INDONESIAONLINE – Pemerintah Kota Malang mengambil langkah progresif dalam mendukung pelaku ekonomi di level mikro, khususnya pedagang kaki lima (PKL) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui pengesahan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang baru, ambang batas omzet bagi usaha makan minum (mamin) yang dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dinaikkan signifikan.
Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, memastikan keberpihakan pemerintah terhadap keberlangsungan usaha kecil ini. Salah satu poin krusial yang disesuaikan dalam perda tersebut adalah kenaikan ambang batas omzet dari yang semula Rp 5 juta menjadi Rp 15 juta per bulan untuk pengenaan pajak.
“Ini adalah bentuk perhatian dari pemerintah terkait dengan yang dulu Rp 5 juta, di perda kemarin. Lha ini pembahasan dan kita naikkan jadi Rp 15 juta untuk pengenaan terkait dengan pajak tersebut,” jelas Wahyu pada Selasa lalu.
Dengan adanya perubahan ini, pelaku usaha mamin baru akan dikenakan pajak jika omzet bulanan mereka melampaui angka Rp 15 juta. Kebijakan ini tentu memberi ‘napas lega’ bagi ribuan PKL dan UMKM di Kota Malang yang sebelumnya sudah dikenakan pajak saat omzet mencapai Rp 5 juta.
Prioritaskan Keberlangsungan Ekonomi Meski Target Pendapatan Berkurang
Meski peningkatan ambang batas ini diperkirakan akan mengurangi target pendapatan daerah hingga Rp 8 miliar, Wali Kota Wahyu menegaskan bahwa kebijakan ini adalah prioritas.
“Walaupun kita berkurang target kita Rp 8 miliar dan ini memang kita harus menjaga terkait dengan fiskal yang ada. Ini bentuk perhatian Pemkot Malang bersama DPRD untuk keberlangsungan perekonomian yang ada di Kota Malang,” tuturnya.
Keputusan ini bukan tanpa dasar. Informasi yang dihimpun, ambang batas omzet Rp 15 juta untuk pengenaan pajak di Kota Malang dinilai sebagai yang paling “longgar” di Jawa Timur. Jika dikalkulasi, pelaku usaha di Kota Malang baru akan dikenakan pajak jika omzet harian mereka mencapai sekitar Rp 500 ribu.
Perbandingan dengan daerah lain di Jawa Timur menunjukkan Kota Malang memiliki kebijakan paling pro-UMKM:
Kota Batu: Menerapkan ambang batas omzet Rp 10 juta per bulan (setara sekitar Rp 300 ribu per hari).
Kabupaten Malang: Menetapkan ambang batas jauh lebih rendah, yaitu Rp 3 juta per bulan (setara sekitar Rp 100 ribu per hari).
“Ini bukan semata-mata Pemkot dan DPRD menetapkan, ini tidak. Ada regulasinya untuk penerapan yang sesuai di Kota Malang. Ini bentuk perhatian kita pada UMKM salah satunya,” tegas Wahyu.
Optimisme dan Survei Menyeluruh Jadi Dasar Kebijakan
Kendati sebagian pihak masih mengkhawatirkan ambang batas Rp 15 juta dinilai belum sepenuhnya berpihak pada PKL, Wahyu Hidayat meyakini angka tersebut telah paling sesuai dan proporsional.
“Saya kira Rp 15 juta ini relatif mereka yang sudah mempunyai ekonomi yang memadai,” imbuhnya.
Wahyu juga meyakini bahwa kesepakatan kenaikan angka tersebut tidak dilakukan secara sembarangan. Ia menyebutkan, DPRD Kota Malang telah bekerja keras dengan melakukan survei dan konsultasi dengan berbagai kalangan.
“Saya yakin dari DPRD ada beberapa survei dari beberapa kalangan, melihat secara langsung dan sudah bertanya, konsultasi pada semua kalangan dan ini menurut saya sudah menjadi solusi yang paling tepat untuk penerapan terkait pajak daerah dan retribusi daerah,” pungkasnya.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat menopang geliat ekonomi lokal dan memberikan ruang bernapas bagi pelaku usaha kecil di tengah tantangan ekonomi (rw/dnv).