Menelusuri sejarah kelam Incubus dan Succubus dari Mesopotamia hingga Eropa. Analisis teologis Malleus Maleficarum, kaitan Lilith, dan fenomena medis Sleep Paralysis.
INDONESIAONLINE – Di dalam arsip-arsip berdebu teologi Abad Pertengahan, terdapat ketakutan yang lebih mengerikan daripada wabah penyakit atau perang: serangan malam. Bagi masyarakat Eropa kuno hingga abad ke-17, tidur bukanlah istirahat yang tenang, melainkan medan pertempuran spiritual.
Di sinilah legenda tentang Incubus dan Succubus hidup—entitas iblis yang diyakini memangsa energi seksual manusia saat mereka terlelap tak berdaya.
Namun, siapakah sebenarnya mereka? Apakah mereka sekadar manifestasi dari hasrat seksual yang ditekan oleh dogma agama, ataukah penjelasan kuno untuk fenomena medis yang nyata?

Etimologi dan Definisi: Penindas dan Penggoda
Secara etimologis, nama kedua entitas ini berasal dari Bahasa Latin yang menggambarkan posisi mereka saat menyerang korban.
Incubus berasal dari kata incubare yang berarti “berbaring di atas”. Dalam demonologi tradisional, Incubus adalah iblis berwujud laki-laki yang mendatangi wanita saat tidur untuk melakukan hubungan seksual paksa. Ia sering digambarkan sebagai sosok yang berat, menindih dada korban hingga sesak napas.
Sebaliknya, Succubus berasal dari kata succubare yang berarti “berbaring di bawah”. Ini adalah iblis berwujud wanita cantik nan memikat yang menggoda laki-laki (terutama biarawan) dalam mimpi basah mereka untuk mengambil air mani.
Jauh sebelum Gereja Katolik memformalkan definisi iblis ini, peradaban Mesopotamia (Sumeria, Akkadia, Asyria) sekitar 2400 SM telah mengenal Lilu dan Lilitu. Dalam Daftar Raja Sumeria, ayah dari pahlawan Gilgamesh bahkan disebut sebagai seorang Lilu.
Lilitu digambarkan sebagai roh angin betina yang mandul, berkeliaran mencari pria di malam hari, dan membahayakan wanita hamil serta bayi.
Mitologi ini bermigrasi ke dalam tradisi Yahudi melalui sosok Lilith. Dalam teks Alphabet of Ben Sira (sekitar abad ke-8 hingga 10 M), Lilith dikisahkan sebagai istri pertama Adam yang diciptakan setara dari tanah. Karena menolak tunduk (secara harfiah menolak berbaring di bawah Adam saat berhubungan), ia melarikan diri dari Taman Eden dan bersumpah akan melahirkan ratusan iblis setiap harinya. Lilith menjadi arketipe utama dari Succubus: wanita pembangkang, seksual, dan mematikan.
Histeria Abad Pertengahan: Logika Reproduksi Iblis
Era paling gelap dan paling rinci mengenai Incubus dan Succubus terjadi pada Abad Pertengahan di Eropa. Para teolog masa itu dihadapkan pada satu masalah logis: Jika iblis adalah roh tanpa tubuh fisik, bagaimana mereka bisa melakukan hubungan badan dan menghasilkan keturunan (seperti yang dituduhkan pada kelahiran anak-anak cacat atau penyihir)?
Jawabannya dirumuskan dalam buku panduan pemburu penyihir paling terkenal dalam sejarah, Malleus Maleficarum (The Hammer of Witches), yang ditulis oleh inkuisitor Heinrich Kramer pada tahun 1486.
Kramer mengajukan teori “Transfer Benih”. Menurut Malleus Maleficarum, iblis tidak memiliki jenis kelamin biologis. Iblis yang sama akan bertindak sebagai Succubus untuk memancing dan mengumpulkan sperma dari laki-laki. Kemudian, iblis tersebut berubah wujud menjadi Incubus untuk menanamkan sperma curian itu ke rahim wanita.
Dengan logika teologis ini, anak yang lahir dari hubungan tersebut (seperti legenda penyihir Merlin yang konon anak Incubus) secara biologis tetap anak manusia, namun benihnya telah “dikorupsi” oleh perantara iblis.
Teori ini menjadi landasan hukum yang mematikan. Ribuan wanita yang dituduh sebagai penyihir dibakar di tiang gantungan, dengan tuduhan telah bersetubuh dengan Incubus.
Bahkan tokoh intelektual sekelas Santo Agustinus dalam karyanya De Civitate Dei (Kota Allah), tidak menampik eksistensi mereka. Ia menulis: “Ada rumor yang sangat umum… bahwa silvanus dan faun, yang biasa disebut incubi, sering menyerang wanita dan memuaskan nafsu mereka.”
Transisi Menuju Sains: Fenomena “Old Hag”
Memasuki Abad Pencerahan (Aufklärung) dan era kedokteran modern, narasi mistis ini mulai digantikan oleh penjelasan medis. Apa yang dahulu disebut serangan Incubus, kini diidentifikasi oleh dunia medis sebagai Sleep Paralysis (Kelumpuhan Tidur) yang disertai halusinasi hipnagogik.
Saat seseorang mengalami sleep paralysis, tubuh mereka berada dalam kondisi atonia (lumpuh sementara untuk mencegah tubuh bergerak saat bermimpi), namun otak mereka terbangun. Akibatnya, penderita sadar tetapi tidak bisa bergerak. Kondisi panik ini memicu amigdala di otak untuk memproyeksikan “ancaman”.
Gejala klasik serangan Incubus sangat identik dengan gejala sleep paralysis:
- Tekanan di dada: Perasaan sesak napas atau ditindih benda berat (dahulu dianggap Incubus yang duduk di dada).
- Halusinasi visual: Melihat sosok bayangan hitam atau makhluk menyeramkan di sudut kamar.
- Sensasi seksual: Stimulasi saraf otonom saat fase REM (Rapid Eye Movement) seringkali menyebabkan ereksi pada pria atau lubrikasi pada wanita, yang oleh masyarakat kuno diinterpretasikan sebagai pemerkosaan atau godaan iblis.
Dokter Walter Dalrymple pada abad ke-18 mendefinisikan Incubus (sebagai istilah medis saat itu) sebagai “mimpi buruk yang disertai rasa berat yang menekan”. Di berbagai budaya, fenomena medis ini memiliki nama mistis: Kanashibari di Jepang, Ketindihan di Indonesia, atau Old Hag Syndrome di Newfoundland.
Evolusi Budaya: Dari Monster Menjadi Simbol Hasrat
Dalam perkembangannya, citra Incubus dan Succubus mengalami pergeseran drastis. Jika pada abad ke-15 mereka digambarkan sebagai monster mengerikan (kambing, satyr, atau mayat hidup), pada era Romantik abad ke-19 hingga budaya pop modern, mereka bertransformasi menjadi sosok yang estetis dan menggoda.
Puisi La Belle Dame sans Merci karya John Keats atau lukisan The Nightmare karya Henry Fuseli (1781) mulai menampilkan sisi erotis dan melankolis dari teror malam ini. Hari ini, dalam literatur fiksi dan gim video, Succubus dan Incubus sering kali bukan lagi antagonis murni, melainkan simbol kebebasan seksual atau anti-hero yang tragis.
Sejarah Incubus dan Succubus adalah cermin ketakutan manusia terhadap hal-hal yang tidak bisa mereka kendalikan: kegelapan malam, kelumpuhan tubuh, dan dorongan seksual. Dari tablet tanah liat Sumeria hingga meja pemeriksaan neurologi modern, entitas ini telah berevolusi dari roh angin pembunuh bayi, menjadi agen konspirasi penyihir, hingga akhirnya dipahami sebagai gangguan neurologis.
Meskipun sains telah “mengusir” iblis-iblis ini dari ranah supranatural, kisah mereka tetap menjadi bagian integral dari sejarah psikologi dan budaya manusia dalam memahami sisi gelap alam bawah sadar.
Referensi:
- Kramer, Heinrich & Sprenger, Jacob. (1486). Malleus Maleficarum. (Sumber utama mengenai teori transfer sperma iblis dan hukum inkuisisi).
- St. Augustine. (426 M). De Civitate Dei (City of God), Buku XV, Bab 23. (Validasi teologis awal mengenai keberadaan incubi).
- King James I. (1597). Daemonologie. (Pandangan Raja Inggris mengenai interaksi roh jahat dengan manusia).
- Adler, Shelley R. (2011). Sleep Paralysis: Night-mares, Nocebos, and the Mind-Body Connection. Rutgers University Press. (Analisis medis modern yang menghubungkan mitos incubus dengan sleep paralysis).
- Hurwitz, Siegmund. (1992). Lilith: The First Eve. Daimon Verlag. (Sejarah sosok Lilith dari mitologi Yahudi ke demonologi Kristen).













