INDONESIAONLINE – Terbongkarnya peredaran gelap narkotika dari rumah produksi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menjadi sorotan. Menurut Bareskrim, pengungkapan kasus ini berawal dari patroli siber yang dilakukan di media sosial (medsos).

Hingga Jumat (3/11/2023) sore, kata kunci “keripik pisang narkoba” menjadi trending di mesin penelusuran Google.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada menjelaskan, selama satu bulan tim penyidik melakukan dinamika di medsos tersebut. Selanjutnya pada Kamis (2/11/23), polisi melakukan pengungkapan dan penangkapan terhadap pengiriman barang yang dilakukan di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

“Dan kami menemukan barang bukti happy water dan keripik pisang. Dari jumlah total barang bukti yang kita amankan, ada 426 bungkus keripik pisang berbagai ukuran dan 2.022 botol happy water dan masih ada 10 kilogram bahan baku narkobanya,” jelas Wahyu, dikutip situs resmi Humas Polri, Jumat (3/11/23).

Wahyu mengatakan pabrik narkoba berkedok cairan Happy Water dan keripik pisang di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sudah berjalan sekitar sebulan sebelum diungkap polisi.

“Para pelaku ini sudah mendirikan pabrik rumahan pembuatan narkoba ini sekitar satu bulan dan dipasarkan melalui media sosial,” kata Wahyu, seperti dikutip Antara, Jumat (3/11/2023).

Meski sudah memproduksi narkoba berkedok cairan Happy Water dan keripik pisang itu selama sebulan, produsen barang haram tersebut tidak langsung menjual produk tersebut.

Baca Juga  Bareskrim Serahkan Berkas Perkara Korupsi Pengadaan Alkes ke Kejagung

“Ada prosesnya, karena dalam uji coba yang mereka lakukan juga ada yang berhasil, ada yang gagal; dan ternyata saat mereka melakukan pengiriman ke wilayah Cimanggis, Depok, itu bisa kami ungkap,” jelas Wahyu.

Dalam penjualan cairan Happy Water dan keripik pisang narkoba di media sosial itu juga sudah tertera harga jual produk-produk tersebut.

Happy Water dijual dengan harga Rp1,2 juta, sedangkan keripik pisang dibuat dalam berbagai kemasan, mulai dari 50 gram, 75 gram, 100 gram, 200 gram, hingga 500 gram, dengan harga bervariasi antara Rp1,5 sampai Rp6 juta.

Dari hasil operasi tersebut, menurut Wahyu, polisi menangkap tiga orang di Depok sebagai pemilik akun, pemilik rekening, dan penjual barang-barang.

Setelah pengembangan, polisi mendatangi tiga TKP lainnya, yaitu di Kaliaking Magelang, Potorono, dan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Salah satu yang dilakukan penggerebekan adalah rumah produksi keripik pisang.

“Selanjutnya kita tangkap dua orang di Kaliaking, Magelang, keduanya produsen keripik pisang. Kemudian kita tangkap dua orang lagi di Potorono yang memproduksi happy water dan keripik pisang dan satu orang kita tangkap di Banguntapan ini,” ujarnya.

Dari tiga lokasi di Jawa Tengah itu, ditangkap MAP sebagai pengelola akun media sosial; D sebagai pemegang rekening; AS sebagai pengambil hasil produksi dan penjaga gudang pemasaran; BS sebagai pengolah/koki; EH sebagai pengolah/koki dan distributor; MRE sebagai pengolah/koki; AR sebagai pengolah/koki dan R sebagai pengolah pengolah/koki.

Baca Juga  Belum Sehari Dijebloskan ke Lapas Salemba, Eliezer Balik ke Rutan Bareskrim

Kabareskrim menegaskan, pemberantasan narkotika dan obat-obatan terlarang harus dilakukan lebih gencar serta terpadu. Hal itu juga harus dilakukan menyeluruh hingga jajaran polres.

“Sebagaimana sudah menjadi arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa pemberantasan narkoba harus lebih gencar, lebih berani dan komprehensif, serta dilakukan secara terpadu,” ujar Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu menegaskan bahwa pemberantasan narkoba juga sesuai dengan instruksi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo yang menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi. Dalam arahan Presiden, Polri harus menyerukan dan memerintahkan seluruh jajaran untuk terus berperang dan menuntaskan penanganan narkoba mulai dari hulu sampai hilir.

“Bareskrim Polri dan seluruh jajaran polda juga sudah membentuk satgas pemberantasan narkoba, di mana satgas ini sudah dibentuk sekitar satu bulan dan progresnya terus berjalan,” jelasnya.

Menurut Wahyu, dari data yang dimiliki Polri, sebagian besar pengguna narkoba adalah masyarakat berusia produktif. Sehingga, hal itu akan menjadi tidak kondusif dan tidak mendukung jalannya pembangunan jika tidak diberantas.