INDONESIAONLINE – Kasus dugaan penyelewengan dana yang dilakukan Aksi Cepat Tanggap (ACT) hingga kini terus berlanjut. Bahkan polisi sudah menetapkan beberapa orang menjadi tersangka. 

Di antaranya yaitu Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin. Para tersangka terancam 20 tahun penjara.

“Berdasarkan fakta hasil penyidikan bahwa saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri dan Ketua Yayasan ACT dan pembina dan juga pengendali ACT dan badan hukum terafiliasi ACT,” ujar Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

Ramadhan mengatakan Ahyudin duduk di direksi dan komisaris agar dirinya mendapat gaji dan fasilitas lainnya. Menurut Ramadhan, Ahyudin diduga menggunakan hasil dari perusahaan untuk kepentingan pribadi.

“Menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk Boeing tidak sesuai peruntukannya,” ucap Ramadhan.

Sementara itu, Ibnu Khajar diketahui sebagai Ketua Pengurus ACT periode 2019 sampai sekarang. Dia diduga punya peran membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor terkait Boeing.

Tersangka selanjutnya yaitu Hariyana Hermain yang disebut sebagai Ketua Pengawas ACT pada 2019-2022. Hariyana bertanggung jawab pada pembukuan dan keuangan ACT.

Kemudian ada Imam Akbari yaitu anggota pembina dan Ketua Yayasan ACT. Imam disebut bertugas menyusun dan menjalankan program ACT.

Gaji Diambil dari Dana Boeing

Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf kemudian menjelaskan soal dana dari Boeing untuk para ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Menurutnya, ACT diduga telah menyelewengkan dana senilai Rp 34 miliar dari total Rp 103 miliar yang diterima dari Boeing.

Baca Juga  Periode Februari, 11 Tersangka dan Kasus Diungkap Satresnarkoba Polres Malang

Salah satu pelanggarannya yaitu menggunakan dana itu untuk gaji para pengurus ACT. Menurut Helfi gaji pengurus yang diambil dari dana Boeing sekitar Rp 50-450 juta.

“Gajinya sekitar RP 50 sampai Rp 450 juta per bulannya,” ucap Helfi.

Dia menyebut gaji itu diterima para pihak yang telah menjadi tersangka, yakni eks Presiden ACT Ahyudin sekitar Rp 400 juta, Presiden ACT Ibnu Khajar Rp 150 juta. 

Sedangkan dua tersangka lain, yaitu Heriyana Hermain dan N Imam Akbari, masing-masing menerima Rp 50 juta dan Rp 100 juta.

Dana Boeing Dipakai untuk Pesantren

Tak cuma untuk gaji, polisi menerangkan sebanyak Rp 34 miliar dari Rp 103 miliar dana dari Boeing digunakan tidak sesuai peruntukan, termasuk untuk membangun pesantren di Tasikmalaya. 

Helfi juga menjelaskan program yang dibuat ACT dari dana Boeing yang tidak sesuai peruntukan itu. Di antaranya yaitu pengadaan armada bus hingga pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya.

“Apa saja yang digunakan tidak sesuai peruntukannya, di antaranya adalah pengadaan armada truk kurang lebih Rp 2 miliar, kemudian untuk programbig food bus Rp 2,8 miliar, kemudian pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar,” terang Helfi.

“Selanjutnya untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar, untuk dana talangan CV CUN 3 miliar, selanjutnya dana talangan PT MBGS kurang lebih Rp 7,8 miliar, sehingga total semua Rp 34.573.069.200 (miliar),” imbuh Helfi.

Koperasi Syariah 212 Menggunakan dana Rp 10 M

Sementara, dana senilai Rp 10 miliar adalah salah satu pengambilan dana terbesar dari dana Rp 34 miliar dana Boeing yang digunakan tak sesuai peruntukan. Selain itu ada pula pengadaan truk dengan dana Rp 10 miliar.

Baca Juga  KPK Tahan Pengacara Lukas Enembe, Baju Tahanan Tutupi Toga Advokat

“Selanjutnya, untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar, kemudian untuk dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, selanjutnya kemudian dana talangan untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar sehingga total semuanya Rp 34.573.069.200,00 (miliar),” sambung Helfi.

Di sisi lain, Baresrkim menemukan dana yang diselewengkan untuk menggaji pengurus ACT. Untuk hal itu, Bareskrim sedang melakukan rekapitulasi.

Para Tersangka Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara

Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara.

“Kalau TPPU sampai 20 tahun,” kata Helfi.

Keempatnya disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.

Tak cuma itu, mereka juga disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. 

Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.