BPOM Blak-Blakan, Belum Dapat Akses Penuh Diprogram Makan Bergizi Gratis

BPOM Blak-Blakan, Belum Dapat Akses Penuh Diprogram Makan Bergizi Gratis
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa institusinya, yang notabene garda terdepan pengawasan pangan, belum mendapatkan akses penuh untuk melakukan supervisi komprehensif terhadap aspek keamanan pangan program tersebut, khususnya pada fasilitas dapur penyiapan (bpom)

INDONESIAONLINE – Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait perannya dalam program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BPOM, Taruna Ikrar, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa institusinya, yang notabene garda terdepan pengawasan pangan, belum mendapatkan akses penuh untuk melakukan supervisi komprehensif terhadap aspek keamanan pangan program tersebut, khususnya pada fasilitas dapur penyiapan.

Dalam sesi rapat kerja yang berlangsung alot dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (15/5/2025), Ikrar memaparkan sebuah dilema.

“Untuk penyiapan [makanan MBG], contoh paling konkretnya, kami punya tenaga, personel, dan keahlian untuk memastikan standar produksi pangan. Namun, dapur-dapur yang digunakan untuk MBG ini, kami tidak dilibatkan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian standarnya,” ujar Ikrar.

Keterlibatan BPOM, menurut Ikrar, sejauh ini lebih bersifat administratif, seperti kontribusi dalam penyusunan modul pelatihan bagi satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Padahal, nota kesepahaman (MoU) antara BPOM dan Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penanggung jawab utama program MBG, sejatinya telah menggariskan 13 poin kerja sama pengawasan. Namun, implementasinya di lapangan diakui Ikrar masih menghadapi sejumlah kendala.

“Dari 13 poin yang seharusnya kami kerjakan bersama BGN, kenyataannya ada beberapa hambatan,” ungkapnya tanpa merinci lebih detail bentuk kendala tersebut.

Ikrar memahami bahwa BGN memegang domain pelaksanaan program, namun ia menegaskan kesiapan BPOM untuk berkontribusi aktif jika memang diberi ruang.

Ironisnya, peran krusial BPOM baru terasa signifikan ketika insiden tak diinginkan terjadi. “Bukan kami tidak mau bekerja, tapi kami tidak dilibatkan dalam hal [pengawasan dapur] itu. Kami baru dilibatkan saat sudah terjadi kejadian luar biasa (KLB),” tutur Ikrar memberikan gambaran bahwa pelibatan BPOM cenderung bersifat reaktif ketimbang preventif dalam konteks ini.

Situasi ini mendorong BPOM untuk ‘curhat’ kepada parlemen, berharap Komisi IX dapat menjembatani komunikasi dengan BGN.

“Kami menjelaskan apa adanya, secara transparan, dengan harapan ini dapat menggugah BGN untuk melibatkan kami lebih intens. Tidak mungkin kami ujug-ujug menugaskan tim jika pintunya tidak dibukakan,” pungkas Ikrar.