INDONESIAONLINE – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mengambil tindakan tegas pasca-bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq secara resmi menginstruksikan penghentian sementara kegiatan tiga entitas usaha yang beroperasi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga.
Keputusan penangguhan sementara ini dikeluarkan menyusul inspeksi mendadak melalui jalur udara dan darat yang dilakukan Menteri Hanif di wilayah hulu DAS. Verifikasi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab bencana, mengevaluasi seberapa jauh aktivitas bisnis berkontribusi terhadap peningkatan risiko banjir dan longsor, serta memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar perlindungan lingkungan.
Tiga Perusahaan Terdampak Sanksi Administrasi
Tiga perusahaan yang kegiatannya dihentikan sementara adalah:
- PT Agincourt Resources (perusahaan tambang)
- PT Perkebunan Nusantara III/PTPN III (perusahaan produsen kelapa sawit milik negara)
- PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) (pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air/PLTA Batang Toru)
Berdasarkan temuan di lapangan, pemerintah mewajibkan ketiga perusahaan tersebut untuk menjalani audit lingkungan sebagai langkah pengendalian segera terhadap tekanan ekologis di hulu DAS, yang fungsinya sangat penting bagi keselamatan masyarakat.
”Terhitung mulai 6 Desember 2025, semua perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan sementara aktivitas operasional dan wajib mengikuti audit lingkungan. Kami sudah menjadwalkan panggilan resmi untuk pemeriksaan ketiga perusahaan tersebut pada 8 Desember 2025 di Jakarta,” jelas Hanif dalam pernyataan resminya, Sabtu (6/12/2025).
Ancaman Hukum dan Pengetatan Izin
Menanggapi kondisi curah hujan ekstrem yang mencapai lebih dari 300 mm per hari, Hanif menekankan pentingnya evaluasi komprehensif terhadap semua kegiatan usaha di kawasan tersebut.
”Kami memandang pemulihan lingkungan harus dilakukan sebagai kesatuan lanskap. Kami akan menghitung tingkat kerusakan, menilai aspek hukum, dan tidak menutup kemungkinan akan adanya proses pidana jika ditemukan pelanggaran yang terbukti memperparah dampak bencana,” tegas Hanif.
Untuk memitigasi risiko di masa depan, KLH/BPLH akan memperketat proses verifikasi persetujuan lingkungan dan kesesuaian tata ruang, khususnya bagi kegiatan yang berlokasi di lereng curam, hulu DAS, dan alur sungai.
”Kami tidak akan ragu menerapkan sanksi tegas atas setiap pelanggaran. Penegakan hukum lingkungan adalah instrumen utama kami dalam melindungi masyarakat dari bencana yang seharusnya bisa dicegah,” tambahnya.
Indikasi Pembukaan Lahan Masif
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH/BPLH Rizal Irawan menambahkan bahwa hasil pengamatan udara menunjukkan adanya pembukaan lahan secara masif. Aktivitas ini secara signifikan menambah tekanan pada DAS, yang berujung pada erosi besar-besaran dan aliran material kayu.
”Dari pandangan helikopter, terlihat jelas pembukaan lahan terkait pembangunan PLTA, hutan tanaman industri, pertambangan, dan perkebunan sawit. Tekanan ini memicu volume besar material kayu dan erosi. Pengawasan akan kami perluas ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumatera Utara,” ungkap Rizal.
KLH/BPLH berkomitmen melanjutkan verifikasi lapangan terhadap perusahaan lain yang terindikasi memberikan kontribusi signifikan terhadap kerusakan lingkungan di Sumatera, menjadikan penegakan hukum sebagai fondasi pencegahan bencana ekologis. (hsa/hel)
