Brankas Kiamat Svalbard: Penjaga Kehidupan di Perut Gunung Es Norwegia

Brankas Kiamat Svalbard: Penjaga Kehidupan di Perut Gunung Es Norwegia
Brankas Benih Svalbard yang menyimpan jutaan varietas tanaman di balik es Norwegia. Cadangan ini jadi harapan terakhir jika krisis pangan melanda bumi. (Time Magazine)

Tersembunyi di Lingkar Arktik, Svalbard Global Seed Vault menyimpan jutaan benih tanaman pangan dunia. Bukan hanya untuk kiamat, “brankas kiamat” ini menjaga keragaman hayati dari ancaman nyata dan simbol persatuan global.

INDONESIAONLINE – Di balik dinginnya perut gunung es di Svalbard, Norwegia, tersimpan sebuah kekayaan yang nilainya jauh melampaui emas. Bukan harta karun dalam bentuk materi, melainkan jutaan benih dari lebih dari 930.000 varietas tanaman pangan dunia.

Semua koleksi itu tersimpan rapi di Svalbard Global Seed Vault, sebuah fasilitas yang dijuluki “brankas kiamat” karena berfungsi sebagai cadangan genetik terakhir jika dunia dilanda bencana besar.

“Di dalam gedung ini terdapat 13.000 tahun sejarah pertanian,” ujar Brian Lainoff, koordinator kemitraan utama Crop Trust, lembaga pengelola fasilitas tersebut, seperti dikutip dari Time Magazine.

Terletak di atas Lingkar Arktik, jauh dari hiruk-pikuk manusia dan konflik, lokasi ini dianggap sebagai salah satu tempat paling aman di planet ini. Bangunan ini menembus lapisan tanah beku (permafrost) dan bebatuan, yang berfungsi sebagai pendingin alami.

Suhu di dalamnya dijaga sekitar minus 18 derajat Celcius, memastikan benih tetap aman bahkan jika sistem pendingin buatan berhenti bekerja. Pintu masuknya ditempatkan jauh di atas permukaan laut untuk melindunginya dari kenaikan permukaan laut dan pemanasan global.

Bukan Sekadar untuk Kiamat Global

Meskipun dijuluki “brankas kiamat”, tujuan pendirian fasilitas ini ternyata lebih luas dari sekadar menghadapi akhir dunia. Menurut jurnalis Time, Jennifer Duggan, Seed Vault dibangun untuk melindungi keragaman hayati pertanian dari ancaman nyata seperti perang, bencana alam, hingga kekurangan dana untuk bank gen di berbagai negara.

Salah satu contoh nyata datang dari Suriah. Bank gen di Aleppo terpaksa ditinggalkan akibat perang, namun berkat Svalbard, para peneliti berhasil mengambil kembali varietas gandum dan jelai yang sebelumnya disimpan di sana.

“Ada ‘kiamat besar’ dan ‘kiamat kecil’ yang terjadi di seluruh dunia setiap hari. Materi genetik hilang begitu saja,” kata Marie Haga, Direktur Eksekutif Crop Trust.

Brankas ini memastikan bahwa varietas tanaman kuno dan liar, yang kini banyak ditinggalkan, tetap aman. Suatu saat, varietas tersebut bisa menjadi kunci untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap hama, penyakit, atau perubahan iklim ekstrem.

Ancaman Terhadap Keanekaragaman Pangan

Dalam 50 tahun terakhir, revolusi pertanian memang meningkatkan hasil panen, tetapi juga mengikis keanekaragaman tanaman pangan dunia. Kini, hanya sekitar 30 jenis tanaman yang menyumbang 95 persen energi pangan manusia.

Di China, hanya 10 persen varietas padi yang masih digunakan dibandingkan tahun 1950-an. Sementara di Amerika Serikat, lebih dari 90 persen varietas buah dan sayuran telah lenyap sejak awal 1900-an.

Praktik monokultur semacam ini membuat pasokan pangan global semakin rapuh menghadapi ancaman penyakit, kekeringan, atau perubahan iklim. “Tidak banyak yang menyadari pentingnya keragaman tanaman. Padahal, benih adalah dasar dari segalanya, dari apa yang kita makan hingga yang kita kenakan,” ujar Haga.

Svalbard Global Seed Vault juga menjadi simbol kerja sama internasional yang unik. Negara-negara yang kerap bersitegang bisa menyimpan benih mereka berdampingan di tempat yang sama. Benih Korea Utara dan Korea Selatan disimpan berdampingan, begitu pula Rusia dan Ukraina yang kini berkonflik.

“Benih-benih itu tidak peduli dari mana asalnya. Yang penting, mereka tetap aman dan beku di sana,” kata Lainoff.

Hingga kini, 1.700 bank gen di seluruh dunia terhubung dengan Svalbard. Namun, fasilitas ini tetap menjadi cadangan global paling terlindungi. Di dalam ruangan bersuhu beku sedalam ratusan meter, benih disimpan dalam paket perak vakum dan tabung reaksi, lalu ditempatkan di dalam kotak besar berlabel rapi. Koleksinya pun terus bertambah; pada tahun 2025 saja, lebih dari 14.000 sampel baru dikirim ke Svalbard.

Nilai ekonominya mungkin kecil, tetapi potensi yang tersimpan di dalamnya tak ternilai. Satu varietas padi dari 200.000 koleksi bisa menjadi kunci bertahan menghadapi panas ekstrem. Begitu pula gandum tua dari Timur Tengah mungkin kelak menolong dunia melawan penyakit tanaman baru.

Meski sering disebut “brankas kiamat”, fasilitas ini sejatinya adalah penjaga harapan masa depan. Ia mengingatkan bahwa ketahanan pangan global tidak hanya bergantung pada teknologi, melainkan juga pada keragaman genetik yang diwariskan sejak ribuan tahun lalu. Dengan benih sebagai “penjaga kehidupan”, Svalbard berdiri sebagai benteng terakhir masa depan pangan manusia.