Gencatan Senjata Robek: Israel Gempur Lebanon, 12 Nyawa Melayang

Gencatan Senjata Robek: Israel Gempur Lebanon, 12 Nyawa Melayang
Ilustrasi serangan udara Israel yang menghantam wilayah Lembah Bekaa, Lebanon Timur yang menyebabkan 12 orang tewas (io)

Serangan udara mematikan Israel di Bekaa, Lebanon, merobek gencatan senjata dan menewaskan 12 orang, termasuk milisi Hizbullah. Apa pesan perang di balik gempuran ini?

INDONESIAONLINE – Langit di atas Lembah Bekaa, Lebanon timur, kembali memerah pada Selasa (15/7/2025). Bukan oleh fajar, melainkan oleh api dan ledakan dari serangan udara Israel yang menghantam wilayah itu tanpa ampun. Gencatan senjata yang rapuh, yang ditengahi Amerika Serikat November lalu, kini terasa seperti selembar kertas yang disobek dengan sengaja.

Serangan mematikan itu melenyapkan 12 nyawa. Di antara puing-puing, duka menyelimuti dua negara. Gubernur Bekaa, Bachir Khodr, mengonfirmasi identitas para korban: lima di antaranya adalah milisi Hizbullah, sementara tujuh lainnya adalah warga negara Suriah yang mencari selamat di tanah Lebanon.

Bagi Israel, serangan ini bukanlah agresi buta, melainkan sebuah “pesan” yang dikirim dengan presisi mematikan. Militer Israel mengklaim targetnya adalah kamp pelatihan pasukan elite Hizbullah dan gudang-gudang senjata yang tersembunyi.

“Ini adalah peringatan agar Hizbullah tidak mencoba membangun kembali kekuatannya,” demikian pernyataan resmi militer Israel.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, berbicara lebih lugas. Ia menyebut serangan itu sebagai pesan yang jelas, tidak hanya untuk Hizbullah tetapi juga untuk pemerintah Lebanon.

“Israel akan merespons dengan kekuatan maksimal terhadap setiap upaya pembangunan kembali (kekuatan Hizbullah),” tegas Katz dilansir Al Jazeera. “Serangan ini adalah pesan untuk Beirut.”

Perjanjian Damai yang Cacat Sejak Lahir

Insiden ini menjadi noda darah paling pekat sejak kesepakatan gencatan senjata diumumkan. Perjanjian tersebut sejatinya dirancang untuk menciptakan zona penyangga.

Hizbullah diwajibkan menarik pasukannya hingga ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan. Area tersebut seharusnya hanya diisi oleh tentara Lebanon dan pasukan PBB.

Namun, perjanjian itu timpang. Sementara Hizbullah dilarang mendekat, Israel tetap diizinkan menempatkan pasukannya di lima lokasi strategis di dalam wilayah Lebanon dan hampir setiap hari melanggar kedaulatan udara negara itu.

Serangan di Bekaa, yang jauh di luar zona perbatasan, menunjukkan bahwa bagi Israel, seluruh wilayah Lebanon adalah medan perang potensial.

Hantu Nasrallah dan Ketakutan Israel

Serangan ini tak bisa dilepaskan dari bayang-bayang perang tahun lalu, di mana Israel berhasil membunuh pemimpin tertinggi Hizbullah, Hassan Nasrallah, dan melumpuhkan sebagian besar persenjataan canggihnya.

Kini, ketakutan terbesar Israel adalah kebangkitan kembali “Pasukan Radwan”—unit elite Hizbullah yang paling ditakuti. Serangan pada Selasa adalah pukulan preventif untuk memastikan hantu Nasrallah tidak hidup kembali dalam wujud kekuatan militer yang baru dan lebih berbahaya.

Hingga berita ini diturunkan, baik pihak Hizbullah maupun pemerintah Lebanon belum mengeluarkan respons resmi. Keheningan ini justru terasa lebih mencekam, meninggalkan satu pertanyaan besar di udara Timur Tengah yang kembali panas: Apakah ini akhir dari gencatan senjata, atau justru awal dari babak perang yang baru?