Gus Yahya Melawan: Tetap Pimpin Pleno PBNU, Sebut Pemberhentian Ketum Tidak Sah

Gus Yahya Melawan: Tetap Pimpin Pleno PBNU, Sebut Pemberhentian Ketum Tidak Sah
Gus Yahya dalam rapat di Kemensekneg, Rabu 10 Desember 2025. (foto: @yahyacholilstaquf)

INDONESIAONLINE – Meskipun muncul keputusan  yang mengumumkan pemberhentian dirinya sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyatakan akan tetap melanjutkan tugasnya dengan menggelar rapat pleno rutin. Gus Yahya menyebut pertemuan tersebut akan berfokus pada program kerja PBNU, khususnya terkait respons terhadap bencana alam di Indonesia.

​”Rapat pleno besok akan kita selenggarakan untuk membahas program-program yang menjadi tanggung jawab kita ke depan, termasuk mengevaluasi sejumlah agenda yang sedang berjalan dan ada segmen khusus yang berkaitan dengan konsolidasi kontribusi NU dalam upaya penanggulangan dampak bencana yang sedang terjadi. (Rapat pleno) ini agenda rutin enam bulanan,” ungkap Gus Yahya di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025).

​Respons terhadap Penunjukan Pj Ketum

​Menanggapi hasil rapat pleno PBNU yang mengukuhkan Zulfa Mustofa sebagai pejabat (Pj) ketua imum menggantikan posisinya, Gus Yahya memilih untuk tidak mempermasalahkannya secara berlarut. Menurut dia, putusan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat sehingga dianggap tidak perlu dipersoalkan.

​”Kita tidak akan membahas ini panjang lebar, karena pada dasarnya, secara regulasi, hal itu tidak dapat dianggap ada. Pertama, itu diklaim sebagai tindak lanjut dari sesuatu yang tidak konstitusional, yang tidak sah, sehingga ia menjadi tidak sah. Selain itu, prosedur dan mekanismenya tidak sesuai dengan tatanan yang berlaku,” jelasnya.

​Gus Yahya menegaskan bahwa perubahan kepemimpinan di tingkat ketua umum hanya dapat diputuskan melalui forum tertinggi organisasi, yaitu muktamar. Ia menekankan bahwa rapat syuriah harian tidak memiliki otoritas untuk mencabut mandat ketua umum.

​”Hal ini sudah dibicarakan sejak awal bahwa rapat harian syuriah tidak berwenang memberhentikan mandataris, dalam konteks ini saya sebagai ketua umum. Itu intinya. Jika mereka tidak berwenang namun tetap dilakukan, maka keputusan itu tidak dapat diterima dan tidak dapat dieksekusi,” ujar Gus Yahya.

​Ia menambahkan bahwa prinsip ini adalah hal yang berlaku secara umum. “Ini sebetulnya adalah prinsip yang universal. Di mana pun, mandataris organisasi tidak pernah bisa diberhentikan di luar permusyawaratan tertinggi, itu tidak pernah ada. Ini hal yang lumrah, semua orang tahu, dan di NU pun demikian. Tidak ada aturan khusus yang membolehkan hal itu,” ungkapnya.

Sebelumnya, konflik di PBNU kian memanas setelah rapat pleno yang dimotori syuriah menunjuk KH Zulfa Mustofa sebagai Pj ketua umum menggantikan Gus Yahya. Namun, kubu Gus Yahya tidak menerima dan menganggap rapat pleno itu tidak sah. (rds/hel)