BMKG Sebut Fenomena La Nina Kian Terlihat di Indonesia, Waspadai Dampaknya

BMKG Sebut Fenomena La Nina Kian Terlihat di Indonesia, Waspadai Dampaknya
Ilustrasi fenomena alam akibat La Nina. (istock)

INDONESIAONLINE – Peringatan soal La Nina datang dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). BMKG menyebut fenomena La Nina mulai menunjukkan tanda-tanda kemunculannya di Indonesia.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapinya karena fenomena ini dapat berdampak signifikan pada kondisi cuaca. “Kami sudah mendeteksi adanya kemungkinan La Nina di Indonesia. Pada akhir Oktober, kita bisa memastikannya, tetapi lebih baik kita bersiap sejak sekarang. Pertengahan Oktober lalu, suhu muka air laut di bagian tengah-timur ekuator Samudra Pasifik terpantau lebih dingin dari biasanya,” ujar Dwikorita dalam video yang diunggah di akun resmi BMKG, Senin (4/11).

Menurut analisis atmosfer BMKG pada Oktober dasarian kedua, pengamatan indeks Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan bahwa IOD melewati ambang batas IOD negatif dengan indeks -1,11. Meski begitu, fenomena ini baru berlangsung satu dasarian, sehingga statusnya masih berada di level IOD netral. Anomali suhu permukaan laut di wilayah Nino 3.4 juga menunjukkan tanda-tanda ambang La Nina, dengan indeks mencapai -0,64. Dwikorita menjelaskan bahwa ambang La Nina biasanya berada pada selisih suhu -0,5, dan saat ini suhu sudah lebih dingin dari normal. “Batas La Nina itu biasanya pada -0,5, namun saat ini sudah mencapai -0,64, yang artinya lebih dingin dari rata-rata. Meski demikian, kita perlu menunggu hingga akhir Oktober untuk memastikan apakah suhu ini akan tetap lebih dingin atau kembali normal,” katanya.

BMKG memperkirakan jika La Nina terjadi, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan curah hujan hingga 20-40% pada periode Juni-Juli-Agustus dan September-Oktober-November. Sedangkan pada periode Desember-Januari-Februari serta Maret-April-Mei, curah hujan juga diprediksi meningkat, terutama di bagian barat Indonesia karena adanya angin monsun.

“Walau peningkatan curah hujan cukup signifikan, bukan berarti kemarau tidak akan terjadi sama sekali. Ini lebih mirip kemarau basah, di mana curah hujan tetap meningkat dalam periode yang seharusnya kering,” tambah BMKG.

Fenomena La Nina juga meningkatkan risiko berbagai bencana yang berkaitan dengan hidrometeorologi. Lonjakan curah hujan ini berpotensi menimbulkan banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan bahkan badai tropis. Dengan perubahan kondisi cuaca yang lebih ekstrem, BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan bencana yang bisa terjadi kapan saja. (bn/hel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *