Didorong magnet Kampung Kayutangan Heritage, kunjungan wisata Kota Malang tembus rekor 7,2 juta. Simak data lengkap dampak ekonomi dan strategi pemerataan wisata 2025.
INDONESIAONLINE – Kota Malang mengukuhkan statusnya sebagai primadona pariwisata Jawa Timur. Bukan sekadar isapan jempol, data berbicara: sepanjang 2024, kota berjuluk Kota Pendidikan ini berhasil menarik 7,2 juta wisatawan.
Angka ini menjadi rekor baru, melampaui capaian 6,8 juta pengunjung pada 2023, dengan pertumbuhan signifikan sebesar 5,8%. Di balik lonjakan impresif ini, ada satu nama yang menjadi motor penggerak utama: Kampung Kayutangan Heritage.
Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang mencatat, fenomena yang disebut “Efek Kayutangan” ini tidak hanya menciptakan keramaian di satu titik, tetapi juga melahirkan efek domino yang menggerakkan seluruh ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif kota.
Kampung Kayutangan Heritage, dengan pesona arsitektur kolonial dan suasana tempo doeloe, telah bertransformasi menjadi magnet pariwisata paling kuat di Malang saat ini. Kepala Disporapar Kota Malang, Baihaqi, memaparkan data lonjakan yang drastis.
“Jika pada periode 2023-2024 rata-rata kunjungan harian masih di angka 750–1.000 orang, kini angkanya stabil di atas 1.000 orang per hari. Bahkan saat akhir pekan atau libur nasional, bisa melonjak hingga 1.500 orang,” ujar Baihaqi.
Lonjakan ini sejalan dengan data Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Kota Malang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, TPK hotel berbintang pada kuartal akhir 2024 rata-rata mencapai 65-70%, angka yang sangat sehat dan menunjukkan tingginya minat wisatawan untuk bermalam.
Efek Domino Menggerakkan Ekonomi Kreatif
Menurut Baihaqi, kekuatan utama Kayutangan adalah kemampuannya menciptakan jalur wisata organik. Wisatawan tidak berhenti di sana; mereka melanjutkan perjalanan ke destinasi ikonik lainnya.
“Pola kunjungannya sangat jelas. Setelah dari Kayutangan, mereka akan ke Alun-Alun Merdeka, lanjut ke Kampung Warna-Warni Jodipan, Kampung Tridi, hingga sentra oleh-oleh. Ini adalah efek domino yang sangat kami harapkan,” jelasnya.
Dampak paling nyata dirasakan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Data dari Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang menunjukkan bahwa sektor kuliner dan kriya di koridor Kayutangan dan sekitarnya mengalami pertumbuhan omzet rata-rata 20-30% sepanjang 2024.
“Koridor jalan selalu ramai, UMKM kuliner hidup, dan perputaran uang di tingkat masyarakat bawah benar-benar bergerak. Ini adalah bukti nyata bahwa pariwisata berbasis komunitas sangat efektif,” tambah Baihaqi.
Tren positif ini membuat Pemerintah Kota Malang memasang target ambisius untuk 2025. Dengan berbagai event nasional yang direncanakan dan momentum libur panjang, target pertumbuhan kunjungan wisata dipatok minimal 10%. Jika terealisasi, artinya Kota Malang berpotensi menyambut hampir 8 juta wisatawan pada akhir 2025.
Pengamat Pariwisata dari Universitas Brawijaya, Dr. Andrian, menilai fenomena Kayutangan adalah studi kasus sukses revitalisasi aset heritage yang dipadukan dengan ekonomi kreatif.
“Malang berhasil menjual ‘pengalaman’ dan ‘nostalgia’, bukan hanya destinasi fisik. Ini sesuai dengan tren pariwisata pascapandemi di mana wisatawan mencari otentisitas,” ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan tantangan ke depan. “Pekerjaan rumah selanjutnya adalah pemerataan. Jangan sampai terjadi overtourism di Kayutangan sementara kampung tematik lain tertinggal. Strategi Disporapar untuk memperkuat destinasi lain sudah tepat,” tambah Dr. Andrian.
Menjawab tantangan tersebut, Baihaqi menegaskan bahwa program penguatan kapasitas dan promosi untuk kampung tematik lain seperti Kampung Budaya Polowijen dan Kampung Keramik Dinoyo akan menjadi fokus utama di 2025.
“Harapan kami, wisatawan memiliki lebih banyak pilihan. Ketika kunjungan menyebar, dampak ekonominya akan lebih merata dan berkelanjutan bagi seluruh warga Kota Malang,” pungkasnya (hs/dnv).