INDONESIAONLINE – Presiden Amerika Serikat Donald Trump, kembali menjadi sorotan tajam setelah membagikan sebuah gambar di platform media sosial Truth Social pada Jumat (2/5/2025) yang menampilkan dirinya mengenakan atribut lengkap seorang Paus.
Foto berwarna tersebut, yang secara visual sangat meyakinkan, diyakini kuat merupakan hasil rekayasa teknologi kecerdasan buatan (AI).
Dalam gambar yang diunggah itu, Trump terlihat mengenakan jubah putih khas Takhta Suci, topi kepausan (zucchetto), dan kalung berliontin salib emas. Tangannya yang terangkat dengan jari telunjuk menunjuk ke langit menambah kesan dramatis pada potret digital tersebut.
Unggahan provokatif ini muncul hanya berselang beberapa hari setelah berpulangnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025 dan menjelang pertemuan penting para kardinal (konklaf) di Vatikan untuk memilih suksesornya.
Momen unggahan tersebut juga berdekatan dengan komentar Trump kepada wartawan yang dengan nada bercanda mengungkapkan keinginannya untuk menjadi Paus berikutnya.
“Saya ingin menjadi Paus, itu akan menjadi pilihan nomor satu saya,” ujar Trump saat ditanya mengenai siapa yang ia harapkan memimpin Gereja Katolik selanjutnya, seperti dilaporkan kantor berita AFP pada Sabtu (3/5/2025).
Meski tidak menyebut nama spesifik sebagai calon pengganti Paus, Trump sempat menyinggung seorang kardinal dari New York yang dinilainya “luar biasa”. Komentar ini banyak diinterpretasikan merujuk pada Uskup Agung New York, Timothy Dolan, figur konservatif dalam Gereja Katolik yang vokal menentang aborsi.
Kehadiran Trump dalam upacara pemakaman Paus Fransiskus pekan lalu, yang disebut-sebut sebagai salah satu kunjungan luar negeri pertamanya sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS, semakin menambah lapisan politik pada isu ini.
Dengan sekitar 20 persen populasi Amerika Serikat memeluk Katolik, dan hasil jajak pendapat November 2024 yang menunjukkan dukungan sekitar 60 persen dari segmen pemilih ini kepada Trump, isu kepausan memiliki resonansi politik yang signifikan di AS.
Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus sendiri dikenal kerap menyuarakan kritik terhadap sejumlah kebijakan Donald Trump. Salah satu momen paling diingat adalah respons Paus Fransiskus terhadap rencana pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko pada 2016.
“Siapa pun, siapa pun dia, yang hanya ingin membangun tembok dan bukan jembatan bukanlah seorang Kristen,” tegas Paus Fransiskus kala itu.
Kini, perhatian dunia Katolik tertuju pada Vatikan, di mana para kardinal dijadwalkan berkumpul dalam konklaf pada 7 Mei di Kapel Sistina untuk menentukan pemimpin spiritual bagi miliaran umat Katolik di seluruh dunia.
Di tengah proses sakral tersebut, unggahan digital Trump yang memanfaatkan teknologi AI ini tetap menjadi perbincangan hangat, menimbulkan beragam interpretasi mulai dari lelucon politik, upaya menarik simpati pemilih Katolik, hingga sekadar manuver publisitas khas sang mantan presiden.