Ironi Hukum Lahan Jember: Notaris Dibui, Tanah Sukartini Terancam Hilang

Ironi Hukum Lahan Jember: Notaris Dibui, Tanah Sukartini Terancam Hilang
Ilustrasi sengketa tanah di Jember yang berlarut-larut dan membuat pemilik tanah kebingungan atas haknya sendiri (Ist)

INDONESIAONLINE – Sebuah sengketa tanah berlarut-larut di Dusun Besuk, Desa Wirowongso, Ajung, Jember, kini memasuki babak krusial di Pengadilan Negeri Jember. Kasus yang awalnya bermula dari transaksi utang-piutang sederhana pada 2005 ini, telah menjelma menjadi labirin hukum yang kompleks, melibatkan kasus perdata dan pidana, serta secara mengejutkan menyeret seorang notaris ke meja hijau.

Sukartini, pemilik lahan seluas 1.800 meter persegi lebih yang menjadi objek sengketa, mengaku bingung dan terancam kehilangan aset berharganya di tengah pusaran konflik yang ironis.

Paradoks mencolok terlihat jelas: saat laporan Sukartini atas perusakan lahan miliknya seolah jalan di tempat, kasus pidana yang dilaporkan oleh pihak lain justru berjalan cepat dan telah menjerat Notaris Bambang Hermanto SH sebagai terdakwa dugaan penggelapan.

Ini menguak pertanyaan besar tentang efektivitas penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak milik warga.

Jejak Panjang Transaksi dan Perubahan Status Lahan

Kisruh ini berawal dari hubungan baik antara Sukartini dengan tetangganya Yusuf pada tahun 2005. Sukartini meminjam uang total Rp 270 juta dari Yusuf dengan jaminan sertifikat tanah miliknya. Karena nominal pinjaman yang besar, Yusuf kemudian menawarkan agar tanah tersebut dijual saja.

Kesepakatan awal tercapai di angka Rp 370 juta, namun sisa pembayaran Rp 100 juta yang seharusnya dibayar oleh anak Yusuf tak kunjung dilunasi hingga dua tahun.

“Saat itu, kami sepakat dengan harga Rp 370 juta, dan sisanya yang 100 juta akan dibayar oleh anaknya pak Yusuf. Namun setelah 2 tahun tidak kunjung ada pembayaran, kami bersama pak Yusuf melakukan akad dijual bersama. Yang bertugas mencari pembelinya adalah pak Yusuf,” tutur Sukartini, usai menjadi saksi dalam kasus pidana Notaris Bambang Hermanto, Rabu (25/6/2025).

Yusuf dan istrinya juga turut hadir sebagai saksi dan membenarkan pernyataan Sukartini.

Pada 2007, kepercayaan Sukartini, H. Mui memperkenalkan tanah tersebut kepada Gunawan Ganda Wijaya. Harga disepakati Rp 27.500 per meter, sehingga total mencapai Rp 490 juta.

Sertifikat kemudian dibawa ke Notaris Bambang Hermanto untuk pengecekan fisik ke BPN Jember. Transaksi awal pun terjadi: Gunawan membayar uang muka berupa mobil Corona tahun 1989 senilai Rp 25 juta disaksikan Yusuf dan Syafa Ismail.

Namun, pelunasan yang dijanjikan tak kunjung datang. Setelah dua minggu tanpa kejelasan, Yusuf mengambil kembali sertifikat tersebut dan menyerahkannya kepada Sukartini.

Anehnya, meskipun sertifikat kembali ke pemilik sahnya, pengelolaan lahan justru dilakukan oleh Gunawan Ganda Wijaya, seolah ada transaksi terpisah antara Gunawan dan Yusuf.

“Saya sendiri tidak kenal dengan pak Gunawan, karena saat itu yang melakukan transaksi H. Mui dan pak Yusuf,” ungkap Sukartini, menambahkan bahwa Yusuf kemudian pindah ke Medan dan baru kembali ke Jember pada 2019.

Kembali Direbut, Lalu Dirampas Balik

Baru pada 2019, Sukartini teringat kembali transaksi yang menggantung itu. Ia pun menemui Yusuf yang baru pulang ke Jember. Dari sana, terkuak bahwa tanah tersebut disewakan Gunawan Ganda Wijaya kepada pihak lain dengan biaya sewa Rp 27,5 juta.

Pandemi Covid-19 sempat menghambat Sukartini untuk mengurus masalah ini lebih lanjut. Namun, pada 2022, ia mendatangi penyewa lahan dan disaksikan perangkat desa setempat, berhasil merebut kembali tanahnya, meski harus mengganti biaya sewa sebesar Rp 27,5 juta.

Dengan semangat membela haknya, pada 2023 Sukartini secara resmi membatalkan jual-beli tanah dengan Yusuf, memasang papan kepemilikan di lahannya, dan bahkan mulai menanam padi.

Namun, upaya ini hanya bertahan dua bulan. Gunawan Ganda Wijaya datang dan merusak tanaman padi miliknya. Sukartini segera melaporkan insiden perusakan ini ke Mapolres Jember.

Ironi Hukum: Laporan Warga Terbengkalai, Notaris Terseret

Yang menjadi sorotan tajam adalah nasib laporan Sukartini. Hingga berita ini diturunkan, laporannya di Polres Jember tak kunjung ditangani secara serius. Justru sebaliknya, Gunawan Ganda Wijaya, pada April 2025, melaporkan Notaris Bambang Hermanto atas tudingan penggelapan.

Laporan Gunawan ini bergerak sangat cepat di kepolisian dan kini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Jember.

“Saya tidak habis pikir, kenapa laporan saya tidak ditanggapi, tapi laporan dia (Gunawan) begitu cepat diproses sampai ke pengadilan,” keluh Sukartini dengan nada heran.

Kasus ini menggambarkan betapa rentannya posisi pemilik lahan di hadapan transaksi yang kompleks dan tidak transparan, serta bagaimana sistem hukum dapat terasa tidak adil bagi korban.

Notaris Bambang Hermanto yang perannya terbatas pada pengecekan sertifikat di awal, kini terjerat dalam sengketa yang akarnya jauh lebih dalam.

Upaya media untuk menghubungi pihak-pihak terkait lainnya, termasuk Gunawan Ganda Wijaya dan Notaris Bambang Hermanto masih terus dilakukan guna mendapatkan konfirmasi dan perspektif lebih lengkap mengenai kasus yang semakin pelik ini. Publik menanti keadilan yang sesungguhnya di balik sengkarut hukum tanah di Jember (mam/dnv).