JATIMTIMES – Memasuki jalan Teratai, Dusun Karang Mloko, Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, suasana nampak terlihat cukup sepi. Beberapa orang tengah melakukan pembangunan rumah. Selain itu, tidak ada aktivitas di jalan yang memiliki 18 kavling tersebut.

Ya itulah suasana pada area salah satu korban ketidakjelasan pengembang perumahan, Haydar Muhammad, warga Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Bukan hanya sepi, ada perbedaan jalan antara Jalan Teratai dan Permata Resident yang berada tepat di sebelahnya.

Jika di Jalan Teratai itu lebarnya kurang lebih 4,5 meter berpaving. Perumahan disampingnya lebih lebar yakni 6 meter. Bentuk rumahnya pun terlihat seragam tanpa menggunakan pagar. Terlihat ada beberapa aktivitas warga di perumahan itu. 

Berbeda dengan di Jalan Teratai, desain rumahnya berbeda-beda. Pavingnya pun tak lebih bagus dibandingkan kawasan Permata Resident.

Sementara tepat di Jalan Teratai, bersampingan dengan Permata Resident terdapat tulisannya penanda perumahan yang cukup besar. Awalnya, Jalan Teratai 3 itu sebuah perumahan memiliki nama Teratai Regency.

“Sejak awal itu namanya Teratai Regency, karena sekarang sudah di-take over itu jadinya Jalan Teratai,” ungkap Haydar sambil bercerita dan berkeliling kawasan tersebut.

Rasa kecewa dan bingung kini tengah dialami Haydar bersama istrinya selama beberapa tahun terakhir. Bagaimana tidak? meski tinggal di rumah sendiri, hingga saat ini masih belum mengantongi surat atas tanah yang sudah dibelinya pada 2013 silam.

Bermula tepat pada 3 Desember 2012, Haydar membayar uang tanda jadi (UTJ) sebagai pengikat keseriusannya membeli tanah yang pada siteplan diberi tanda kavling D1. Di situ, Haydar membayar sejumlah Rp 5 juta untuk tanah sebesar 111 meter persegi tersebut. Pembayaran itupun ditandatangani sendiri oleh Haydar dan pengembang perumahan atas nama Hadi Suprayitno.

Baca Juga  Terlempar Setelah Lewati Genangan, Pengendara C-100 Tewas Tertabrak Truk

Setelah membayar UTJ pada 3 Desember 2012, 14 hari kemudian atau tepatnya 17 Desember 2012, Haydar membayar uang sejumlah Rp 78.250.000. Kuitansi tersebut ditandatangani atas nama Andik di atas materai Rp 6000 dengan stempel Harie Properti.

Kemudian 4 Januari 2013, Haydar kembali membayar sejumlah uang sebesar Rp 11.650.000. Berlanjut ke 28 Januari 2013, Haydar membayar Rp 16.650.000 dengan ditandatangani orang yang sama. Keseriusan Haydar patut diacungi jempol, pasalnya ia terus membayar sisa kekurangan dari tanah yang ia beli.

Selanjutnya pada 28 Februari 2013, Haydar terus membayar sejumlah Rp 16.650.000. Pembayaran sejumlah Rp 16.650.000 terakhir dibayarkan Haydar pada 2 April 2013 dan 17 Mei 2013 yang saat itu ditandatangani oleh Tias Febriana. Dari seluruh pembayaran itu, Haydar mengatakan kalau tanah yang dibelinya sudah lunas.

Namun, kecurigaan Haydar mulai muncul, setelah beberapa bulan ia membangun rumahnya dan akan selesai, ternyata proses pembangunan di perumahan tersebut justru tidak ada progres.

Haydar merasa masalah yang dihadapinya semakin runyam. Bahkan ia mendapat kabar bahwa Achmad Hari Bowo, selaku pengembang perumahan tersebut ternyata banyak terlibat kasus. “Saya malah pernah ke rumah Hari itu. Tapi orang tuanya sudah pasrah. Hari mau diapakan itu katanya terserah. Saya semakin bingung,” ungkap Haydar.

Baca Juga  PCNU Kota Batu: Peringatan Satu Abad NU Menjadi Spirit untuk Lebih Baik Lagi

Masalah Haydar semakin menjadi kala pemilik tanah Kasmani yang mengkuasakan tanahnya kepada anaknya bernama Mohammad Zainuri ‘bermain’ dengan iparnya yang diketahui Haydar bernama Bagus.

Menurut Haydar, pemilik tanah saat itu mencoba men-take over sendiri perumahan yang akan dibangun Harie Properti. Mereka membuat perumahan baru dengan dalih sudah di take over orang lain. “Nah setahu saya, Bagus itu iparnya Zainuri. Mereka seolah-olah tidak kenal, tapi mau bermain di situ,” kata Haydar.

Penjualan berubah menjadi tanah kavling yang dijual dengan harga Rp 80 juta per kavling. Di situ, Haydar kaget karena ia disuruh bayar lagi oleh Zainuri melalui Bagus. “Saya waktu itu mau marah, karena pembelian saya di Hari dulu tidak dianggap, dan saya suruh bayar lagi,” ungkap Haydar.

Haydar pun sempat berfikir bagaimana menyelesaikan hak yang seharusnya ia dapatkan setelah membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Akhirnya ia meminta saran keluarganya yang kebetulan berprofesi sebagai pengacara.

Di situ, Haydar mendapat saran untuk berbicara dengan pemilik tanah agar bisa menurunkan harga dari Rp 80 juta tersebut. “Saya menemui pemilik tanah, tapi dia melalui pengacaranya. Bukan diturunkan, malah harganya dinaikkan menjadi Rp 200 juta,” kata Haydar.

Saat ini, Haydar berharap haknya bisa didapatkan. Karena ia merasa sudah membeli tanah yang kemudian dibangun rumah dan saat ini telah ditinggali bersama keluarganya.



Irsya Richa