Beranda

Di Balik Hattrick Juara: Ironi Atlet Binaraga Malang dan Kisah Ayam Tiren

Di Balik Hattrick Juara: Ironi Atlet Binaraga Malang dan Kisah Ayam Tiren
Tiga medali emas, satu perak, dan dua perunggu yang mengukuhkan Kontingen Binaraga Kabupaten Malang sebagai juara umum Porprov Jatim 2025 untuk ketiga kalinya berturut-turut (jtn/io)

Raih hattrick juara umum Porprov Jatim 2025, atlet binaraga Kabupaten Malang menyimpan kisah miris. Keterbatasan dana memaksa mereka konsumsi ayam tiren demi nutrisi. Sebuah kemenangan yang menampar realita pembinaan olahraga.

INDONESIAONLINE – Gemerlap tiga medali emas, satu perak, dan dua perunggu yang mengukuhkan Kontingen Binaraga Kabupaten Malang sebagai juara umum Porprov Jatim IX 2025 untuk ketiga kalinya berturut-turut, ternyata menyimpan cerita kelam di baliknya. Prestasi mentereng ini lahir dari perjuangan ekstrem, di mana para atlet terpaksa mengandalkan “ayam tiren” (mati kemaren) sebagai sumber protein vital mereka.

Sebuah ironi yang menusuk tajam: otot-otot baja yang dipamerkan di atas panggung megah itu, pernah ditempa oleh asupan nutrisi dari sumber yang jauh dari kata layak. Ini bukan sekadar kisah kemenangan, melainkan sebuah potret buram tentang realita pembinaan olahraga di daerah.

Jeritan Sunyi di Balik Otot Baja

Keterbatasan finansial menjadi hantu yang terus membayangi persiapan para atlet. Dukungan dana dari pemerintah daerah yang dinilai sangat minim memaksa mereka dan tim pelatih memutar otak. Demi menjaga asupan protein yang krusial untuk pembentukan massa otot, pilihan yang tak terbayangkan pun diambil.

“Iya, memang sempat mengkonsumsi ayam tiren,” aku Ketua Umum PBFI Kabupaten Malang, Indra Khusnul, dengan nada getir.

Pengakuan ini membuka tabir betapa beratnya jalan yang harus mereka tempuh. Ayam tiren, yang harganya jauh lebih murah, menjadi solusi darurat untuk memenuhi kebutuhan gizi. Sebuah pilihan berisiko yang diambil demi satu tujuan: mengharumkan nama daerah di arena kompetisi.

Perjuangan tidak berhenti di situ. Menjelang beberapa minggu sebelum pertandingan, kesadaran akan pentingnya nutrisi yang lebih baik mendorong mereka untuk beralih.

“Kami pakai (konsumsi) ayam segar biasa. Tapi itu dari dana pribadi,” lanjut Indra.

Pembuktian Mutlak di Arena Laga

Pengorbanan itu akhirnya terbayar lunas. Bertanding di Sasana Krida Universitas Negeri Malang (UM) pada 29 Juni hingga 1 Juli 2025, 11 atlet yang diturunkan menunjukkan mental juara sesungguhnya.

Mereka membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk mencetak prestasi tertinggi. Medali demi medali berhasil dikumpulkan. Untuk Emas diraih Salsa Hafidz Firmansyah (Men’s Sport +70 kg), Faaza Febriyan Arrifqi (Men’s Sport Over 170 cm), dan M. Zuhdi Ammar (Men’s Athletic Up to 165 cm). Medali Perak disabet Sheva Habib Fernanda (Men’s Sport Up to 170 cm) dan Perunggu oleh Yhan Herlambang (Men’s Athletic 175 cm) dan Shilmi Permatasari (Women Model).

Total enam medali mengantarkan mereka pada predikat hattrick juara umum, sebuah pencapaian fenomenal yang seharusnya disambut dengan gegap gempita.

Kini, para atlet tengah beristirahat sebelum kembali berlatih untuk Kejuaraan Provinsi (Kejurprov). Namun, di balik kelegaan, terselip sebuah harapan besar. Kemenangan ini bukanlah akhir, melainkan sebuah pesan kuat yang ditujukan kepada para pemangku kebijakan.

“Binaraga ini merupakan olahraga berpotensi untuk Kabupaten Malang, sehingga harapannya lebih diperhatikan lagi,” ujar Indra.

Permintaannya sederhana namun mendalam: “Kejadian kemarin yang sempat konsumsi ayam tiren itu kalau bisa jangan sampai terulang lagi.”

Gelar juara umum tiga kali berturut-turut adalah bukti sahih. Kini, bola ada di tangan pemerintah daerah. Apakah kemenangan heroik ini akan menjadi momentum perbaikan, atau kisah “ayam tiren” hanya akan menjadi catatan kaki yang terlupakan dalam sejarah olahraga Kabupaten Malang?

Prestasi sudah diberikan, kini perhatian dan dukungan yang ditagihkan (al/dnv).

Exit mobile version