Dialog Soto: Duka Ojol & Janji Damai Wali Kota Malang

Dialog Soto: Duka Ojol & Janji Damai Wali Kota Malang
Wali Kota Malang wahyu Hidayat saat melakukan dialog santai bersama para driver ojol (jtn/io)

Di balik sarapan soto bersama Wali Kota Malang, terungkap duka dan aspirasi komunitas ojol. Sebuah dialog informal untuk menjamin keamanan di tengah bayang-bayang tragedi dan solidaritas jalanan.

INDONESIAONLINE – Aroma kuah soto daging yang mengepul di sebuah warung sederhana di kawasan Urek-Urek, Kota Malang, menjadi saksi bisu sebuah dialog yang tak biasa. Di antara ratusan jaket hijau yang memadati tempat itu, Rabu (3/9/2025), duduk Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. Ini bukan sekedar acara seremonial; ini adalah upaya mendengarkan kembali rasa aman yang sempat terkoyak di denyut nadi jalanan.

Pagi itu, Wahyu Hidayat menanggalkan sekat formalitas birokrasi. Ia memilih mangkuk soto sebagai jembatan dialog dengan 350 pengemudi ojek online (ojol), gelombang pertama dari total 700 pengemudi yang diundang. Tujuannya jelas: menyerap langsung kegelisahan mereka yang setiap hari bertaruh di aspal.

“Kami ingin ngobrol santai, berembuk sambil makan. Pendekatan informal seperti ini jauh lebih efektif untuk mendengar suara mereka yang sebenarnya,” ungkap Wahyu di sela-sela acara.

Langkah ini diambil bukan tanpa sebab. Suasana Kota Malang sempat tegang pasca-aksi membekukan beberapa waktu lalu. Bagi pengemudi ojol, situasi yang tidak nyaman berarti dapur yang tidak mengepul. Ketakutan menyebar, membuat mereka enggan menarik penumpang dan kehilangan pendapatan harian.

“Mereka ingin Malang kembali damai dan nyaman seperti dulu. Satu hari saja ada gejolak, mereka langsung mengeluh tidak bisa bekerja. Ini yang harus kita jaga bersama,” jelas Wahyu.

Di Balik Isu Keamanan, Ada Duka yang Mendalam

Namun, di tengah perbincangan tentang keamanan kota, terselip sebuah duka yang lebih personal. Diah Indriwati, salah satu perwakilan ojol dari komunitas PK Semar, mengungkapkan bahwa aspirasi mereka lebih dari sekedar jaminan keamanan kerja.

Komunitasnya baru saja menggelar doa bersama di Simpang Balapan. Bukan untuk membakar, melainkan sebagai bentuk solidaritas senyap untuk rekan mereka, Affan Kurniawan. Driver ojol asal Malang itu meninggal dunia secara tragis setelah terlindas kendaraan taktis Brimob dalam sebuah kejadian di Jakarta.

“Awalnya ini murni solidaritas, karena teman kami bersumpah. Kami berdoa bersama, tidak ada perusak, karena kami sangat menghargai dan ingin tetap ‘Jogo Malang’ tetap kondusif,” ujar Diah dengan suara tegas.

Tragedi Affan menjadi luka kolektif bagi para “pejuang jalanan”. Mereka tidak hanya menuntut keadilan hukum yang tuntas, namun juga menyuarakan harapan yang lebih manusiawi. Mengingat Affan adalah tulang punggung keluarga, masyarakat berharap ada uluran tangan dari pemerintah.

“Affan masih punya adik yang butuh sekolah dan ayah yang perlu pekerjaan. Kami berharap ada fasilitasi, mungkin beasiswa untuk adiknya atau lapangan kerja untuk ayahnya, agar ekonomi keluarga yang ditinggalkan tetap berjalan,” pungkas Diah mewakili harapan ribuan rekannya.

Menangapi aspirasi tersebut, Wahyu Hidayat berjanji akan membahasnya lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa negara akan hadir untuk memastikan keamanan dan ketenangan warganya.

“Forkopimda sudah berkoordinasi. Saya tekankan, Malang aman. Mereka (ojol) bisa kembali bekerja seperti biasa tanpa rasa takut,” tandasnya.

Sarapan soto di Urek-Urek pagi itu pun menjadi lebih dari sekadar makan bersama. Ia menjadi simbol bahwa di tengah riuh isu perkotaan, ada suara-suara lirih yang perlu didengar, ada duka yang perlu dikasihani, dan ada janji keamanan yang harus ditepati, bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan kehadiran nyata negara di setiap jengkal aspal kota (rw/dnv).