Era Baru Senyawa Malang Raya: Tiga Kepala Daerah Kubur Ego Sektoral

Era Baru Senyawa Malang Raya: Tiga Kepala Daerah Kubur Ego Sektoral
Tiga kepala daerah Malang Raya (dari kiri: Bupati Malang, Wali Kota Batu dan Wali Kota Malang) duduk bersama untuk menyamakan visi "Senyawa Malang Raya" (jtn/io)

Malang Raya memasuki babak baru. Tiga kepala daerah berkolaborasi dalam ‘Senyawa Malang Raya’, mengusulkan proyek strategis sky train dan tol untuk mengatasi kemacetan kronis dan menggerakkan ekonomi. Sebuah langkah ambisius mengubur ego sektoral demi kemajuan bersama.

INDONESIAONLINE – Suasana di Rupatama Balai Kota Among Tani, Jumat (18/7/2025), terasa berbeda. Ini bukan sekadar rapat koordinasi biasa. Ini adalah deklarasi niat, sebuah penegasan bahwa era persaingan dan ego sektoral di antara tiga wilayah yang bertetangga—Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang—telah resmi dikubur. Lahirlah sebuah spirit baru yang mereka sebut: Senyawa Malang Raya.

Forum sinergitas yang mempertemukan tiga pimpinan daerah ini menjadi titik tolak bersejarah. Di atas meja perundingan, bukan lagi ada Wali Kota Batu, Wali Kota Malang, atau Bupati Malang secara terpisah. Yang ada adalah satu entitas tunggal yang berpikir untuk kemaslahatan bersama.

Agenda utamanya? Mengurai benang kusut masalah menahun dan merancang masa depan yang lebih terintegrasi.

“Ketiga daerah sudah menjadi se-nyawa. Malang Raya harus bekerja sama,” tegas Wali Kota Batu, Nurochman, yang bertindak sebagai tuan rumah.

Pernyataan ini bukan sekadar retorika pembuka, melainkan fondasi dari setiap pembahasan strategis yang mengikutinya.

Dari penanganan sampah lintas batas, pengelolaan sumber daya air yang kian kritis, hingga monster kemacetan yang selalu menghantui saat musim liburan tiba, semua dibedah dengan satu kacamata: kolaborasi.

Dari Kiri: Wali Kota Malang, Wali Kota Batu dan Bupati Malang (jtn/io)

Proyek Raksasa Pengubah Wajah Malang Raya

Puncak dari forum “Senyawa Malang Raya” ini adalah kesepakatan untuk mendorong tiga proyek infrastruktur raksasa yang sudah lama menjadi wacana. Kali ini, ketiganya diusung dengan kekuatan politik bersama untuk dibawa ke tingkat nasional.

  1. Sky Train (Kereta Gantung): Sebuah solusi futuristik untuk konektivitas antarkota, terutama di jalur-jalur wisata padat yang sulit untuk pelebaran jalan konvensional.

  2. Tol Malang-Kepanjen: Jalur vital untuk membuka sumbatan lalu lintas di selatan Malang Raya dan mempercepat akses menuju kawasan industri serta pariwisata.

  3. Tol Sukorejo-Batu: Jalan pintas yang akan memecah arus kendaraan dari arah utara (Surabaya/Pasuruan) langsung menuju Kota Wisata Batu, tanpa harus membebani jantung Kota Malang.

Ketiga proposal ini bukan lagi sekadar mimpi. Dengan keseriusan penuh, usulan tersebut akan dipresentasikan langsung di hadapan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, pada 23-24 Juli mendatang. Tujuannya jelas: menjadikan proyek-proyek ini sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Upaya ini untuk mewujudkan kemudahan akses. Tentu efek jangka panjang juga berdampak untuk menggerakkan ekonomi masyarakat Malang Raya,” ujar Bupati Malang, M. Sanusi.

Dengan status PSN, pendanaan akan sepenuhnya ditopang oleh APBN, melepaskan beban berat dari APBD masing-masing daerah.

Harmonisasi Tata Ruang dan Visi Bersama

Langkah ambisius ini disadari betul tidak akan berjalan mulus tanpa fondasi yang kokoh. Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyoroti pentingnya menyamakan visi meski ketiga daerah memiliki karakter penanganan yang berbeda.

“Tujuan kita tiga daerah adalah menyamakan visi,” kata Wahyu, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekda Kabupaten Malang dan memahami betul dinamika internal wilayah.

Kunci utamanya, seperti yang diungkapkan Wali Kota Batu Nurochman, adalah harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tanpa RTRW yang sinkron, pembangunan jalan tol atau jalur sky train akan terbentur tembok regulasi di perbatasan kota/kabupaten.

Untuk itu, Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) akan segera bekerja intensif. Mereka ditugaskan untuk mengkaji secara komprehensif seluruh aspek teknis, mulai dari tata ruang, analisis dampak lingkungan, hingga model pembiayaan. Acuan hukumnya pun sudah ada, yakni Perpres Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi, yang menjadi payung legal bagi inisiatif ini.

Bukan Lagi Wacana, Tapi Komitmen

Pertemuan ini mengirimkan sinyal kuat: Malang Raya tidak lagi ingin terjebak dalam resistensi dan silo pembangunan. Isu krusial seperti transportasi, lingkungan, dan sumber air kini menjadi “pemikiran bersama”.

“Tidak boleh ada lagi ego sektoral. Tidak ada lagi resistensi antar daerah Malang Raya,” tegas Nurochman menutup forum.

Dari Balai Kota Among Tani, sebuah komitmen telah terpatri. “Senyawa Malang Raya” bukan lagi sekadar slogan, melainkan sebuah strategi kerja nyata.

Jika berhasil, langkah ini tidak hanya akan mengurai kemacetan, tetapi juga melambungkan Malang Raya menjadi sebuah aglomerasi ekonomi yang lebih kuat, terintegrasi, dan berdaya saing di kancah nasional. Publik kini menanti, apakah semangat “Senyawa” ini mampu mewujudkan mimpi-mimpi besar yang telah lama tertunda (pl/dnv).