Beranda

Bupati Pati Abaikan Pemprov, PBB 250% Picu Badai Politik

Bupati Pati Abaikan Pemprov, PBB 250% Picu Badai Politik
Nasib BUpati Pati Sudewo di ujung tanduk dengan adanya hak angket DPRD terkait pemakzulan (Ist)

Gubernur Jateng ungkap Bupati Pati Sudewo abaikan tiga syarat krusial dari Pemprov sebelum menaikkan PBB 250%. Kebijakan tanpa kajian ini picu demo dan kini berujung ancaman pemakzulan.

INDONESIAONLINE – Bola panas politik di Kabupaten Pati terus bergulir kencang. Di balik gelombang demonstrasi massa dan ancaman pemakzulan yang membayangi Bupati Sudewo, terungkap sebuah fakta krusial: kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% ternyata dijalankan dengan mengabaikan rekomendasi dan syarat dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng).

Fakta ini dibeberkan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Luthfi, dalam rapat terbatas bersama Forkopimda di kantornya, Kamis (14/8/2025) sore. Menurutnya, Pemkab Pati di bawah kepemimpinan Bupati Sudewo tidak pernah melaporkan kembali hasil kajian yang menjadi syarat mutlak sebelum palu kebijakan diketuk.

“Sudah kami ingatkan. Ini menjadi teguran juga untuk Pemda Pati agar tidak dilakukan kembali,” tegas Luthfi, mengonfirmasi bahwa kebijakan kontroversial tersebut cacat prosedur dari awal.

Kronologi Tiga Peringatan yang Tak Diindahkan

Gubernur Luthfi memaparkan secara rinci kronologi komunikasi antara Pemprov dan Pemkab Pati yang akhirnya buntu. Semuanya berawal pada 12 April 2025, saat Sekretaris Daerah (Sekda) Pati mengirimkan surat permohonan verifikasi kenaikan PBB ke Pemprov Jateng.

Merespons hal tersebut, Biro Hukum Pemprov Jateng bergerak cepat dengan mengundang jajaran Pemkab Pati untuk rapat koordinasi pada 22 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, Pemprov memberikan “lampu kuning” dengan tiga syarat wajib yang harus dipenuhi dalam waktu satu pekan.

“Ada tiga aspek yang harus dipenuhi,” beber Luthfi.

“Satu, harus menunjuk pihak ketiga untuk melakukan asistensi atau kajian independen. Kedua, memastikan kebijakan tidak membahayakan dan membebani masyarakat. Ketiga, kenaikan harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi riil wilayah,” lanjutnya.

Namun, alih-alih melaporkan hasil kajian sesuai tenggat waktu, Pemkab Pati justru senyap. “Pasca rapat itu, tiga poin yang kami minta tidak pernah disampaikan kembali ke Pemprov Jateng. Kajiannya belum ada, belum sampai di sini,” ungkap Luthfi dengan nada kecewa.

Langkah sepihak inilah yang akhirnya memicu ledakan sosial pada Rabu (13/8/2025), saat ribuan warga turun ke jalan memprotes kebijakan yang dianggap mencekik.

Data Kontras dan Suara Rakyat yang Terluka

Langkah Pemkab Pati ini sangat kontras jika dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data dari berbagai sumber, saat Kabupaten Jombang memutuskan menaikkan PBB untuk optimalisasi PAD, Kabupaten Banyuwangi justru memilih bertahan dengan skema multitarif yang lebih berkeadilan untuk melindungi warganya.

Keputusan Bupati Sudewo tanpa kajian matang ini menyulut kemarahan publik yang mendalam. Salah satunya Paijan, warga yang rela menempuh perjalanan 12 jam dari Jakarta dengan Bajaj untuk ikut berdemonstrasi.

“Bupati belum setahun menjabat sudah seenaknya! Ini bukan menyejahterakan, tapi menyengsarakan rakyat kecil. Turunkan saja!” serunya dengan lantang di tengah aksi massa.

Suara Paijan mewakili luka dan kekecewaan ribuan warga Pati lainnya yang merasa kebijakan tersebut dipaksakan tanpa empati dan dasar yang jelas.

Hak Angket di Depan Mata, Nasib Bupati di Ujung Tanduk

Meski kebijakan kenaikan PBB 250% itu akhirnya dibatalkan oleh Bupati Sudewo di bawah tekanan massa, dampak politiknya sudah tak terbendung. Kini, DPRD Pati tengah serius membahas penggunaan Hak Angket yang dapat berujung pada proses pemakzulan.

Isak tangis bahkan sempat pecah dalam Rapat Pansus Pemakzulan, menandakan betapa gentingnya situasi politik di Pati.

Menanggapi hal ini, Gubernur Luthfi menyatakan akan menghormati sepenuhnya mekanisme yang berjalan di lembaga legislatif daerah.

“Semuanya kita berikan wadah yaitu di DPRD. Kita tunggu hasilnya dalam waktu 60 hari ke depan,” tuturnya.

Prahara PBB di Pati menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya tata kelola pemerintahan yang partisipatif, berbasis data, dan taat prosedur. Kini, nasib kepemimpinan Bupati Sudewo berada di tangan para wakil rakyat, sementara Pemprov Jateng bersiap melakukan pembinaan agar insiden serupa tak terulang kembali.

Exit mobile version