Cegah Gangguan Pendengaran sejak Dini, FK UM Kenalkan Kesehatan Telinga lewat Gamifikasi

Cegah Gangguan Pendengaran sejak Dini, FK UM Kenalkan Kesehatan Telinga lewat Gamifikasi
Setelah pelatihan, tim Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Malang (FK UM) dan para siswa melakukan foto bersama. (foto: ist)

INDONESIAONLINE – Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Malang (FK UM) kembali menggelar kegiatan positif bagi masyarakat. Kali ini, tim FK UM melaksanakan kegiatan bertajuk “Peningkatan Pengetahuan Anatomi dan Patologi Sistem Pendengaran dengan Metode Gamifikasi sebagai Preventif Trauma Akustik” di SMP PGRI 01 Dau, Kabupaten Malang.

Dalam pelatihan ini, tim FK UM dipimpin dr Andrew Halim SpTHTBKL FICS sebagai ketua. Dokter Andrew didampingi anggota dr Rohmatul Asiyah SKed MBiomed SpKj, dr Tisnalia Merdya Andyastanti MKes, dr Matius Dimas Reza Dana Ismaya, dan dr Didiek Darmadi TS SpB, serta mahasiswa kedokteran.

Program ini bertujuan membekali para siswa dengan pemahaman anatomi dan patologi dasar sistem pendengaran. Tujuannya agar mereka mampu menjaga kesehatan telinga sekaligus mencegah trauma akustik yang sering timbul akibat paparan suara bising atau kebiasaan mendengarkan musik keras melalui earphone.

Menurut dr Andrew Halim, edukasi semacam ini sangat penting diberikan sejak remaja karena mereka berada pada usia yang rentan terhadap gangguan pendengaran akibat gaya hidup yang kurang sehat. “Remaja sangat rentan terhadap kebiasaan mendengarkan musik keras lewat earphone atau berada di lingkungan bising. Edukasi preventif harus diberikan secara dini  agar gangguan pendengaran bisa dicegah,” ujarnya.

Siswa peserta pelatihan mempraktikkan game horse whisper. (foto; ist)

Dalam paparannya, dr Andrew juga menyinggung fenomena “sound horeg” yang kini marak di kalangan remaja, yakni tren memutar musik bersuara sangat keras di ruang publik. Sound horeg  menggunakan speaker portabel bertenaga tinggi.

Kebiasaan ini, ditambah penggunaan earphone secara berlebihan dalam durasi panjang, dapat menyebabkan trauma akustik yang menurunkan sensitivitas sel rambut di koklea secara perlahan namun permanen.

Karena itu, para siswa diajak memahami bahwa kerusakan pendengaran tidak selalu muncul mendadak, melainkan bisa terjadi perlahan tanpa disadari. Jadi, mereka diimbau untuk membatasi paparan suara keras dan memberi waktu istirahat pada telinga.

“Kami ingin anak-anak tahu bahwa pendengaran itu tidak bisa diperbaiki jika rusak. Maka, pencegahan adalah kunci,” tegas dr Andrew.

Gamifikasi: Belajar Jadi Seru dan Kompetitif

Materi anatomi dan patologi sistem pendengaran disampaikan dengan pendekatan gamifikasi yang interaktif agar siswa memahami konsep ilmiah dengan cara menyenangkan. Mereka diajak bermain Horse Whispered, yaitu permainan menyampaikan kalimat secara berantai, dan Quiz Bowl, kuis cepat antarkelompok untuk menjawab pertanyaan tentang sistem pendengaran.

Tes weber untuk menguji pendengaran. (foto: ist)

Suasana pembelajaran menjadi hidup karena siswa aktif berdiskusi dan berlomba menjawab pertanyaan dengan cepat. “Melalui gamifikasi, siswa bukan hanya mendengar teori, tapi juga terlibat aktif, saling berdiskusi, dan mengasah kecepatan berpikir. Ini membuat konsep yang sulit jadi menyenangkan,” terang dr Andrew Halim.

Selain kegiatan edukatif, tim FK UM juga melakukan pemeriksaan kesehatan telinga dan tes pendengaran untuk mendeteksi dini gangguan yang sering tak disadari. Pemeriksaan meliputi otoskopi, tes weber, hum test, dan tes bisik modifikasi.

Tim FK UM dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat di SMP PGRI 01 Dau, Kabupaten Malang. (foto: ist)

Program ini mendukung SDG 3 (good health and well-being) dan SDG 4 (quality education), sekaligus mengintegrasikan materi blok organ indra serta blok kedokteran komunitas dan pencegahan sehingga mahasiswa kedokteran dapat menerapkan ilmu langsung ke masyarakat. “Tujuan kami bukan hanya agar siswa memahami telinganya secara anatomi, tapi juga agar mereka peduli menjaga fungsi pendengarannya seumur hidup,” tutup dr Andrew Halim.

Melalui pendekatan edukatif ini, FK UM berharap membentuk generasi muda yang tanggap, peduli, dan sadar kesehatan pendengaran sejak dini. (rds/hel)