurangi limpahan air ke kawasan Borobudur sampai Letjen Sutoyo,” pungkas Wahyu.
Banjir kali ini menjadi pengingat keras. Penanganan banjir Kota Malang tidak bisa parsial. Ia membutuhkan kombinasi antara kedisiplinan warga membuang sampah, perawatan rutin sedimentasi oleh pemerintah, serta manajemen air terintegrasi dari hulu hingga hilir. Tanpa itu, setiap hujan deras akan selalu menjadi teror bagi warga kota (hs/dnv).
