BPOM: Sirop Beracun India Tak Terdaftar di Indonesia

BPOM: Sirop Beracun India Tak Terdaftar di Indonesia
Ilustrasi sirop obat asal India yang menewaskan anak-anak saat mengkonsumsinya mendapat tanggapan khusus dari BPOM (Ist)

BPOM pastikan Coldrif Cough Syrup dan Nextro-DS Syrup asal India yang picu kematian tidak terdaftar dan tak beredar di Indonesia.

INDONESIAONLINE – Isu beredarnya dua produk sirop obat asal India, Coldrif Cough Syrup dan Nextro-DS Syrup, yang diduga mengandung Dietilen Glikol (DEG) melebihi batas aman dan dikaitkan dengan kasus kematian anak di India, berpotensi menciptakan gelombang keresahan dan hoaks di masyarakat Indonesia.

Menanggapi potensi disinformasi ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan sigap mengambil tindakan preventif, menegaskan bahwa kedua produk tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar secara resmi di Tanah Air.

Pernyataan resmi BPOM yang dirilis pada Rabu (8/10/2025) menegaskan hasil temuan dari database mereka, baik melalui situs new-aero.pom.go.id maupun cekbpom.go.id.

“Berdasarkan hasil temuan di database BPOM, ditemukan bahwa kedua obat tersebut tidak terdaftar sebagai produk yang memiliki kerja sama dengan produsen, importir, hingga distributor obat di Indonesia,” demikian bunyi keterangan tertulis BPOM.

Penelusuran ini sekaligus membantah spekulasi mengenai peredaran ilegal produk tersebut di Indonesia.

Patroli Siber dan Pengawasan Berlapis

Dalam upaya proaktif, BPOM juga memperkuat penjagaan arus pra dan pasca-edar obat-obatan sirop di Indonesia. Melalui patroli siber yang intensif, BPOM memastikan bahwa Coldrif Cough Syrup dan Nextro-DS Syrup tidak ditemukan di platform e-commerce atau pusat jual beli daring di dalam negeri.

“Pengawasan terus dilakukan oleh BPOM dalam menjaga keketatan pengawasan dengan basis risiko di berbagai fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian,” tegas BPOM, menyoroti komitmen mereka terhadap keamanan obat.

Langkah ini sejalan dengan data global mengenai krisis sirop obat yang tercemar DEG. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Oktober 2022 melaporkan bahwa empat produk obat batuk dan pilek buatan Maiden Pharmaceuticals Ltd., India, diduga menjadi penyebab kematian puluhan anak di Gambia.

Insiden serupa juga dilaporkan di Uzbekistan pada Desember 2022 yang dikaitkan dengan sirop obat Dok-1 Max produksi Marion Biotech Pvt. Ltd. dari India. Data ini menunjukkan urgensi pengawasan ketat terhadap rantai pasok farmasi global.

BPOM juga mengimbau industri farmasi untuk meningkatkan pemantauan mandiri dan melaporkan hasil uji cemaran melalui sistem daring BPOM. Peningkatan sistem pelaporan farmakovigilans, yang melibatkan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan industri farmasi, juga terus digalakkan untuk mendeteksi cepat efek samping obat yang mungkin muncul.

Masyarakat diimbau untuk menjadi konsumen cerdas dan aktif mencegah penyebaran obat ilegal. BPOM menganjurkan untuk selalu menerapkan prinsip Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli obat.

Untuk pembelian daring, sangat disarankan untuk memeriksa kepemilikan Izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan. Pembelian obat dianjurkan hanya dilakukan di apotek berizin resmi, toko obat terizin, atau fasilitas kesehatan resmi yang tersedia di tiap daerah.

Dengan langkah-langkah preventif dan edukasi yang masif, BPOM berupaya menjaga kesehatan masyarakat dari ancaman obat ilegal dan disinformasi yang meresahkan.