CEO BlackRock Larry Fink sebut bitcoin sebagai aset ketakutan di tengah fluktuasi pasar 2025. Simak analisis perubahan sikap raksasa investasi dunia ini terhadap kripto.
INDONESIAONLINE – Dalam sebuah transformasi narasi yang mengejutkan dunia keuangan, Larry Fink, CEO BlackRock, kembali mendefinisikan ulang posisi Bitcoin dalam portofolio global. Pada panggung DealBook Summit The New York Times awal Desember 2025, Fink tidak lagi berbicara tentang pencucian uang—sebuah stigma yang ia lekatkan pada kripto tujuh tahun silam.
Sebaliknya, ia melabeli mata uang digital tersebut dengan terminologi baru: “aset ketakutan” (asset of fear). Pernyataan ini bukan sekadar retorika. Di balik label tersebut, tersimpan dinamika pasar yang kompleks di penghujung tahun 2025, di mana BlackRock kini berdiri sebagai salah satu pemegang kunci brankas Bitcoin terbesar di dunia melalui produk iShares Bitcoin Trust (IBIT).
Psikologi Pasar: Ketakutan vs Kestabilan
Analisis Fink mengenai “aset ketakutan” mencerminkan korelasi terbalik antara Bitcoin dan stabilitas geopolitik. Dalam diskusi tersebut, Fink menyoroti fenomena menarik: harga Bitcoin justru melemah ketika kabar baik datang.
Potensi kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China, serta sinyal meredanya konflik di Ukraina, justru menjadi sentimen negatif bagi harga Bitcoin.
“Jika Anda membeli Bitcoin untuk trading, ini adalah aset yang sangat volatil. Anda harus benar-benar mahir dalam timing pasar,” tegas Fink, yang tampil berdampingan dengan CEO Coinbase, Brian Armstrong.
Pernyataan ini menegaskan tesis bahwa bagi investor institusi, Bitcoin kini berfungsi layaknya emas digital—sebuah safe haven yang dicari ketika ketidakpastian global meningkat, dan ditinggalkan ketika dunia kembali stabil.
Evolusi Sang Skeptis
Perjalanan intelektual Fink terhadap aset digital adalah studi kasus tentang adaptabilitas institusi keuangan tradisional.
Oktober 2017: Fink menyebut Bitcoin sebagai “indeks pencucian uang,” menolak validitasnya sebagai aset investasi.
Januari 2024: BlackRock memimpin revolusi dengan mendapatkan persetujuan US Securities and Exchange Commission (SEC) untuk meluncurkan ETF Bitcoin spot.
Desember 2025: BlackRock mengelola eksposur miliaran dolar AS, dengan Fink mengakui, “Proses berpikir saya selalu berkembang.”
Langkah BlackRock meluncurkan IBIT tidak hanya melegitimasi Bitcoin tetapi juga mengubah struktur pasar. IBIT sempat mencatatkan nilai puncak aset kelolaan (AUM) sekitar 70 miliar dolar AS, angka yang menempatkannya bersaing ketat dengan ETF emas konvensional.
Meskipun narasi jangka panjang tampak bullish, data jangka pendek di kuartal akhir 2025 menunjukkan tantangan nyata. Laporan Cointelegraph mencatat bahwa IBIT mengalami outflow (arus keluar modal) yang signifikan sepanjang November 2025, mencapai lebih dari 2,3 miliar dolar AS.
Rincian data penarikan dana tersebut meliputi:
14 November 2025: Penarikan sebesar 463 juta dolar AS.
18 November 2025: Penarikan sebesar 523 juta dolar AS.
Kendati terjadi outflow besar, Direktur Pengembangan Bisnis BlackRock, Cristiano Castro, menampik adanya kepanikan internal. Ia menegaskan bahwa ETF tetap menjadi instrumen yang “likuid dan kuat”. Fenomena outflow ini dinilai analis sebagai aksi ambil untung (profit taking) wajar oleh investor institusi menjelang tutup buku akhir tahun, bukan hilangnya kepercayaan fundamental.
Peta Persaingan ETF
BlackRock tidak bermain sendirian. Ekosistem ETF Bitcoin spot kini menjadi medan perang bagi raksasa keuangan. IBIT harus berhadapan dengan produk serupa dari Grayscale, Fidelity, Bitwise, hingga ARK 21Shares. Kompetisi ini memaksa penerbit ETF untuk menjaga likuiditas dan menekan biaya manajemen (fee) demi menarik minat investor ritel maupun korporasi.
Kesimpulannya, label “aset ketakutan” dari Larry Fink bukanlah sinyal untuk menjauhi Bitcoin, melainkan pengakuan jujur atas sifat aset tersebut. Di tangan BlackRock, Bitcoin telah berevolusi dari alat transaksi pasar gelap menjadi instrumen lindung nilai (hedging) terhadap kekacauan global—sebuah aset yang nilainya justru bersinar ketika dunia sedang gelap.













