INDONESIAONLINE – Yoyok Widoyoko, direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pasuruan, resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejari Kabupaten Blitar. Yoyok dianggap merugikan negara hingga Rp770 juta.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup kuat.
Plh Kepala Kejari Kabupaten Blitar Andrianto Budi Santoso menjelaskan bahwa kasus korupsi ini terjadi pada tahun 2020 ketika Yoyok masih menjabat sebagai direktur PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar. Kala itu, Yoyok bertanggung jawab atas dua proyek pengeboran air di wilayah Kademangan dan Kesamben, Kabupaten Blitar.
“Pengerjaan dua proyek ini dilakukan asal-asalan dan tidak sesuai spesifikasi sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 770 juta,” ujar Andrianto.
Yoyok menjabat direktur PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar sejak 2018 hingga 2022. Dia kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka, Yoyok langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Blitar. Langkah penahanan ini, menurut Andrianto, dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan dan mencegah upaya penghilangan barang bukti.
Andrianto menegaskan bahwa penyidik telah mengantongi dua alat bukti yang kuat untuk menjerat Yoyok. Meski demikian, ia menyatakan kasus ini masih dalam pengembangan. “Kami masih terus memeriksa sejumlah saksi untuk menggali keterlibatan pihak lain. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini,” ujarnya.
Penetapan Yoyok sebagai tersangka menambah daftar kasus korupsi yang mencoreng nama institusi pengelola air bersih di daerah. Proyek pengeboran yang seharusnya menjadi solusi kebutuhan air bagi masyarakat justru berujung pada kerugian keuangan negara. Kejari Kabupaten Blitar menilai bahwa praktik ini tak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengecewakan masyarakat yang berharap pada perbaikan layanan air bersih.
Proyek pengeboran air di Kademangan dan Kesamben merupakan bagian dari program pemerintah daerah untuk memperluas jaringan distribusi air bersih. Namun, penyidik mendapati pengerjaan proyek tidak sesuai dengan rencana anggaran dan spesifikasi teknis. Akibatnya, kedua pengeboran tersebut tidak berfungsi maksimal dan gagal memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat.
Penetapan Yoyok sebagai tersangka ini menjadi peringatan bagi pejabat daerah agar lebih berhati-hati dalam mengelola proyek publik. Kasus ini sekaligus menunjukkan bahwa pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah masih perlu ditingkatkan untuk mencegah penyimpangan serupa terjadi di masa mendatang.
Kejari Kabupaten Blitar berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab ke meja hijau. “Kami akan bekerja maksimal agar keadilan bisa ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan,” kata Andrianto.
Yoyok kini menghadapi jeratan hukum yang serius. Jika terbukti bersalah, ia dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur ancaman pidana penjara dan denda berat. Penyidikan kasus ini dipastikan akan terus bergulir hingga seluruh fakta terungkap dan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya.
Kasus ini menambah deretan persoalan hukum yang melibatkan pejabat daerah, sekaligus membuka mata publik tentang masih maraknya praktik korupsi dalam pengelolaan proyek infrastruktur. Di tengah harapan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas, kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk menindak tegas siapa pun yang terbukti merugikan negara.