Diduga Salah Perencanaan, Pemkab Situbondo Defisit Rp 51 Miliar

Diduga Salah Perencanaan, Pemkab Situbondo Defisit Rp 51 Miliar
Defisit anggaran terjadi di Pemkab Situbondo sekitar Rp 51 miliar dan membuat anggota Anggota Komisi IV DPRD Tolak Atin angkat bicara (ist)

INDONESIAONLINE – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo terjerumus dalam defisit anggaran yang mengkhawatirkan, yakni mencapai Rp 51 miliar. Dugaan sementara, kesalahan fatal dalam perencanaan anggaran menjadi biang keladi, khususnya dalam memproyeksikan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 2023 yang terlalu tinggi, yaitu Rp200 miliar.

Akibatnya fatal. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi korban, terpaksa menelan pil pahit refocusing program dan pergeseran anggaran. Dampak paling parah dirasakan oleh Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pemukiman (DPUPP) dengan pemangkasan anggaran mencapai Rp40 miliar.

“Proyek yang sudah berjalan pun terancam mandek. Bayangkan, perencanaan sudah matang, proyek berjalan sesuai kontrak, tiba-tiba di-refocusing Rp40 miliar. Ini bisa kacau!” ungkap Tolak Atin Anggota Komisi IV DPRD Situbondo dengan nada geram saat dihubungi Senin (5/8/2024).

Tolak membeberkan bahwa hampir semua dinas mengalami pemangkasan anggaran, seperti Dinas Sosial (Rp1,5 miliar) dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Koperasi (Diskoperindag) sebesar Rp1,7 miliar. Hanya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang tampaknya lolos dari gelombang refocusing.

Lebih lanjut, Tolak menyayangkan sikap pemerintah daerah yang terkesan “berhalusinasi” dalam memproyeksikan SILPA. Padahal, SILPA yang besar justru menunjukkan ketidakmampuan dalam menyerap anggaran dengan optimal.

“Dana BLUD tiga rumah sakit pun kabarnya akan dikeruk untuk menutupi defisit ini. Sehat-nya saja masih nunggak Rp3,9 miliar ke rumah sakit, ini malah mau narik dana BLUD. Wajar jika 5 dokter spesialis di RSUD mengundurkan diri, uangnya saja tidak ada!” cecar Tolak.

Ambisi membangun GOR baru di Panarukan juga dituding menjadi salah satu penyebab defisit. Upaya “memaksa” pembangunan GOR berujung pada refocusing program yang merugikan banyak pihak.

DPRD Situbondo telah mengambil langkah koordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi atas permasalahan ini.

Sementara itu, Moh. Rasidi, Dosen Ekonomi Universitas Nurul Jadid menegaskan bahwa defisit anggaran memang diperbolehkan, namun dengan batasan maksimal 3% dari Produk Regional Bruto (PRB).

“Defisit anggaran yang besar biasanya terjadi karena kesalahan perencanaan. Akibatnya, ketersediaan anggaran di APBD terganggu, program terhambat, dan kinerja OPD pun terganggu,” jelas Rasidi.

Rasidi juga menyoroti pentingnya konsistensi dalam pengelolaan APBD. Pergeseran anggaran yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa komunikasi yang baik dengan legislatif akan memicu konflik kepentingan dan merugikan masyarakat.

Hingga berita ini diturunkan, Ketua TAPD Kabupaten Situbondo, Wawan Setiawan, belum memberikan keterangan resmi terkait permasalahan defisit anggaran ini (wbs/dnv).