Dampak Ekonomi Lemah: Infak Masjid di Kota Batu Terjun Bebas

Dampak Ekonomi Lemah: Infak Masjid di Kota Batu Terjun Bebas
Ilustrasi infak di masjid. Kondisi ekonomi saat ini menyebabkan infak di masjid yang ada di Kota BAtu disebutkan menurun secara drastis (ai/io)

Perolehan infak di Masjid Darussholihin Kota Batu anjlok hingga 75% akibat perlambatan ekonomi nasional. Simak data Baznas dan upaya pemerintah daerah mendorong donasi ASN.

INDONESIAONLINE – Kondisi perekonomian nasional yang cenderung melambat mulai memunculkan dampak nyata pada aktivitas sosial keagamaan di daerah. Sejumlah masjid di Kota Batu mendapati penurunan drastis perolehan infak, mencerminkan prioritas pengeluaran masyarakat yang bergeser di tengah tekanan ekonomi. Salah satu yang paling terdampak adalah Masjid Darussholihin di Kelurahan Temas, yang mencatat penurunan donasi hingga 75% dalam kurun setahun terakhir.

Penasihat Takmir Masjid Darussholihin, Guswari, mengungkapkan bahwa masjid yang dikenal sebagai “Masjid Putih” itu kini hanya mampu mengumpulkan infak sekitar Rp 50-100 juta per minggu. Angka ini anjlok signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu mencapai Rp 200 juta per minggu.

“Sebelumnya per minggu sampai Rp 200 juta, sekarang sekitar Rp 50-100 juta saja,” ungkap Guswari belum lama ini.

Secara kalkulasi, perolehan infak bulanan Masjid Darussholihin pada tahun 2024 diproyeksikan hanya mencapai kisaran Rp 200-400 juta, atau sekitar Rp 2,4-4,8 miliar per tahun. Angka ini berbanding terbalik drastis dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai Rp 800 juta per bulan atau sekitar Rp 9,6 miliar per tahun.

Guswari mengakui bahwa lonjakan drastis perolehan infak tahun lalu tak lepas dari strategi unik yang diterapkan. Pihaknya memasang banner interaktif dengan tulisan provokatif: “Masjid Dijual Rp 3 juta per meter untuk tanah di surga”. Inisiatif ini berhasil memikat kaum muslimin untuk menyalurkan infak dalam jumlah besar.

Namun, ia menegaskan, faktor utama kemerosotan saat ini adalah kondisi ekonomi masyarakat yang melemah. “Tahun lalu juga keadaan (ekonomi masyarakat) masih stabil, tidak seperti sekarang,” tambahnya, merujuk pada daya beli yang menurun membuat masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan pribadi.

Penurunan daya beli masyarakat sejalan dengan beberapa indikator ekonomi makro. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun ekonomi Indonesia tumbuh stabil di angka 5,11% secara tahunan (YoY) pada kuartal I 2024, namun tekanan inflasi, terutama pada harga pangan, masih menjadi tantangan.

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) juga mengindikasikan bahwa meski optimisme konsumen terjaga, kecenderungan masyarakat untuk menahan atau mengurangi pengeluaran non-primer dan investasi bisa berimplikasi pada sektor donasi keagamaan. Laporan World Bank pada April 2024 juga menyoroti perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta global yang dapat menjalar ke negara berkembang, termasuk Indonesia, melalui sentimen pasar dan inflasi impor.

Kontras dengan Baznas dan Usulan Regulasi ASN

Di sisi lain, Ketua Baznas Kota Batu, Abu Sofyan, melaporkan bahwa perolehan infak yang dikelola lembaganya cenderung stabil, yakni mencapai rata-rata Rp 74-75 juta per bulan. Stabilitas ini didukung oleh fakta bahwa setoran infak Baznas sebagian besar berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Batu yang relatif memiliki pendapatan tetap.

“Mungkin ada penurunan kalau ada yang pensiun atau purna tugas hingga meninggal saja,” jelas Abu Sofyan.

Meski demikian, Abu Sofyan menyadari bahwa amal melalui infak tidak boleh ada unsur paksaan. Namun, untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan partisipasi, pihaknya merekomendasikan Wali Kota Batu untuk merevisi instruksi yang sudah ada dan membuat Peraturan Wali Kota (Perwali).

Perwali ini diharapkan menjadi payung hukum yang lebih kuat untuk mendorong semangat ASN dalam beramal. “Sehingga, ASN bisa lebih patuh dalam menyalurkan atau membayarkan infak,” imbuh Abu Sofyan, menyoroti pentingnya regulasi untuk memastikan program-program sosial Baznas tetap berjalan optimal di tengah tantangan ekonomi.

Penurunan drastis infak di Masjid Darussholihin menjadi pengingat nyata bagaimana fluktuasi ekonomi dapat memengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat, bahkan hingga ke ranah donasi keagamaan, memicu perlunya inovasi dan regulasi yang responsif (pl/dnv).