INDONESIAONLINE – Seorang netizen membandingkan pemilu di Jepang dengan di Indonesia lewat unggahan di media sosial. Unggahan itu awalnya diposting oleh akun Instagram @diaryinjapan.

Dalam postingannya dijelaskan perbedaan yang paling mencolok di pemilu dua negara itu adalah di Jepang tidak ada baliho besar yang bertebaran di jalanan seperti di Indonesia. Sebab, pemerintah Jepang menyediakan papan secara khusus untuk ditempeli para politisi.

“Pemilu Jepang nggak ada baliho segede gaban, apalagi paku-paku pohon. Gak boleh bagi-bagi sembako juga,” menurut keterangan akun tersebut.

Menurut diaryinjapan, pemerintah Jepang menata dengan rapi wilayahnya agar tak dikotori oleh baliho-baliho yang bertebaran. Sehingga pihak pemerintah menyiapkan papan-papan berupa kotak berukuran sama, lalu tim sukses kandidat bisa menempelkan calonnya di papan tersebut.

“Kotak-kotak berukuran sama, nggak ada kandidat yang bisa menempel poster paling besar sendiri ataupun paling beda sendiri. Papan-papan ini tersebar di beberapa lokasi publik, nggak ada poster-poster dipaku di pohon atau pakai baliho sebesar lapangan bola,” jelasnya.

Karena semua kandidat dijajar di satu papan, penduduknya pun bisa mengenali dan menilai kandidat sekaligus. Menurut akun tersebut, di pemukiman penduduk jarang ditemukan poster politisi.

Baca Juga  Soal Penundaan Pemilu 2024, Mahfud MD: PN Jakpus Buat Sensasi BerlebihanĀ 

“Paling 1 atau 2 saja dengan ukuran poster biasa, yang diletakkan dengan rapi,” ujarnya.

Selain poster yang diatur secara rapi, pemerintah juga mengatur soal bujet kampanye. Jadi, politisi dilarang menggunakan uang kampanye melebihi batasan yang ditetapkan pemerintah. Tak hanya poster dan bujet, orasi juga diseragamkan oleh pemerintah.

“Aturan orasi pun diseragamkan. Para kandidat hanya boleh berorasi. Tidak boleh mengundang penyanyi, artis, dan tidak boleh juga bagi-bagi sembako,” ungkapnya.

Di Jepang, kampanye yang diperbolehkan hanya ada dua jenis. Yakni menggunakan mobil dengan datang ke tempat publik. Kandidat dipersilakan memunculkan wajah lewat jendela mobil atau melambaikan tangan. “Suara orasi boleh disampaikan menggunakan pengeras suara. Namun demikian jadwal dan rute mobil kampanye keliling ini harus sesuai izin yang didapat,” ujarnya.

Sementara itu, kampanye kedua yang diperbolehkan di Jepang adalah orasi di tempat publik seperti taman atau stasiun kereta. “Saat orasi, orang-orang Jepang juga tidak ada yang kumpul-kumpul. Mereka tetap menjalankan aktivitas masing-masing. Paling hanya ada 1 atau 2 kakek nenek menyimak sejenak,” tandasnya.

Menurut diaryinjapan, aturan pemilu yang cukup ketat ini bikin kota tetap rapi, walau musim pemilu datang. “Meskipun kadang-kadang suara dari mobil yang orasi setiap hari bisa bikin kita bosan juga,” ucapnya.

Baca Juga  Eks Ketua KPK Gagal Duduki Kursi DPD, Suaranya di Bawah Kondang

Sontak unggahan itu pun menuai beragam reaksi dari warganet. Banyak warganet yang meminta agar aturan di Jepang juga bisa diterapkan di Indonesia.

“Berharap banget bisa diterapin di Indo asli capek kalo keluar rumah pemandangannya baliho partai caleg,” ujar @odie****.

“Sungguh negara yang banyak yg perlu kita contoh tg padahal emg bener bagusan gitu. Jadi kalo mau bandingin orangnya bisa langsung liat 1 poster aja dan bisa sambil google prestasinya. Kalo cuma di tempelin jujur ga semua gua inget orang2nya walau mereka nempelin di tiang listrik manapun,” kata @gnesia****.

“Klo di indo budget tidak terbatas sehingga menghalalkan segala cara, misalnya ada pejabat kasus koruptor sblm masa pemilu. Jd curiga itu hasil uang haramnya buat modal calon lain sesama partainya,” sambung @alief****.

“G bakal bisa diterapin di indo bisa di laporin tuh penyelenggara pemilunya,di indo lebih galakan calon dr pada pengawas pemilu,” ucap @muhammadrifai*****. (bin/hel)