INDONESIAONLINE – Ancaman Arema FC untuk tidak lagi menggunakan Stadion Kanjuruhan sebagai kandang di sisa musim Liga 1 2024/2025 bukan sekadar reaksi spontan atas insiden pelemparan bus Persik Kediri. Lebih dari itu, ini adalah puncak akumulasi kekecewaan dan rasa tidak dihargai yang dialami manajemen Singo Edan selama bertahun-tahun.
General Manager Arema FC, Yusrinal Fitriandi, dalam pernyataannya pada Senin (12/5/2025), meluapkan apa yang disebutnya sebagai perjuangan “berdarah-darah” klub.
Selama tiga tahun, Arema berupaya mempertahankan eksistensi di tengah keterbatasan finansial akibat terusir dari kandang. Upaya kembali ke Kanjuruhan, yang diharapkan menjadi titik balik, justru disambut insiden yang mencoreng nama baik.
“Rasanya hanya cukup sisa tenaga, semangat, dan niat tulus mempertahankan klub ini. Kami terasa sudah berdarah-darah, sekuat daya dan upaya kami lakukan, namun hasilnya seakan-akan kita tidak dihormati di sini,” keluh Inal, sapaan akrabnya.
Ironisnya, setelah berinvestasi lebih dari Rp 1 miliar untuk peningkatan fasilitas dan keamanan demi memenuhi regulasi laga berisiko tinggi, insiden justru terjadi di zona 4, di luar kewenangan langsung panitia pelaksana (panpel). Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas koordinasi keamanan secara menyeluruh.
Lebih jauh, Inal menyoroti pergeseran ekspektasi suporter. Tiga tahun tanpa dukungan langsung, menurutnya, kini berganti menjadi “tuntutan kesempurnaan yang berlebihan.” Klub yang merasa telah berkorban banyak kini justru merasa menjadi sasaran empuk kritik dan cercaan, seolah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas setiap masalah, termasuk tindakan oknum tak bertanggung jawab.
Desakan agar polisi mengungkap pelaku pelemparan bus Persik menjadi penegasan bahwa Arema FC menuntut keadilan dan akuntabilitas. Namun, seruan Inal untuk “introspeksi semua pihak” menunjukkan bahwa masalah ini lebih kompleks, menyangkut ekosistem sepak bola Malang Raya secara keseluruhan.
Keputusan untuk mempertimbangkan hengkang dari Kanjuruhan adalah sinyal kuat bahwa kesabaran manajemen telah mencapai batasnya (hs/dnv).