Di Balik Tirai Teheran: Harta Karun Seni Barat yang Dunia Lupa

Di Balik Tirai Teheran: Harta Karun Seni Barat yang Dunia Lupa
Potret Russell Means, pemimpin Gerakan Indian Amerika, karya Andy Warhol (MAJID SAEEDI/GETTY IMAGES)

INDONESIAONLINEBayangkan mahakarya Picasso, Warhol, Bacon, Pollock, bukan menghiasi dinding museum-museum ikonik Paris, New York, atau London, melainkan tersembunyi di jantung Teheran.

Ibukota Iran ini menyimpan sebuah paradoks seni yang mencengangkan: koleksi seni modern dan kontemporer Barat yang begitu kaya dan signifikan, namun nyaris tak tersentuh oleh mata dunia.

‘Mural On Indian Red Ground’ karya Jackson Pollock di Museum Seni Kontemporer Teheran, September 1999 (KAVEH KAZEMI/GETTY IMAGES)

Di bawah permukaan kota yang bergejolak, di lorong-lorong sunyi Museum Seni Kontemporer Teheran (TMoCA), bersemayam lukisan-lukisan legendaris yang jarang sekali dipamerkan sejak Revolusi Iran 1979. Selama puluhan tahun, karya-karya agung ini seperti tertidur, menjadi legenda urban di kalangan kurator dan sejarawan seni, whispered about namun tak pernah benar-benar terlihat.

Koleksi TMoCA bukan sekadar kumpulan lukisan; ini adalah kapsul waktu, fragmen sejarah seni yang terputus dari alur narasi global.

Gelombang politik, perubahan nilai budaya, dan arus balik sejarah telah mengurung Picasso, Van Gogh, Warhol – dan banyak lagi – di balik pintu-pintu ruang penyimpanan, menjauhkan mereka bukan hanya dari publik Iran, tetapi juga dari mata dunia seni yang haus akan penemuan.

Seorang perempuan Iran terlihat berjalan melewati lukisan Pablo Picasso, seorang seniman abad ke-20, setelah peresmian pameran “Modern Art Movement” (BEHROUZ MEHRI/GETTY IMAGES)

Museum Seni Kontemporer Teheran

Museum ini sendiri adalah sebuah paradoks. Dibangun pada tahun 1977 atas inisiatif Farah Pahlavi, permaisuri terakhir Iran yang progresif dan pecinta seni, TMoCA didirikan sebagai jembatan budaya, wadah pertukaran antara Iran dan dunia seni internasional.

Museum Seni Kontemporer Teheran rampung dibangun pada tahun 1977 (kamran diba)

Ratu Farah, dengan visi jauh ke depan, mengumpulkan karya-karya visioner modernis Iran dan legenda seni Barat, menciptakan sebuah oasis artistik di Timur Tengah.

Namun, revolusi mengubah segalanya. Seni yang dulu dianggap sebagai simbol kemajuan dan pertukaran budaya, kini dipandang dengan curiga. Ketelanjangan, tema-tema agama yang sensitif, atau bahkan implikasi politik dalam karya seni Barat, membuat sebagian besar koleksi dianggap “tidak pantas” untuk dipamerkan di ruang publik Iran pasca-revolusi.

Lukisan Renoir tentang wanita dengan blus terbuka dianggap vulgar. Potret Warhol tentang Ratu Farah, yang dulu dipuja, kini terlalu politis – bahkan dirusak oleh kemarahan revolusi. Sebagian besar koleksi pun terpaksa mengungsi ke ruang bawah tanah, menjadi misteri yang semakin pekat seiring waktu.

Sejarawan seni Hamid Keshmirshekan, yang meneliti koleksi ini, menyebutnya sebagai “salah satu koleksi seni modern terlangka di luar Barat.”

Ini bukan sekadar kumpulan karya, tetapi sebuah arsip visual dari gerakan seni penting abad ke-20, dari ekspresionisme abstrak hingga pop art, terjebak dalam ruang dan waktu.

Namun, kisah TMoCA bukan kisah kehilangan sepenuhnya. Di akhir tahun 1990-an, di bawah kepemimpinan presiden reformis Mohammad Khatami, museum ini mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Dunia seni internasional, yang selama ini mengabaikan Teheran, tiba-tiba tersentak.

“Van Gogh? Dali? Monet? Di Teheran?” Keraguan berubah menjadi kekaguman, kemudian menjadi rasa penasaran yang mendalam.

Beberapa karya dari koleksi rahasia ini mulai dipinjamkan ke pameran-pameran bergengsi di Eropa dan Amerika Serikat. Picasso, Bacon, Pollock – nama-nama besar ini kembali berinteraksi dengan dunia seni global, meskipun hanya sebagian kecil dari keseluruhan harta karun yang terungkap.

TMoCA masih berjuang dengan keterbatasan anggaran dan perubahan kebijakan politik. Namun, di tengah segala tantangan, museum ini tetap berdiri sebagai benteng budaya yang unik, “penjaga” tak lazim bagi mahakarya seni modern di jantung kota Teheran.

Koleksinya, yang sebagian besar masih tersembunyi, terus menjadi saksi bisu ambisi artistik masa lalu, dan kekuatan abadi kreativitas yang mampu bertahan melewati pasang surut sejarah.

Beberapa permata tersembunyi TMoCA, yang mungkin hanya bisa Anda saksikan di Teheran:

  • “The Painter and His Model” karya Pablo Picasso: Kanvas terbesar Picasso dari tahun 1927, abstraksi simbolis kemanusiaan dalam palet warna terbatas.

  • “Old Man with his Head in his Hands” karya Van Gogh: Salah satu litograf langka dari kampanye litografi pertama Van Gogh tahun 1882, jendela ke dalam jiwa sang seniman.

  • “Two Figures Lying on a Bed with Attendants” karya Francis Bacon: Ekspresionisme yang brutal dan jujur, berdialog ironis dengan potret Ayatollah Khomeini di ruang penyimpanan museum.

  • “Reclining Figure” karya Henry Moore: Patung ikonik yang menggambarkan harmoni manusia dan alam, menghiasi halaman museum.

  • “Mural on Indian Red Ground” karya Jackson Pollock: Ledakan energi dan emosi dalam teknik action painting khas Pollock.

  • Potret Farah Pahlavi karya Andy Warhol: Perpaduan unik pop art Warhol dengan sejarah budaya Iran, potret yang selamat dari badai revolusi.

  • “Walking Man I” karya Alberto Giacometti: Figur memanjang dan rapuh, simbol kesepian dan perjuangan eksistensial manusia.

  • “The Opportunist” karya Jean Dubuffet: Tantangan terhadap estetika tradisional, seni art brut yang kasar namun mendalam.

  • “The Healer” karya Rene Magritte: Patung perunggu surealis yang mewujudkan dunia mimpi Magritte dalam tiga dimensi.

  • “Keith Mezzotint” karya Chuck Close: Fotorealistik yang menakjubkan, eksplorasi detail dan abstraksi dalam potret.

Koleksi TMoCA adalah pengingat bahwa seni tidak mengenal batas geografis atau ideologis. Di balik tirai politik dan budaya yang kompleks, di Teheran, tersembunyi sebuah harta karun yang menunggu untuk ditemukan kembali, sebuah dialog seni yang tertunda, dan sebuah kisah yang belum sepenuhnya diceritakan.