Benteng Sunyi di Rumah Rakyat: Misteri Kursi Kosong DPRD Batu di Tengah Gelombang Protes

Benteng Sunyi di Rumah Rakyat: Misteri Kursi Kosong DPRD Batu di Tengah Gelombang Protes
Gedung DPRD Kota Batu lenggang dan sepi tanpa para anggota dewan (jtn/io)

Di tengah isu demonstrasi, kantor DPRD Kota Batu mendadak kosong dan dijaga TNI. Kemana para wakil rakyat? Simak analisis mendalam di balik kursi kosong ini.

INDONESIAONLINE – Sebuah atmosfer ganjil menyelimuti Gedung DPRD Kota Batu di Kecamatan Junrejo, Selasa (2/9/2025). Bukan karena riuh rapat paripurna atau hiruk pikuk audiensi warga, melainkan karena kesunyian yang pekat.

Di tengah situasi nasional yang memanas akibat gelombang demonstrasi di berbagai daerah, rumah rakyat itu justru kosong melompong dari para penghuninya.

Pemandangan yang tersaji lebih mirip sebuah benteng siaga ketimbang kantor perwakilan. Sejumlah personel TNI berjaga dengan tatapan waspada, tidak hanya di gerbang luar, tetapi juga hingga ke dalam lobi utama.

Kehadiran mereka menjadi penanda senyap akan adanya potensi gejolak, sebuah kontras yang ironis dengan ketiadaan para legislator yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyerap aspirasi publik.

Lorong-lorong gedung terasa lengang. Hanya segelintir staf dan beberapa mahasiswa magang yang terlihat beraktivitas, seolah menjadi saksi bisu dari kekosongan puluhan kursi terhormat di ruang sidang. Kemana perginya para wakil rakyat di saat krusial ini?

Alibi Seragam di Balik Telepon

Ketika indonesiaonline.co.id mencoba menelusuri keberadaan mereka, jawaban yang diterima terdengar nyaris seragam: sedang tidak di tempat. Sejumlah alasan personal mengemuka, mulai dari sakit, work from home (WFH), hingga urusan keluarga yang mendesak.

“Kalau saya masih ada kegiatan di luar. Kurang tahu kalau yang lain,” ujar Wildan, anggota Komisi B, saat dihubungi.

Senada dengan itu, anggota Komisi A, Khamim Tohari, mengabarkan dirinya sedang sakit. Bahkan Ketua DPRD Kota Batu, Didik Subiyanto, membenarkan dirinya tidak berada di kantor.

“Iya, sebagian (anggota) sakit. Kalau saya sedang di rumah, ada keperluan,” ucapnya melalui sambungan telepon, seolah mengonfirmasi adanya ‘absen massal’ yang terkoordinasi.

Namun, di tengah narasi sakit dan kesibukan pribadi ini, sebuah informasi penting beredar di kalangan internal dewan. Menurut sumber staf yang enggan disebutkan namanya, desas-desus mengenai rencana aksi demonstrasi di depan gedung DPRD telah terdengar beberapa waktu belakangan. Penjagaan ketat aparat TNI seolah menjadi pembenaran tak langsung atas informasi tersebut.

Sakit, Sibuk, atau Menghindar?

Fenomena ini memunculkan sebuah pertanyaan fundamental: apakah ini murni kebetulan di mana banyak anggota dewan berhalangan hadir di saat bersamaan, atau sebuah strategi menghindar dari potensi konfrontasi dengan massa?

Saat dikonfirmasi mengenai rencana demo, Ketua DPRD Didik Subiyanto mengaku tidak mengetahuinya. “Tidak ada info, semoga aman,” ujarnya singkat, sembari berharap kondisi nasional dan Kota Batu tetap kondusif.

Namun, kekosongan gedung di tengah penjagaan militer dan isu panas nasional mengirimkan pesan yang ambigu. Di satu sisi, bisa jadi ini adalah langkah preventif untuk menghindari eskalasi.

Di sisi lain, publik bisa melihatnya sebagai bentuk lepas tanggung jawab. Saat suara rakyat di kota-kota tetangga seperti Malang, Surabaya, dan Kediri menggema di jalanan, wakil rakyat di Kota Batu justru memilih ‘menghilang’ di balik alasan personal.

Kursi-kursi kosong itu kini bukan lagi sekadar perabotan. Ia telah menjadi simbol bisu dari jarak yang tercipta antara wakil dan yang diwakili, sebuah benteng sunyi yang berdiri megah namun gagal menjalankan fungsi utamanya: mendengar (pl/dnv).