Drama Pelarian Y di Kasus Pembakaran Istri Sendiri dan Perusakan Gerobak

Drama Pelarian Y di Kasus Pembakaran Istri Sendiri dan Perusakan Gerobak
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Jatinegara, Jakarta Timur. Di mana, pelaku adalah suami dari korban (istri) yang kini telah diamankan kepolisian setelah menjadi DPO (io)

Penangkapan Y, pelaku pembakaran istri di Jatinegara, mengungkap jejak kejahatan beruntun. Artikel ini menelusuri motif cemburu buta, modus operandi, serta upaya penegak hukum dalam menangani kasus KDRT dan dampak psikologis korban.

INDONESIAONLINE – Sebuah drama pelarian yang penuh intrik dan jejak kejahatan beruntun akhirnya menemui titik terang. Y (26), suami yang tega membakar istrinya, CAU (24), di Jatinegara, Jakarta Timur, berhasil ditangkap di sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (18/10/2025) malam.

Penangkapan ini tidak hanya mengakhiri pelarian Y dari kasus pembakaran, tetapi juga mengungkap bahwa ia adalah buronan dalam kasus lain yang terjadi setahun sebelumnya.

Dari Amukan Mabuk hingga Api Cemburu

Kisah Y adalah cerminan dari lingkaran kekerasan yang kian memburuk. Menurut Kanit PPA Polres Metro Jakarta Timur, AKP Sri Yatmini, penangkapan Y dilakukan sekitar pukul 23.30 WIB. “Tersangka kami lakukan upaya paksa malam hari dan saat ini ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur,” jelas Sri pada Rabu (22/10/2025).

Yang mengejutkan, Y bukan nama baru di catatan kepolisian. Kasubnit 1 Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Timur, Ipda Robby Sidiq, mengungkapkan bahwa Y sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak tahun lalu atas kasus pengerusakan gerobak bubur kacang hijau di Jatinegara pada Jumat (26/4/2024).

Peristiwa itu bermula ketika Y dalam kondisi mabuk. Ia mengamuk dan mencoba melukai pedagang dengan senjata tajam, namun dihalangi warga dan temannya.

“Pelaku berniat membacok korban dengan senjata tajam tetapi karena dihalangi oleh warga dan temannya, pelaku bisa dialihkan dan hanya merusak gerobak itu sendiri,” kata Robby.

Pelarian Y dari kasus pengerusakan ini menjadi celah bagi kekerasan yang lebih besar. Pada Senin (13/10/2025), saat masih berstatus buronan, Y kembali melakukan tindakan keji: membakar istrinya sendiri di rumah mereka di Jatinegara.

Motif di balik tindakan brutal ini adalah cemburu buta. Y menuduh istrinya berselingkuh setelah mendapatkan informasi dari adiknya. “Adiknya tersangka menjelaskan kembali bahwasannya melihat korban berjalan dengan seorang laki-laki yang mana disangkakan dia ada hubungan gelap,” terang Sri.

Korban yang tidak mengakui tuduhan tersebut memicu amarah Y. Ia kemudian menyuruh seseorang membeli bensin, lalu kembali menanyakan kebenaran perselingkuhan. Tanpa ampun, saat sang istri tetap menolak tuduhan, Y menyiramkan bensin ke wajah, dada, dan sekujur tubuh istrinya.

“Kemudian setelah itu tersangka memantik korek api sehingga mengakibatkan terbakarnya korban,” imbuh Sri.

Luka Fisik dan Trauma Mendalam: Dampak Kekerasan Domestik

Akibat tindakan sadis Y, CAU mengalami luka bakar hingga 80 persen. “Korban saat ini dalam pemulihan perawatan intensif oleh kami di salah satu rumah sakit terbaik,” kata Sri.

Selain perawatan fisik, korban juga mendapatkan pendampingan psikologis untuk mengatasi trauma mendalam. “Pemulihan, pendampingan layanan psikolog dan juga kami saat ini karena kemarin salah satu rumah sakit alatnya tidak ada sehingga kami rujuk kembali ke salah satu rumah sakit yang terbaik,” ujarnya.

Kasus ini menyoroti betapa rentannya korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terutama ketika pelaku memiliki riwayat kekerasan dan sulit ditangkap. Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus KDRT terus menjadi salah satu bentuk kekerasan tertinggi yang dialami perempuan di Indonesia.

Pada tahun 2023, dari 296.516 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan, 79% di antaranya adalah KDRT. Angka ini mencerminkan gunung es permasalahan yang sebagian besarnya mungkin tidak dilaporkan.

Statistik Mengkhawatirkan KDRT di Indonesia:

  • Komnas Perempuan: Sepanjang 2023, terdapat 296.516 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 79% di antaranya adalah KDRT. Kekerasan dalam pacaran mencapai 30% dari kasus KDRT, disusul kekerasan oleh suami atau mantan suami sebesar 28%.

  • Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan (SNPH P/L) 2021: Satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau orang lain.

  • BPS: Kekerasan terhadap istri (KTI) masih menjadi fenomena serius. Faktor ekonomi, konsumsi alkohol atau narkoba, serta masalah cemburu seringkali menjadi pemicu utama.

Y sendiri mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya. “Terutama pada keluarga saya, saya sudah khilaf melakukan pembakaran itu, saya mengakui kesalahan saya,” ucap Y.

Ia juga meminta maaf kepada istrinya. Namun, pengakuan dan permintaan maaf ini tidak dapat menghapus luka fisik dan psikis yang diderita CAU.

Kasus Y menjadi peringatan keras tentang siklus kekerasan yang bisa berulang dan memburuk jika tidak ditangani serius sejak awal. Status buronan yang tidak segera tertangkap memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mengulangi dan meningkatkan intensitas kejahatannya.

Penangkapan Y menjadi langkah penting dalam memberikan keadilan bagi CAU dan mencegah kekerasan lebih lanjut. Namun, tantangan masih besar dalam memastikan pemulihan korban dan mencegah kasus serupa terulang.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu terus memperkuat upaya pencegahan KDRT, termasuk edukasi tentang hubungan yang sehat, penanganan konflik, serta akses yang mudah bagi korban untuk melaporkan dan mendapatkan perlindungan. Selain itu, kecepatan penegak hukum dalam menangani kasus buronan juga krusial untuk memutus mata rantai kekerasan.