INDONESIAONLINE – Masih banyak pasangan suami istri (pasutri) yang ragu dan khawatir soal bersenggama di tengah masa kehamilan. Tak jarang dari pasutri yang memilih untuk mengubur dalam-dalam hasrat mereka daripada mengambil risiko membahayakan kondisi janin.

Lantas bagaimana hukum berhubungan intim saat istri hamil?  Ustaz Ahmad Muntaha, penulis buku populer Khazanah Aswaja, yang dikutip dari NU Online menjelaskan bahwa wanita hamil terkadang mengalami berbagai masa kepayahan. Seperti dalam Al-Quran Surat Luqman Ayat 14 diterangkan kepayahan ibu hamil ini dengan diksi wahnan ’ala wahnin sebagaimana berikut:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya, “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”

Merujuk penafsiran Imam Al-Qurthubi, maksud kata wahnan ’ala wahnin adalah ibu yang sedang hamil setiap hari semakin lemah. (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Quran, juz XIV, halaman 63).

Dari ayat tersebut bisa disimpulkan bahwa sejatinya perempuan hamil harus diperlakukan lebih baik. Sebab, pada umumnya setiap hari, ia semakin lemah.

Sementara itu, jika soal berhubungan intim, menurut alumni PP Lirboyo Kota Kediri tersebut, ada beberapa pendapat ulama yang berbeda pendapat. Sejumlah ulama memakruhkan, sedangkan mayoritas ulama membolehkannya.

Ulama yang memakruhkan menggauli istri saat hamil berpedoman pada hadis riwayat Asma binti Yazid bin As-Sakan:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: لاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ سِرًّا، فَإِنَّ الْغَيْلَ يُدْرِكُ الْفَارِسَ فَيُدَعْثِرُهُ عَنْ فَرَسِهِ. (رواه أبو داود

Artinya, “Diriwayatkan dari Asma binti Yazid bin As-Sakan, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Jangan kalian bunuh anak-anak kalian secara rahasia. Sungguh perbuatan ghail (menggauli istri saat menyusui atau hamil) menemui seorang penunggang kuda, lalu ia menjatuhkannya dari kudanya.” (HR Abu Dawud).

Baca Juga  Proses Penciptaan Babi, Binatang yang Diharamkan Allah Bagi Umat Islam

Al-Mula Ali Al-Qari menjelaskan, maksud hadis ini adalah bahwa ketika perempuan disetubuhi dalam kondisi hamil, maka air susunya rusak (tidak berkualitas). Dan bila anak tumbuh dengan asupan air susu seperti itu, maka akan berpengaruh buruk pada tubuhnya. Kemudian ketika ia dewasa dan naik kuda, maka akan jatuh karenanya. Maka hal itu seperti membunuhnya. (Al-Mula Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih, juz X, halaman 137-138).

Sementara ulama yang membolehkannya berpedoman pada dua hadis berikut:

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ أَخْبَرَ وَالِدَهُ سَعْدَ بْنَ أَبِى وَقَّاصٍ أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: إِنِّى أَعْزِلُ عَنِ امْرَأَتِى. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: لِمَ تَفْعَلُ ذَلِكَ؟ فَقَالَ الرَّجُلُ أُشْفِقُ عَلَى وَلَدِهَا أَوْ عَلَى أَوْلاَدِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: لَوْ كَانَ ذَلِكَ ضَارًّا ضَرَّ فَارِسَ وَالرُّومَ. (رواه مسلم

Artinya, “Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bahwa Usamah bin Zaid mengabari ayahnya, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash, sungguh ada seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: “Aku meng-’azl (mengeluarkan sperma di luar rahim) dari istriku”. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa kamu lakukan itu?” Lelaki itu menjawab: “Aku menyayangi anaknya atau anak-anaknya”. Lalu Rasulullah  bersabda: “Andaikan hal itu membahayakan, niscaya sudah membahayakan orang Persi dan Romawi.” (HR Muslim).

Menurut Imam Abu Ja’far At-Thahawi, dalam hadis ini terdapat kebolehan menggauli para istri yang sedang hamil (At-Thahawi, Ma’anil Atsar, juz VI, halaman 85-87).

Baca Juga  Kisah Zarathustra, Nabi yang Diutus kepada Kaum Majusi

عَنْ جُدَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ أُخْتِ عُكَّاشَةَ قَالَتْ حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى أُنَاسٍ وَهُوَ يَقُولُ: لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الْغِيلَةِ فَنَظَرْتُ فِى الرُّومِ وَفَارِسَ فَإِذَا هُمْ يُغِيلُونَ أَوْلاَدَهُمْ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَهُمْ ذَلِكَ شَيْئًا

Artinya, “Diriwayatkan dari Judamah binti Wahb saudari ’Ukasyah, ia berkata: “Aku mendatangi Rasulullah SAW saat bersama orang banyak, saat beliau bersabda: “Sungguh Aku bermaksud melarang dari perbuatan ghilah (menggauli wanita yang sedang menyusui atau hamil), lalu aku melihatnya pada bangsa Romawi dan Persia. Kemudian mereka melakukannya pada anak-anak mereka dan itu tidak membahayakan mereka sedikit pun.” (HR Muslim)

Merujuk penjelasan Al-Hafidh Al-Munawi, andaikan menyetubuhi istri atau istri menyusui saat hamil membahayakan, niscaya hal itu membahayakan anak-anak bangsa Romawi dan Persia. Sebab  mereka telah melakukannya padahal banyak dokter di sana. Andaikan hal itu membahayakan, niscaya para dokter itu akan mencegahnya. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz V, halaman 357).

Sementara itu di antara para madzab, ada satu madzab yang terang-terangan membolehkannya, yakni mazhab Syafi’i. Yakni berikut ini ayatnya:

ولا يحرم وطء الحامل والمرضع

Artinya, “Dan tidak haram menyetubuhi perempuan hamil dan menyusui.” (As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, juz III, halaman 139).

Dari penjelasan ayat-ayat di atas, maka disimpulkan ada dua hukum jika suami hendak menggauli istri saat hamil. Ada ulama yang memakruhkannya dan membolehkannya.

Lantas jika suami hendak menggauli istri yang hamil, maka lebih baik suami memilih posisi yang tidak membahayakan ibu dan janinnya. Termasuk penting juga untuk berkonsultasi dengan dokter saat hendak melakukan hal tersebut. Baik mengonsultasikan ke dokter, dari sisi kesehatan fisik maupun psikisnya. (bin/hel)