INDONESIAONLINE – Tinggal menghitung hari umat Nasrani akan merayakan Hari Natal 2021. Agaknya ucapan “Merry Christmas” atau “Selamat Hari Natal” menjadi pertanda perayaan Hari Natal tersebut. 

Persiapan pun pasti sudah dilakukan oleh umat Nasrani untuk merayakan hari raya mereka. Sebagai warga Muslim, tentu kita ingin menjaga hubungan baik dengan masyarakat non-Muslim. 

Meski berbeda keyakinan, hendaknya kita tetap saling menghargai dan menghormati. Alasan itulah yang menjadi dasar kebanyakan umat Islam turut mengucapkan selamat Hari Natal kepada umat Kristiani. 

Namun, sudahkan kalian mengerti bagaimana hukum melakukan hal tersebut?  Pandangan mainsrtream beberapa para ulama memang mengatakan tidak boleh karena dengan mengucapkan selamat kepada mereka, sama saja kita mengamini agama mereka dan menganggapnya benar. 

Namun hal menarik justru disampaikan oleh Habib Ali Al-Jufri alam Al-Insaniyyah Qabl al-Tadayyun. Menurut ulama besar asal Yaman itu, tanggal 25 Desember tidak lain merupakan hari kelahiran Nabi Isa as. Maka ucapan selamat pada hari itu bisa diakomodasi sebagai rasa gembira atas lahirnya Nabi Isa as. 

Habib Ali Al-Jufri menyayangkan bahwa di negara-negara yang agama masyarakatnya majemuk, penjelasan tentang hal itu seolah menjadi tindakan menakut-nakuti orang dari agama Islam. Habib Ali Al-Jufri menyampaikan bahwa mengenai hukum mengucapkan selamat pada ahli kitab (Nasrani dan Yahudi), terlepas dari konteks apa pun, hal tersebut adalah hasil ijtihad yang tidak berdasar pada nash sharih, baik dari Alquran ataupun hadis, apakah hal itu boleh atau dilarang. Hal ini murni masalah ijtihadi, maka terdapat perbedaan dan perincian.

Baca Juga  Dabbatul Ardh, Pembawa Tongkat Nabi Musa dan Cincin Nabi Sulaiman Menjelang Hari Kiamat

Ada ulama yang memperbolehkan mengucapkan selamat dalam urusan duniawi saja, (seperti selamat atas suatu pencapaian dan prestasi). Sedangkan hari raya bukanlah urusan duniawi, melainkan urusan agama. Maka mengucapkan selamat hari raya tidak diperbolehkan, 

Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya yang diriwayatkan Al-Mardawi dalam Kitab Al-Inshaf mengatakan boleh mengucapkan selamat kepada ahli kitab tanpa membatasinya dengan urusan duniawi saja.

“Ulama yang berpendapat tidak boleh mendasari pendapatnya bahwa ucapan selamat kepada mereka sama dengan menganggap benar agama mereka. Alasan ini masuk akal pada peradaban masa itu (zaman dahulu) yang berpandangan bahwa ucapan selamat erat kaitannya dengan hal yang dirayakan. Tapi hal ini sudah tidak ditemukan lagi di masa sekarang,” ujar Habib Ali dikutip melalui video ceramahnya yang diunggah oleh akun TikTok @panritaid.

Baca Juga  Kisah Ahli Ibadah yang Mati Dalam Keadaan Syirik

Habib Ali juga mengatakan bahwa peradaban modern memandang ucapan selamat bukan sebagai pengakuan atas hal yang dirayakan, melainkan murni sebagai wujud menjaga hubungan baik. Seorang muslim yang mengucapkan selamat Natal sama sekali tidak meyakini bahwa agama Nasrani benar. Yang ada dalam hatinya tidak lain yakni ingin berbuat baik dan menjaga keharmonisan antarsesama. 

Oleh sebab itu, akan terlihat rancu jika fatwa ulama yang tinggal di daerah yang hanya mengenal Islam diterapkan di negeri yang masyarakatnya majemuk seperti Indonesia. Namun bagaimanapun, hal ini merupakan masalah khilafiyah, maka siapa pun dipersilakan mengikuti pendapat yang ia yakini.

“Bagi orang yang tidak ingin  mengucapkan selamat tetangganya yang non-muslim, ia punya hak atas sikapnya tersebut. Tapi jika ia memprovokasi orang lain untuk tidak mengucapkan selamat atau bahkan ‘menyerang’ para ulama besar yang memperbolehkannya, seperti Syaikh Al-Azhar, mufti Mesir baik yang dulu atau sekarang, Imam Abdullah bin Bayyah, dan ulama-ulama lain, hal ini telah melewati batas dan tidak dapat diterima,” ujar Habib Ali. 



Desi Kris