INDONESIAONLINE – Meski situasi dan kondisi saat ini merupakan tantangan yang berat, namun Banyuwangi yakin akan mampu melewati masa-masa sulit. Dengan empat syarat yaitu optimis, solid, bekerja keras, inovatif dan memiliki sikap positif berpikiran terbukamendengar saran dari siapa pun untuk kemajuan dan peningkatan kinerja yang lebih baik.

Demikian disampaikan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani pada Rapat Paripurna DPRD Banyuwangi di Ruang Rapat Pleno Pengajuan DPRD, Jumat (25/2/2022).

Rapat paripurna DPRD Banyuwangi dipimpin oleh Michael Edy Hariyanto Wakil Ketua DPRD Banyuwangi dengan agenda menyampaikan Pengantar kepada Bupati Banyuwangi atas usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Catatan Pengantar Kabupaten Banyuwangi DPRD untuk usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Menurut Ipuk, hingga saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir. Kasus harian Covid-19 kembali melampaui puncak kasus gelombang Delta. Tercatat ada 61.488 orang terpapar Covid-19 hingga akhir Februari 2022. Kasus harian corona mulai melonjak sejak Omicron masuk ke Indonesia.

Menurut Ipuk, situasi di Jatim masih sangat dinamis, belum ada daerah yang menerapkan PPKM level 1. Sementara itu ada 15 kabupaten/kota yang menerapkan PPKM level 2, di antaranya Kabupaten Banyuwangi dan 22 daerah yang berstatus PPKM level 3 dan ada merupakan salah satu daerah yang menerapkan PPKM tingkat 4. Hal ini diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2022 yang mengatur PPKM di Jawa-Bali dan berlaku sampai dengan 28 Februari 2022.

“Bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, ini menjadi momentum untuk mengambil langkah antisipatif dalam merespon dinamika situasi dengan tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian dalam pemulihan ekonomi,” jelas Ipuk kepada sejumlah wartawan.

Lebih lanjut Ipuk dalam membacakan Pengelolaan Keuangan Daerah mengungkapkan bahwa keuangan daerah memegang peranan yang sangat penting dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Dalam pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien agar efektif dan efektif.

Selanjutnya dalam penyelenggaraan keuangan daerah, secara rinci sistem dan prosedurnya ditentukan oleh masing-masing daerah. Perbedaan boleh saja terjadi, selama tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah.

“Dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan sistem yang diusulkan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang ditetapkan,” imbuh Ipuk di hadapan peserta rapat paripurna.

Selanjutnya dengan dilaksanakannya reformasi keuangan daerah yang kemudian dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.

“Pemerintah daerah perlu beradaptasi dalam mengikuti perubahan pengelolaan keuangan daerah dan setiap daerah diharapkan segera membuat peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah setelah peraturan pemerintah tersebut diterbitkan,” tambah Ipuk.

Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada postur APBD, terutama pada neraca belanja daerah. Sebelumnya, belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Sementara saat ini diklasifikasikan ke dalam pengeluaran operasi, belanja modal, belanja kontinjensi, dan belanja transfer.

“Perubahan komposisi postur APBD ini tentunya diselaraskan dengan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,” jelas bupati kelahiran Magelang itu.

Lebih lanjut ia menambahkan, selain perubahan tersebut, dapat disampaikan bahwa pemegang jabatan terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah telah mengalami perubahan, khususnya pengaturan yang lebih rinci mengenai kewenangan, tugas pokok dan fungsi masing-masing pejabat dalam organisasi perangkat daerah. optimalisasi Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Perubahan tersebut diharapkan agar keuangan daerah bermanfaat untuk mewujudkan masyarakat daerah yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, pengelolaannya dilakukan secara tertib, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan tetap memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat bagi masyarakat.

Tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah semakin meningkat seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, tambah Ipuk.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi berupaya mendorong pengelolaan keuangan yang akuntabel, mulai dari perencanaan, penganggaran, tata kelola, audit hingga evaluasi terintegrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dengan sistem ini, semuanya terintegrasi on line bahkan semuanya mendorong pengelolaan keuangan desa melalui sistem e-village budgeting dan e-monitoring.

“Penyusunan laporan keuangan Banyuwangi sudah menggunakan sistem berbasis akrual, bahkan menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkan sistem tersebut sejak 2014,” jelasnya.

Lebih lanjut Ipuk mengatakan, pengelolaan keuangan yang baik tidak hanya untuk kepentingan administratif untuk mematuhi undang-undang keuangan negara, tetapi juga harus berdampak pada perekonomian masyarakat.

Agenda rapat paripurna yang digelar secara hybrid ini diikuti langsung oleh Bupati Banyuwangi yang didampingi Sekda beserta para Pembantu dan beberapa pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Beberapa pejabat lainnya termasuk camat, kepala desa/lurah menghadiri acara tersebut secara online.

Kemudian dari DPRD Banyuwangi, selain Michael, Ketua Rapat Paripurna dan salah satu Wakil Ketua Dewan, ada anggota dewan lintas partai yang hadir langsung di ruang rapat paripurna. Sementara beberapa anggota dewan lainnya mengikuti secara online.