INDONESIAONLINE – Kabupaten Blitar semakin memantapkan langkahnya menuju sentra tembakau nasional berbasis riset. Dukungan penuh datang dari DPRD Kabupaten Blitar terhadap program uji coba pupuk tembakau yang digagas Kementerian Pertanian. Inisiatif ini dipandang krusial dalam mentransformasi budidaya tembakau dari tradisi ke pendekatan ilmiah dan berkelanjutan.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Muhammad Rifai, Selasa (10/6/2025) menegaskan bahwa program uji pupuk selama tiga tahun ke depan adalah fondasi penting bagi sektor pertanian, khususnya komoditas tembakau. Ia menekankan perlunya pembangunan pertanian modern yang bertumpu pada data valid, bukan lagi sekadar kebiasaan turun-temurun.
“DPRD menyambut baik program ini karena menunjukkan komitmen pemerintah pusat untuk membangun pertanian kita secara serius dan berkelanjutan,” ujar Rifai.
Ia menambahkan bahwa adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya berbasis uji lapangan akan menjadi panduan esensial bagi petani, penyuluh, dan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan.
Program uji pupuk ini dilaksanakan oleh Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Pemanis dan Serat (BPTPPS) Kementerian Pertanian. Pada tahun pertama, fokus uji coba adalah dua varietas tembakau lokal Blitar, yaitu Kenongo dan Lulang.
Lahan seluas satu hektare digunakan untuk menanam dengan berbagai variasi dosis pupuk, baik organik maupun kimia, guna menemukan formulasi terbaik.
“Ketika bicara masa depan pertanian tembakau Blitar, kita tidak bisa lagi mengandalkan intuisi. Harus ada hasil uji lapangan yang terukur, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat direplikasi,” tegas Rifai, seraya berharap SOP berbasis data ilmiah akan mengarahkan setiap anggaran bantuan pertanian agar tepat sasaran.
“Kita tidak ingin petani jalan sendiri. Negara harus hadir, dengan ilmu, dengan alat, dan dengan strategi,” tegasnya.
Sejak 2021, Kementerian Pertanian telah melepas lima varietas lokal Blitar—Kalituri, Mancung, Lulang, Sedep, dan Kenongo—yang memiliki potensi besar sebagai komoditas unggulan nasional. Ketersediaan benih dasar telah dipastikan sejak 2021, disusul produksi benih sebar untuk 10 ribu hektare lahan sejak 2023.
Rifai mengamati bahwa pengembangan varietas lokal seringkali terhenti di tahap benih. “Yang kita lihat berbeda dari program ini adalah kesinambungan. Setelah benih dilepas, ada pendampingan, ada SOP, dan ada laboratorium pendukung yang mumpuni,” jelasnya.
Delapan laboratorium milik BPTPPS di Malang menjadi tulang punggung riset ini. Laboratorium tersebut telah terakreditasi ISO 17025 dan mampu mendukung berbagai pengujian, mulai dari mutu benih, kandungan kimia, hingga analisis molekuler. Rifai menyebut fasilitas ini sebagai jaminan akurasi dan aplikabilitas hasil riset.
Bagi Rifai, Blitar memiliki modal sosial dan geografis yang lengkap untuk menjadi sentra tembakau nasional. Selain lahan subur dan pengalaman panjang petani, kini hadir pula sokongan riset dan dukungan kelembagaan dari pusat.
“Ini bukan hanya program Kementan. Ini gerakan bersama. DPRD akan terus mengawal dan mendukung agar hasil dari riset ini betul-betul sampai ke tangan petani,” janji Rifai.
Ia juga mendorong pemerintah kabupaten untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat, khususnya dalam penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan petani. Menurutnya, inovasi hanya akan bermakna jika dipahami dan diterapkan oleh pelaku utama di lapangan.
Langkah Kementerian Pertanian ini menandai sebuah hal penting: bahwa petani bukan sekadar objek, melainkan subjek yang perlu dilibatkan aktif dalam transformasi pertanian. Di Blitar, babak baru itu telah dimulai, menjadikan riset sebagai arah dan kemitraan sebagai kuncinya (ar/dnv).