Di sudut sunyi Tulungagung, tangisan bayi terbungkam selamanya oleh tangan ibunya. Hasil autopsi ungkap luka memar dan detik-detik panik yang berujung maut di dalam ember. Sebuah tragedi tentang keputusasaan dan misteri yang belum usai.
INDONESIAONLINE – Senja baru saja turun di Desa Sanggrahan, Boyolangu, ketika sebuah gundukan tanah yang janggal di samping rumah warga merusak keheningan. Di bawahnya, terbungkus sweater hitam dan kain kotak-kotak, bersemayam jasad mungil yang tak sempat mengenal dunia. Sebuah rahasia kelam yang terkubur bersama tangisan terakhirnya.
Kini, bisikan dari ruang autopsi RSUD dr. Iskak Tulungagung mulai mengungkap tabir tragedi itu. Hasil forensik bukan sekadar data; ia adalah gema dari napas pertama dan terakhir sang bayi, sebuah narasi pilu yang menyeret kita ke dalam sebuah malam penuh kepanikan di akhir Juli.
Di Balik Pintu Sunyi: Pengakuan Getir Sang Ibu Muda
Malam itu, Rabu (30/7/2025), dinding-dinding rumah kontrakan yang ditinggali MA (23) seorang diri menjadi saksi bisu. Di tengah sunyi, seorang bayi mungil baru saja menghirup udara dunia untuk pertama kali. Namun, alih-alih menjadi simfoni kebahagiaan, tangisannya yang pecah justru menjadi lonceng kepanikan bagi sang ibu.
MA, dalam kesendirian dan kebingungannya, mencoba menenangkan darah dagingnya. Setetes susu UHT, lalu jari yang ditempelkan ke mulut kecil itu. Usaha yang sia-sia. Tangisan itu tak kunjung reda, justru kian kencang, seolah hendak mengabarkan eksistensinya pada dunia.
Kepanikan merayap seperti kabut pekat. Takut suaranya terdengar tetangga, takut rahasianya terbongkar. Dalam sepersekian detik yang fatal, logika terkikis oleh rasa cemas yang membuncah.
Sebuah ember berisi air menjadi pilihan mengerikan. MA, dalam pengakuannya kepada polisi, spontan memasukkan kepala bayinya ke dalam air selama beberapa detik. Hanya beberapa detik, katanya, untuk membungkam suara itu.
Ia mengangkatnya kembali. Jasad mungil itu masih bernapas, masih memeluk sisa-sisa kehidupan. MA memeluknya, menidurkannya, mungkin berharap semua ini hanya mimpi buruk. Namun, keesokan paginya, napas itu benar-benar telah berhenti.
Bisikan Forensik: Luka dan Napas yang Terenggut
Tim Forensik Polda Jawa Timur membongkar kebisuan itu. Hasil autopsi mengonfirmasi kenyataan paling pahit: bayi malang itu lahir dalam keadaan hidup dan sehat. Udara telah memenuhi paru-parunya.
“Hasil autopsi menunjukkan bayi lahir dalam kondisi hidup. Ditemukan juga dua luka memar di bagian leher, yang bisa jadi akibat cekikan atau tarikan saat proses persalinan,” ungkap Kanit Reskrim Polsek Boyolangu, Aiptu Wahyudi, Senin (4/8/2025).
Memar itu menjadi teka-teki baru. Apakah itu tanda kekerasan lain, atau buah dari kepanikan saat persalinan tanpa bantuan?
Saat dikuburkan pada Kamis (31/7) pagi, jasad itu dibungkus sweater hitam dan kain. Namun, menurut Aiptu Wahyudi, ada detail yang mengerikan.
“Pada saat dimasukkan ke dalam liang lahat, jasadnya tidak dibungkus apa-apa,” tuturnya. Sebuah gambaran akhir yang dingin dan sepi.
Jerat Baby Blues dan Keputusasaan: Perspektif Psikologis
Kasus ini lebih dari sekadar berita kriminal. Ia adalah cermin dari tekanan psikologis hebat yang bisa menimpa seorang ibu baru, terutama yang terisolasi tanpa dukungan.
Menurut Dr. Livia Kusumawardhani, M.Psi., Psikolog, seorang psikolog klinis yang fokus pada kesehatan mental perinatal, kondisi yang dialami MA bisa jadi merupakan manifestasi ekstrem dari kepanikan pasca-melahirkan, yang seringkali dipicu oleh kondisi yang dikenal sebagai baby blues atau bahkan depresi pascapersalinan (postpartum depression).
“Seorang ibu yang baru melahirkan, apalagi sendirian tanpa dukungan suami atau keluarga, berada dalam kondisi fisik dan emosional yang sangat rentan,” jelas Dr. Livia.
“Perubahan hormon yang drastis, kelelahan, dan tekanan sosial bisa memicu kepanikan akut. Dalam kondisi panik, kemampuan seseorang untuk berpikir rasional bisa lumpuh total. Tindakan impulsif yang di kemudian hari sangat disesali bisa terjadi dalam hitungan detik.”
Data dari Asosiasi Psikologi Klinis (IPK) Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 7 ibu baru mengalami gejala depresi pascapersalinan. Angka ini bisa lebih tinggi pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan atau kurangnya dukungan sosial.
“Tindakan MA, meski tak dapat dibenarkan, harus dilihat sebagai puncak gunung es dari masalah kesehatan mental ibu yang seringkali tak terlihat dan tak terdengar,” tambah Dr. Livia.
Jejak Ayah Biologis dan Misteri yang Tersisa
Penyelidikan belum berakhir. Polisi masih mendalami penyebab pasti kematian bayi dengan mengirim sampel tulang paha bayi serta darah dan urin MA untuk pemeriksaan forensik lanjutan.
Di tengah semua ini, secercah petunjuk lain muncul. Polisi kini telah mengantongi identitas pria yang diduga merupakan ayah biologis dari bayi tersebut. Kehadirannya mungkin akan membuka kotak pandora baru, menjawab pertanyaan tentang mengapa MA melalui semua ini sendirian.
Kisah dari Sanggrahan ini meninggalkan luka yang dalam. Tentang seorang ibu muda yang terjerat dalam kepanikannya sendiri, dan seorang bayi yang tangisannya tak pernah sempat didengar dunia, kecuali oleh dinding yang bisu dan ember berisi air yang menjadi saksi bisu akhir hidupnya yang singkat (ab/dnv).