DPRD Jatim Soroti Ketimpangan Anggaran Kesehatan: Belanja Kuratif Mendominasi, Pencegahan Minim

DPRD Jatim Soroti Ketimpangan Anggaran Kesehatan: Belanja Kuratif Mendominasi, Pencegahan Minim
Juru Bicara Banggar DPRD Jatim Jairi Irawan menyampaikan laporan dalam Rapat Paripurna, Rabu (28/5/2025). Di mana DPRD Jatim melakukan kritik tajam atas minimnya anggaran kesehatan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan (promotif-preventif) (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Realisasi belanja di sektor kesehatan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menuai kritik keras dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim. Pasalnya, anggaran kesehatan dinilai timpang, dengan mayoritas dana dialokasikan untuk program penyembuhan penyakit (kuratif) dan sangat minim untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan (promotif-preventif).

Sorotan ini menjadi salah satu poin utama dalam laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024. Laporan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna pada Rabu, 28 Mei 2025.

Juru Bicara Banggar DPRD Jatim, Jairi Irawan, mengungkapkan bahwa hampir seluruh realisasi Belanja Daerah bidang kesehatan Pemprov Jatim diperuntukkan bagi program kuratif atau pengobatan. Hanya sebagian kecil yang tersisa untuk program-program promotif dan preventif.

“Fakta ketimpangan proporsi belanja bidang kesehatan masih dominan pada belanja untuk program kuratif yang mencapai 90 persen, hanya 10 persen diperuntukkan untuk belanja program promotif dan preventif,” tegas Jairi dalam Paripurna.

Desakan Peningkatan Anggaran Preventif-Promotif

Promotif dan preventif adalah dua pilar penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Promotif berfokus pada peningkatan kesehatan melalui edukasi dan promosi gaya hidup sehat, sedangkan preventif bertujuan mencegah penyakit atau mendeteksinya sejak dini. Banggar DPRD Jatim menilai kedua layanan ini krusial dan harus ditingkatkan.

Untuk memperkuat efektivitas kebijakan anggaran sektor kesehatan, Banggar mendesak Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk merealisasikan 40 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 72 Tahun 2024.

“Agar diprioritaskan untuk meningkatkan layanan kesehatan promotif dan preventif, serta meningkatkan ketercapaian rasio Universal Health Coverage (UHC) pada semua kabupaten/kota di Jawa Timur,” lanjut Jairi, menekankan pentingnya pemerataan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi warga Jatim.

Kemandirian Fiskal RSUD Rendah, DPRD Dorong Subsidi Silang

Selain masalah proporsi anggaran kesehatan, Banggar DPRD Jatim juga menyoroti tingkat kemandirian fiskal Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah (BLUD RSUD) di wilayah tersebut. Jairi Irawan menyebut, rata-rata rasio kemandirian fiskal dari 14 BLUD RSUD milik Pemprov Jatim masih berada di angka 70 persen.

“Hanya RSUD Syaiful Anwar (Malang) dan RSUD dr. Soetomo (Surabaya) yang rasio kemandirian fiskalnya di kisaran 90 persen,” tandas politisi Partai Golkar tersebut, menyoroti disparitas kemandirian finansial antar-RSUD.

Menyikapi kondisi ini, Banggar mendorong penerapan kebijakan subsidi silang antar-BLUD. Harapannya, surplus pendapatan dari RSUD yang sudah mapan dapat disalurkan untuk memperkuat RSUD lain yang masih lemah secara fiskal. Kebijakan ini dimungkinkan sesuai ketentuan yang tertuang pada ayat (1) Pasal 209 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Badan Anggaran mendukung peluang kebijakan di mana surplus pendapatan dari sejumlah BLUD RSUD dapat dipergunakan untuk membantu memperkuat pembiayaan BLUD yang lain, dengan tingkat kemandirian fiskalnya masih di bawah 60 persen,” pungkas Jairi, menandakan komitmen DPRD Jatim untuk mendorong efisiensi dan pemerataan layanan kesehatan di seluruh rumah sakit daerah (mca/dnv).