INDONESIAONLINE – Lagi ramai di media sosial, ajakan untuk menarik uang dari bank BUMN. Gelombang seruan ini mencuat setelah isu tentang Danantara, badan pengelola investasi yang akan segera diluncurkan pemerintah, menjadi viral di jagat maya.
Sejumlah warganet mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kehadiran Danantara. Bahkan ada yang menyamakannya dengan skandal keuangan besar seperti 1MDB di Malaysia.
“Gara-gara pemerintah to***, berita soal Danantara malah jadi aksi ‘tarik duit di bank BUMN,” cuit akun @yudha***.
Akun lain juga mengajak warganet untuk mengambil tindakan. “Yang payroll-nya pakai bank BUMN: bikin rekening lagi dan tarik semua uang lu ke rekening itu saat lu gajian. Simpen aja gocap atau 0 rupiah di rekening bank BUMN. Saran: pakai Jago, SeaBank, atau bank sejenis biar nggak kena admin. Bismillah,” tulis @grebekwar***.
Sementara itu, akun @Sahala***** menuliskan kekhawatirannya dengan menyinggung potensi skandal besar, “Intinya sekarang, jangan naro duit di bank BUMN… Tarik aja udah, nih Danantara bakal dijadiin 1MDB, lihat aja nanti.”
Bahkan ada warganet yang terang-terangan menyerukan tindakan drastis. “Yang nyimpan uang di bank BUMN mending run bestie runnnnn,” tulis @addict****.
Lantas, apa sebenarnya Danantara dan mengapa kemunculannya begitu kontroversial?
Danantara adalah badan pengelola investasi yang akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025. Keberadaannya bertujuan mengelola dividen BUMN dan dana negara agar bisa berkembang melalui berbagai instrumen investasi.
Seorang YouTuber asal Jambi, Ferry Irwandi, yang kerap membuat konten edukasi politik, menjelaskan konsep Danantara. Menurut dia, selama ini dividen BUMN masuk ke APBN dan langsung digunakan untuk belanja negara. Namun, dengan Danantara, dana tersebut akan diinvestasikan terlebih dahulu agar nilainya berkembang.
“Dulu BUMN kalau dapat dividen, sebagian dikasih ke APBN terus duitnya dipakai buat belanja. Nah sekarang Danantara, duitnya nggak dipakai langsung untuk belanja, tapi diinvestasikan dulu,” ujar Ferry.
Sebagai contoh, jika total dividen BUMN pada 2025 mencapai Rp 300 triliun, maka Rp 200 triliun akan dialokasikan ke Danantara. Dana ini kemudian diinvestasikan dalam berbagai bentuk seperti saham, obligasi, properti, infrastruktur, dan bisnis strategis lainnya, baik di dalam maupun luar negeri.
Konsep ini sekilas mirip dengan Temasek di Singapura, tetapi ada perbedaan mendasar. “Temasek nggak mengambil dana dari dividen BUMN atau efisiensi APBN. Mereka mengelola aset yang sudah ada sejak awal, ditambah portofolio global dan dividen,” jelas Ferry.
Di Temasek, struktur pengambilan keputusan sepenuhnya independen dari pemerintah. Tidak ada pejabat pemerintah yang terlibat langsung dalam pengelolaan investasi. Sebaliknya, Danantara akan bersumber dari dividen BUMN, Penyertaan Modal Negara (PMN), efisiensi APBN, serta aset BUMN.
Secara teori, menurut Ferry, jika berjalan mulus, Danantara bisa menjadi game changer bagi ekonomi Indonesia. Dana investasi yang berkembang pesat dapat mengurangi ketergantungan pada pajak dan menarik lebih banyak investor global. Namun, jika gagal, dampaknya bisa sangat besar.
“Kalau gagal, bisa jadi bencana ekonomi. Defisit APBN bakal membengkak, potential loss-nya besar, dan subsidi APBN bisa kembali membengkak. Investor yang sudah sulit pun bakal makin menjauh,” tegas Ferry.
Kegagalan Danantara juga bisa berdampak langsung pada BUMN. Jika investasi tidak menghasilkan keuntungan, BUMN sehat bisa terseret dalam kerugian.
Karena itu, Ferry menekankan pentingnya menjaga independensi Danantara. Badan ini harus berorientasi pada return on investment (ROI), terlepas dari kepentingan politik. Transparansi juga harus dijaga agar masyarakat tahu dana tersebut digunakan dengan benar.
“Step awal paling penting adalah SDM yang mengelola harus kompeten dan profesional,” kata Ferry.
Adapun pembentukan Danantara mendapat dasar hukum setelah DPR menyetujui revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN pada 4 Februari 2025. Salah satu poin revisi yang menuai kritik adalah pemangkasan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit BUMN.
Dalam aturan baru, laporan keuangan BUMN hanya diperiksa oleh akuntan publik yang ditunjuk melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BPK hanya dapat melakukan audit khusus (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atau PDTT) jika diminta oleh DPR.
Beleid ini menuai kekhawatiran karena sebelumnya BPK bisa melakukan audit langsung terhadap keuangan BUMN. Dengan aturan baru, pengawasan keuangan dianggap menjadi lebih longgar dan berpotensi membuka celah penyalahgunaan dana atau korupsi.
Namun, dalam Pasal 3K revisi UU tersebut, tetap disebutkan bahwa BPK masih memiliki kewenangan untuk memeriksa keuangan Danantara, meski dengan izin DPR.
Sebelumnya, Prabowo juga mengajak para mantan presiden dan pemimpin organisasi keagamaan untuk ikut mengawasi pengelolaan Danantara.
“Danantara adalah kekuatan energi masa depan dan ini harus kita jaga bersama. Karena itu, saya minta semua presiden sebelum saya berkenan ikut menjadi pengawas di dana ini. Saya juga berpikir kalau perlu pimpinan NU, Muhammadiyah, KWI, dan lainnya ikut membantu mengawasi,” ujar Prabowo dalam pernyataannya pada 15 Februari 2025 lalu. (bn/hel)