INDONESIAONLINE – Menuju satu dekade atau 10 tahun berjalan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah merevolusi sistem layanan kesehatan Indonesia.

Di mana BPJS Kesehatan telah menyatukan berbagai skema asuransi jaminan kesehatan sosial di Indonesia dan menciptakan ekosistem JKN yang kuat serta saling bergantung satu sama lain dalam mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi masyarakat Indonesia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menyampaikan, hampir satu dekade Program JKN telah berkembang menjadi program strategis yang memiliki kontribusi besar dan mampu membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat.

Pihaknya menyebut, banyak negara yang sangat tertarik kepada BPJS Kesehatan sebagai sebuah program gotong-royong dengan konsep single payer, di mana hal itu sulit ditemukan di negara-negara lain.

“Jika dibandingkan negara-negara lain yang butuh belasan hingga ratusan tahun untuk mencapai UHC, progres di Indonesia ini terbilang luar biasa pesat,” jelas Ghufron.

Ghufron menjelaskan, kepesertaan JKN melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Artinya, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin dalam Program JKN.

Khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja, pada tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. 2022 angka tersebut mengalami lonjakan yang signifikan hingga 96,9 juta jiwa. 

Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp 100 triliun dari 2014 sebesar Rp 40,7 triliun menjadi Rp 144 triliun pada 2022 (unaudited).

Ghufron mengatakan, di masa-masa awal beroperasi, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit. Berbagai upaya dilakukan hingga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan berangsur membaik, bahkan kini dalam kondisi yang sangat sehat. Kesehatan keuangan DJS per 31 Desember 2022 tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca Juga  Jelang BIAN 2022, 39.971 Anak di Kota Malang Bakal Diimunisasi Secara Gratis

“Saat ini tidak ada lagi istilah gagal bayar rumah sakit. Bahkan kami bisa membayar sebagian biaya klaim rumah sakit sebelum diverifikasi untuk menjaga cashflow, sehingga rumah sakit bisa optimal melayani pasien JKN,” ujar Ghufron.

Pihaknya meyakinkan bahwa hal itu belum pernah terjadi dalam sejarah beroperasinya BPJS Kesehatan. Bahkan, menurutnya pemerintah juga sudah menaikkan tarif pembayaran layanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit untuk memotivasi fasilitas kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya.

Lebih lanjut, dengan bertumbuhnya kepesertaan JKN, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan juga turut meningkat. Dari 92,3 juta pemanfaatan pada 2014, menjadi 502,8 juta pemanfaatan di 2022.

Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga mengusung program promotif preventif, termasuk melalui skrining kesehatan. Langkah ini dilakukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari penyakit tertentu.

2022 tercatat sebanyak 15,2 juta peserta JKN telah memanfaatkan layanan skrining BPJS Kesehatan, mulai dari skrining riwayat kesehatan, skrining diabetes melitus, skrining kanker serviks dan skrining payudara. 

“Faktanya, bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justru, yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok PBI,” kata Ghufron.

Dirinya menyebut, tercatat jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp 27,5 triliun. Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung yaitu sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp 3,2 triliun.

 

“Terlihat paling diuntungkan dan terbantu atau paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI,” ujar Ghufron.

Pihaknya menegaskan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program JKN sudah matang menjalankan tugasnya. Pelaksanaan JKN selama ini sudah on the right track, bahkan terdapat perbaikan yang terus menerus dilakukan.

Menurutnya, untuk menciptakan ekosistem JKN yang sehat, semua pihak harus mengoptimalkan kerja sama sesuai dengan peran, kewenangan, dan tanggung jawabnya masing-masing.

Baca Juga  Tutup Hampir Dua Dekade, Erick Thohir Kembali Buka Pabrik Pupuk Iskandar Muda 1

Ghufron mengatakan, sebagai single payer institution, kemandirian lembaga BPJS Kesehatan perlu dijaga bersama agar terhindar dari intervensi manapun supaya hal-hal baik yang sudah dirasakan manfaatnya bagi Indonesia bisa terus berkelanjutan.

“Program jaminan sosial ini satu-satunya bentuk gotong-royong bangsa yang riil dirasakan masyarakat luas dan terasa sekali negara hadir di dalamnya,” terang Ghufron. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, meski penyelenggaraan Program JKN saat ini sudah mengalami banyak perbaikan di berbagai aspek, tetap terdapat sejumlah hal yang perlu ditingkatkan. Mulai dari isu kepesertaan, mutu layanan kesehatan, efektivitas pembiayaan, hingga soal pembiayaan. 

“Dari aspek kepesertaan, ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dipakai seluruh kementerian/lembaga untuk menentukan semua jenis bantuan sosial di negeri ini. Dampak DTKS ini besar sekali bagi masyarakat, sehingga perlu dukungan BPJS Kesehatan agar kepesertaan PBI benar-benar menjangkau orang yang benar-benar membutuhkan,” ujar Emanuel. 

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan mengungkapkan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Program JKN ke depan, yaitu terkait peningkatan kualitas pelayanan, memastikan iuran terjangkau, dan upaya mewujudkan UHC.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyampaikan, bahwa Program JKN menjadi wujud nyata dan konkrit transformasi pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat.

“Yang diperlukan masyarakat saat ini adalah standarisasi pelayanan kesehatan, bukan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kemudian dengan naiknya tarif pelayanan kesehatan, maka fasilitas kesehatan wajib meningkatkan mutu pelayanannya,” tandas Tulus. 

Sebagai informasi, dalam acara tersebut dihadiri narasumber ternama lainnya seperti Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Kunta Wibawa Dasa; Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo; Direktur Eksekutif Segara Research Piter Abdullah; Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch Timbul Siregar; Pengamat Jaminan Sosial Chazali Situmorang; serta Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Yuli Farianti.