Dugaan Uang Pelicin 15% Dana Revitalisasi Sekolah di Garut

Dugaan Uang Pelicin 15% Dana Revitalisasi Sekolah di Garut
Ilustrasi terkait dugaan uang pelicin dalam bantuan anggaran renovasi gedung sekolah (gemini/io)

Dugaan pungli 15% dana revitalisasi sekolah di Garut mencuat. Oknum Disdik diduga minta setoran ‘pelicin’, mengancam bantuan pendidikan di masa depan.

INDONESIAONLINE – Di tengah upaya pemerintah pusat meningkatkan kualitas pendidikan anak usia dini, sebuah praktik kelam diduga membayangi Kabupaten Garut. Dana revitalisasi yang seharusnya menjadi angin segar bagi puluhan Taman Kanak-kanak (TK) dan Kelompok Bermain (KB) justru menjadi sumber keresahan akibat dugaan permintaan “uang pelicin” oleh oknum yang mengatasnamakan Dinas Pendidikan (Disdik) setempat.

Ironisnya, dana yang ditujukan untuk membangun ruang UKS, membeli perabotan, dan menciptakan area bermain yang layak bagi anak-anak, kini terancam tergerus oleh praktik koruptif. Sekolah dihadapkan pada dilema pahit: menyetor sejumlah besar uang atau berisiko kehilangan akses bantuan di masa depan.

Dilema Sekolah: Setor 15 Persen atau Kehilangan Bantuan?

Sebuah pengakuan datang dari salah satu pengelola sekolah di Garut yang memilih untuk tetap anonim demi keamanan. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya diminta menyetor uang sebesar 15% dari total bantuan yang diterima.

“Bantuannya untuk revitalisasi sekolah, besarannya Rp 200 juta hingga Rp 400 juta. Kami diharuskan menyetor Rp 30 juta sampai Rp 60 juta ke seseorang di Disdik,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (14/8/2025) kemarin.

Menurutnya, setoran ini dilabeli sebagai “pelicin” agar sekolah mereka tetap masuk dalam daftar prioritas penerima bantuan pada tahun-tahun berikutnya. Ketakutan akan “dicoret” dari daftar membuat banyak sekolah, meskipun berat hati, mempertimbangkan untuk memenuhi permintaan tersebut.

“Ini sangat memberatkan kami. Dana itu seharusnya 100% untuk fasilitas anak-anak. Tapi kalau menolak, kami khawatir tahun depan tidak akan dapat bantuan lagi,” tambahnya.

Pada tahun 2025, setidaknya ada 17 lembaga PAUD/TK di Garut yang menerima bantuan revitalisasi ini, termasuk TK Al Kautsar, TK Al Junaediyah, TK Aisyiah 2, dan TK Al Khoeriyah. Dana tersebut bersumber langsung dari Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah, Kemendikbudristek RI.

Data Nasional: Pendidikan Sebagai Sektor Rawan Korupsi

Praktik yang terjadi di Garut ini, jika terbukti, sejalan dengan pola korupsi di sektor pendidikan secara nasional. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) secara konsisten menempatkan sektor pendidikan sebagai salah satu yang paling rawan korupsi.

Menurut riset ICW, modus operandi yang paling sering terjadi adalah pungutan liar (pungli), penggelapan dana, dan mark-up anggaran. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan, yang mekanismenya mirip dengan dana revitalisasi ini, kerap menjadi sasaran utama.

“Praktik ‘setoran’ atau ‘uang terima kasih’ kepada dinas seringkali menjadi rahasia umum di daerah. Pelakunya memanfaatkan posisi dan minimnya pengawasan langsung dari pusat,” ujar seorang peneliti kebijakan publik yang dihubungi terpisah.

Di sisi lain, Dinas Pendidikan Garut dengan tegas menepis tuduhan tersebut. Plt. Kabid Dikmas Disdik Garut, Iyan, menyatakan bahwa peran dinas dalam penyaluran bantuan ini sangat terbatas.

“Bantuan ini langsung diberikan pemerintah pusat, tanpa rekomendasi dari Disdik Garut. Kami hanya mendapat tugas dari pusat untuk menginformasikan kepada sekolah penerima agar mengikuti zoom meeting,” jelas Iyan.

Ia menggarisbawahi bahwa pencairan dana dilakukan secara bertahap langsung ke rekening sekolah, sehingga secara teknis tidak melalui dinas.

Menanggapi kegaduhan ini, Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, berjanji tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan akan segera melakukan verifikasi internal dan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk.

“Dana bantuan ini langsung dari pemerintah pusat ke sekolah. Nanti saya akan cek di dalam seperti apa, kita akan verifikasi dan cari,” tegas Abdusy Syakur di Pendopo Garut.

Desakan Audit Investigatif dan Ancaman Masa Depan Pendidikan

Suara keras datang dari lembaga pengawas kebijakan publik, Garut Governance Watch (GGW). Ketua GGW, Agus Sugandi, mendesak aparat penegak hukum dan Inspektorat untuk tidak hanya melakukan pemeriksaan biasa, tetapi audit investigatif yang komprehensif.

“Dugaan pungli sebagai pelicin ini mencoreng transparansi dan akuntabilitas. Aliran dana 15 persen ini harus ditelusuri, apakah berhenti di satu oknum atau mengalir ke pejabat di atasnya,” kata Agus.

Menurut Agus, pihaknya telah menerima informasi serupa dari beberapa sekolah lain. Ia khawatir jika praktik ini dibiarkan, akan menciptakan preseden buruk yang merusak moral para pengelola sekolah dan, yang terpenting, merugikan kualitas pendidikan anak-anak Garut.

“Miris sekali jika bantuan untuk memperbaiki sarana PAUD malah dipotong oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal masa depan generasi penerus kita yang haknya dirampas sejak dini,” pungkasnya.

Kini, bola panas berada di tangan Bupati Garut dan aparat penegak hukum. Publik menanti apakah kasus ini akan menguap begitu saja atau menjadi momentum untuk membersihkan birokrasi pendidikan dari praktik-praktik yang merusak.