INDONESIAONLINE – CIcak ternyata masuk dalam daftar komoditas ekspor yang diminati pasar internasional.
Mengapa cicak bisa menjadi komoditas ekspor dan negara mana saja yang menjadi tujuan ekspornya? Melansir akun TikTok Julio Ekspor, tampak dirinya berkesempatan mengunjungi salah satu kampung di Cirebon sebagai rumah produksi ekspor cicak. Dalam video yang dibagikan, terlihat untuk masuk ke lokasi rumah produksi, Julio harus masuk ke gang-gang perkampungan.
Menurut Julio, omzet ekspor cicak ini bisa mencapai ratusan juta rupiah setiap bulan. “Hari ini gue pergi ke salah satu kampung di Cirebon. Tempatnya kecil, tapi bisa ekspor ratusan juta setiap bulannya,” jelasnya.
Tampak rumah produksi cicak hanya terbuat dari bilah-bilah bambu. Meski sederhana, rumah produksi ekspor cicak tersebut menampung ibu-ibu dari kampung untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Secara otomatis memberikan peluang kerja bagi warga sekitar.
“Ekspor cicak ini sampai China dan Hongkong, bahkan banyak yang diekspor ke luar negeri lainnya juga,” jelasnya.
Menurut Julio, awalnya cicak basah diambil dari beberapa wilayah di Jawa Barat, termasuk di Cirebon. Kemudian di rumah produksi tersebut, cicak dibersihkan lalu dikeringkan memakai oven sederhana. Setelah kering, cicak baru disortir dan dikemas untuk siap diekspor.
“Yang mengemas cicak-cicak ini adalah ibu-ibu warga sekitar,” jelasnya. “Rumah produksinya padahal cuma kayak gini loh, tapi hasilnya bisa miliaran,” sambungnya.
Oven sederhana untuk mengeringkan cicak. (Foto: TikTok)
Julio juga mengatakan bahwa selain cicak, rumah produksi tersebut juga menjual kulit ular sawah hingga kadal kering. “Sebenarnya sih tergantung permintaan pembeli dari luar negeri,” ujarnya.
“Wah inspirasi banget sih sama ekonomi desa. Karena dari tempat yang sederhana aja hasilnya bisa jadi miliaran,” pungkas Julio.
Usut punya usut, bisnis ekspor cicak ini milik Sugandi, warga Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Usaha cicak kering yang sudah menembus pasar China tersebut dijual seharga Rp 380 ribu per kilogram untuk cicak grade A. Sedangkan cicak kering dengan ekor hilang atau grade B dijual Rp 280 ribu per kilogram.
Cicak kering yang sudah dikemas siap diekspor. (Foto: TikTok)
Usaha itu sudah dirintis Sugandi selama 13 tahun dengan mempekerjakan ibu-ibu di lingkungan sekitar. Pengiriman ke China baru dilakukan setelah persediaan cicak kering telah mencapai satu kontainer.
Pasokan cicak basah diperoleh Sugandi dari sejumlah daerah seperti Cirebon, Indramayu, hingga Karawang. Satu kilogram cicak basah dibeli dari pengepul seharga Rp 52 ribu per kilogram.
Cicak basah tersebut kemudian dicuci agar tidak ada kotoran yang menempel. Setelah bersih, hewan pemakan nyamuk itu kemudian dijemur seharian atau hingga setengah kering. Kemudian malam sampai paginya dioven hingga kering.
Dalam sehari, Kepala Sekolah SDN Kertasura 2 tersebut mampu memproduksi cicak kering hingga 40 kilogram. Adapun, dalam sebulan, Sugandi bisa menghasilkan hingga 1 ton cicak kering. (bin/hel)