Heboh bumbu instan Indonesia berlabel peringatan kanker di California. Benarkah berbahaya? Kupas tuntas Proposition 65, beda aturan dengan BPOM, dan data ilmiah di baliknya
INDONESIAONLINE – Sebuah label peringatan di rak supermarket California sontak menyulut api perdebatan di ruang digital Indonesia. Foto bumbu instan kebanggaan nusantara yang ditempeli stiker “peringatan risiko kanker dan gangguan reproduksi” memicu kekhawatiran massal.
Namun, di balik kepanikan tersebut, terungkap sebuah kisah kompleks tentang benturan regulasi, sains, dan hak konsumen yang unik milik negara bagian Amerika Serikat itu.
Isu ini pertama kali mengemuka melalui unggahan video di media sosial, yang dengan cepat menjadi viral. Kepanikan publik wajar, namun klarifikasi yang menyusul dalam unggahan yang sama membuka tabir pertama: ini bukan soal produk berbahaya, melainkan soal kewajiban hukum bernama Proposition 65 (Prop 65).
“Jangan panik dulu! Ini label wajib di California,” tulis akun pengunggah, seraya menambahkan bahwa produk global lain seperti kopi dan mi instan Samyang juga mendapat perlakuan serupa.
Lantas, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah bumbu rendang dan opor kita tiba-tiba menjadi ancaman di tanah Paman Sam?
Dekonstruksi Proposition 65: Filosofi “Hak untuk Tahu”
Untuk memahami polemik ini, kita harus menyelami inti dari Proposition 65, atau yang bernama resmi Safe Drinking Water and Toxic Enforcement Act of 1986. Lahir dari inisiatif pemilih, aturan ini tidak melarang suatu produk. Sebaliknya, ia beroperasi pada filosofi “hak untuk tahu” (right-to-know).
Menurut Office of Environmental Health Hazard Assessment (OEHHA) California, badan yang mengelola Prop 65, peraturan ini mewajibkan perusahaan memberikan peringatan “yang jelas dan masuk akal” jika produk mereka dapat membuat konsumen terpapar salah satu dari sekitar 900 lebih bahan kimia yang terdaftar.
Daftar ini mencakup zat-zat yang diketahui negara bagian California dapat menyebabkan kanker atau toksisitas reproduksi.
Penting untuk dicatat, batas paparan yang ditetapkan oleh Prop 65 seringkali jauh lebih ketat—bisa 1.000 kali lebih rendah—daripada standar yang ditetapkan oleh lembaga federal seperti Food and Drug Administration (FDA) AS atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia. Label ini muncul bahkan jika risiko yang ditimbulkan sangat kecil.
Jejak Kimia: Zat Apa yang Sebenarnya Dideteksi?
Label peringatan tersebut tidak muncul tanpa sebab, meski kadarnya seringkali di level renik (trace level). Dalam produk makanan olahan, beberapa senyawa kimia yang masuk daftar Prop 65 bisa terbentuk secara alami selama proses memasak.
Akrilamida (Acrylamide)
Menurut National Cancer Institute AS, akrilamida adalah senyawa yang terbentuk secara alami pada makanan kaya karbohidrat saat dimasak dengan suhu tinggi, seperti memanggang, menggoreng, atau membakar.
Ini ditemukan pada kentang goreng, keripik, roti panggang, kopi, dan juga rempah-rempah yang disangrai. Proses pembuatan bumbu instan yang melibatkan pemanasan tinggi berpotensi menghasilkan akrilamida dalam kadar sangat rendah.
Logam Berat (seperti Timbal/Lead)
Produk pertanian, termasuk rempah-rempah, secara alami dapat menyerap logam berat dari tanah dan air tempat mereka tumbuh. Meskipun produsen melakukan penyaringan ketat, deteksi pada level molekuler yang sangat sensitif bisa memicu kewajiban label Prop 65.
4-MEI (4-methylimidazole)
Senyawa ini adalah produk sampingan dari pembuatan pewarna karamel (kelas III dan IV) yang sering digunakan pada produk seperti kecap manis atau minuman soda. Jika bumbu instan menggunakan jenis pewarna ini, label Prop 65 bisa menjadi wajib.
Kehadiran senyawa-senyawa ini dalam level rendah umumnya dianggap aman oleh sebagian besar badan regulasi global, termasuk BPOM, selama berada di bawah ambang batas aman yang telah ditetapkan. Namun, di California, keberadaannya saja sudah cukup untuk memicu kewajiban pelabelan.
Dua Dunia Regulasi: BPOM Menjamin, California Memperingatkan
Menanggapi kehebohan ini, BPOM menegaskan bahwa produk yang telah mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) di Indonesia telah melalui evaluasi keamanan, mutu, dan gizi yang komprehensif.
“Badan POM memberikan jaminan terhadap keamanan, mutu, gizi, dan kebenaran label produk Obat dan Makanan, termasuk obat tradisional yang beredar di Indonesia, dengan diterbitkannya nomor izin edar produk yang bersangkutan,” tegas BPOM melalui siaran resmi.
Di sinilah letak perbedaan fundamentalnya:
Pendekatan BPOM: Berbasis risiko dan ambang batas aman. Sebuah produk diizinkan beredar jika kandungan zat tertentu berada di bawah batas yang dianggap aman untuk dikonsumsi. Tujuannya adalah proteksi kesehatan publik.
Pendekatan Prop 65 California: Berbasis transparansi dan “hak untuk tahu”. Aturan ini tidak menetapkan apakah sebuah produk “aman” atau “berbahaya”, melainkan hanya menginformasikan keberadaan zat kimia dari daftar tersebut. Tujuannya adalah pemberian informasi agar konsumen bisa memutuskan sendiri.
Inilah mengapa sebuah produk bisa lolos uji ketat BPOM dan FDA, namun tetap wajib memasang label peringatan di California. Ini bukan anomali, melainkan standar operasional di pasar yang unik tersebut. Faktanya, label Prop 65 bisa ditemukan di mana-mana di California, mulai dari pintu masuk kedai kopi, kemasan keripik kentang, hingga di dinding gedung parkir.
Konsumen Cerdas di Era Globalisasi Pangan
Kasus label pada bumbu instan Indonesia ini adalah studi kasus sempurna tentang tantangan perdagangan di era global. Ia mengajarkan bahwa “aman” bisa memiliki definisi yang berbeda di yurisdiksi yang berbeda.
Bagi konsumen di Indonesia, jaminan dari BPOM adalah pegangan utama bahwa produk di pasar domestik aman dikonsumsi. Sementara bagi diaspora atau pelancong di California, label Prop 65 sebaiknya tidak ditelan sebagai vonis bahaya, melainkan sebagai informasi tambahan yang menjadi ciri khas regulasi lokal.
Pada akhirnya, kehebohan ini bukanlah tentang ancaman racun dalam sebungkus bumbu, melainkan tentang pentingnya literasi informasi untuk memahami kompleksitas dunia yang saling terhubung (bn/dnv).