Jadi Kontroversi, Arkeolog Teliti Makam Tiga Putri Mataram

Arkeolog Gus Dian saat melakukan penelitian terhadap nisan dan batu situs Makam Tiga Putri Mataram di Kelurahan Blitar, Blitar, Jawa Timur yang sedang ramai jadi polemik dan kontroversi (ar/io)

INDONESIAONLINE – Makam tiga putri Mataram sedang ramai jadi polemik. Hal ini pula yang membuat arkeolog Gus Dian melakukan penelitian secara serius di Makam Tiga Putri Mataram.

Seperti diketahui situs ini terletak di Kompleks Makam Tiloro, Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo menarik perhatian dengan klaim-klaim historis yang kontroversial. Gus Dian tidak hanya berusaha memahami asal-usul makam ini tetapi juga mengklarifikasi klaim-klaim yang mengelilinginya.

Menurut Gus Dian, pemahaman terhadap sejarah Makam Tiga Putri Mataram memerlukan penelusuran mendalam ke dalam era Kerajaan Mataram Islam. “Kami perlu memahami era pemerintahan Panembahan Hanyakrawati, raja kedua Mataram yang juga dikenal sebagai Panembahan Sedo Krapyak,” ungkap Gus Dian, Minggu, 30 Juni 2024.

Panembahan Hanyakrawati menggantikan ayahnya, Panembahan Senopati, sebagai penguasa Mataram Islam, tetapi masa kekuasaannya singkat karena wafat akibat penyakit. Putranya yang tidak dapat naik tahta karena memiliki kelainan. “Karena itu, para pangeran sepuh memilih Raden Mas Rangsang, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung, sebagai penggantinya,” tambahnya.

Gus Dian juga menyoroti peran Panembahan Kajoran dalam cerita ini, kakak tertua dari Raden Mas Rangsang dan Martapura. “Catatan-catatan yang kami temukan menyebutkan bahwa Panembahan Kajoran memiliki tiga putri kembar, meskipun beberapa catatan mencatat empat putri,” jelasnya.

Salah satu versi cerita yang menarik adalah bahwa tiga putri Panembahan Kajoran dihadiahkan kepada Adipati Nilosuwarno, penguasa pertama Blitar. “Kami perlu menginvestigasi lebih lanjut apakah tiga putri ini benar-benar diberikan kepada Nilosuwarno atau hanya diakui sebagai saudara,” kata Gus Dian.

Penelitian atas catatan sejarah dan tradisi lisan sangat penting untuk mengklarifikasi sejarah ini. “Dalam sumber-sumber Kajoran, kita menemukan nama-nama seperti Rayung Sari, Rayung Wulan, dan Rayung Gati, namun kita harus meneliti lebih lanjut apakah ini merujuk pada Makam Tiloro,” tambahnya.

Selama ekspedisinya, Gus Dian menemukan bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa Makam Tiloro sebelumnya merupakan sebuah candi. “Kami menemukan batu-batu candi seperti bata tumang, jumbo, dan andesit, yang menunjukkan bangunan kuno yang signifikan,” jelas Gus Dian.

Struktur ini menimbulkan pertanyaan tentang fungsi asli situs tersebut sebelum menjadi makam. Penemuan ini menunjukkan bahwa Makam Tiloro tidak hanya sebagai tempat pemakaman, tetapi juga tempat pemujaan yang menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap tokoh-tokoh besar yang dimakamkan di sana.

“Ini jelas merupakan upaya penghormatan yang serius, menempatkan tokoh-tokoh besar dalam tempat yang mulia,” tambahnya.

Klaim bahwa Makam Tiga Putri Mataram adalah makam seorang habib keturunan Yaman telah menimbulkan perdebatan di masyarakat. Gus Dian, melalui penelitiannya, berusaha untuk mengklarifikasi klaim ini. “Berdasarkan penelitian arkeologis kami, nisan yang kami teliti menunjukkan gaya Mataram Islam dari abad ke-16 hingga ke-17,” jelasnya.

Lebih lanjut, Gus Dian menjelaskan bahwa batu yang digunakan pada nisan adalah batu andesit setengah tofu, jenis batu yang biasanya diimpor dari India Selatan. “Sejak zaman Hindu hingga Islam, bangsa kita telah terhubung dengan kerajaan di wilayah India. Penggunaan batu ini menegaskan hubungan Makam Tiga Putri Mataram dengan era Mataram Islam dan pengaruh internasionalnya,” tambahnya.

Gus Dian menekankan pentingnya penelitian lanjutan untuk memahami lebih dalam sejarah Makam Tiga Putri Mataram. “Kami perlu melakukan penelitian yang lebih teliti untuk memastikan keaslian dan asal-usul situs ini,” kata Gus Dian.

Ia juga menyoroti pentingnya pelestarian situs-situs bersejarah seperti Makam Tiga Putri Mataram. “Makam ini tidak hanya merupakan warisan sejarah tetapi juga simbol identitas kita. Ini adalah bagian dari warisan budaya yang menghubungkan kita dengan nenek moyang kita dan memberikan pemahaman mendalam tentang asal-usul kita,” ungkapnya.

Penelitian ini dihadapkan pada tantangan dalam mengklarifikasi berbagai cerita dan klaim yang ada. Gus Dian mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian ini. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat warisan budaya kita dengan sepenuh hati. Ini bukan hanya tentang masa lalu kita, tetapi juga tentang masa depan kita dan identitas kita sebagai bangsa,” tegasnya.

Ia juga mendesak pemerintah untuk lebih aktif dalam upaya pelestarian. “Kami mengharapkan pemerintah dapat memberikan regulasi yang mendukung pelestarian dan memberikan perlindungan hukum bagi situs-situs bersejarah seperti Makam Tiga Putri Mataram,” ujarnya.

Penelitian yang sedang dilakukan oleh Gus Dian di Makam Tiga Putri Mataram diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang sejarah situs ini, serta memastikan bahwa warisan budaya kita tetap terjaga dan akurat.

Makam Tiga Putri Mataram adalah bagian yang tak terpisahkan dari sejarah dan identitas Kota Blitar. Dengan penelitian dan pelestarian yang cermat, kita dapat memastikan bahwa situs ini tetap dihormati dan dilestarikan untuk generasi mendatang (ar/dnv).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *