Kejari Batu memeriksa 11 kepala sekolah terkait dugaan korupsi Chromebook Kemendikbud. Penyelidikan lokal ini membuka tabir skandal nasional bernilai triliunan rupiah dan mengungkap fakta kerusakan perangkat di tangan siswa.
INDONESIAONLINE – Penyelidikan megaskandal dugaan korupsi pengadaan Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kini menjejak hingga ke ruang-ruang kelas di Kota Batu. Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu, dalam sebuah langkah senyap namun signifikan, telah memanggil dan memeriksa sedikitnya 11 kepala sekolah. Pemeriksaan ini menjadi mata rantai penting yang menghubungkan kebijakan di tingkat pusat dengan dampak nyata di daerah.
Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Batu mengonfirmasi telah melaksanakan pemeriksaan maraton sejak 13 hingga 15 Agustus 2025. Sebelas saksi, yang terdiri dari kepala sekolah tingkat SD hingga SMA, dimintai keterangan terkait penerimaan perangkat laptop Chromebook dalam program Digitalisasi Pendidikan yang digulirkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) antara tahun 2019 hingga 2022.
“Para saksi yang kami periksa adalah pihak penerima bantuan perangkat Chromebook dari pemerintah,” ujar Kasi Intelijen Kejari Batu, M. Januar Ferdian, dalam keterangan resminya, Senin (18/8/2025) malam kemarin.
“Pemeriksaan ini merupakan mandat dari Kejaksaan Agung untuk menelusuri distribusi dan pemanfaatan bantuan di wilayah hukum kami,” tegasnya.
Gunung Es Skandal Nasional
Pemeriksaan di Kota Batu ini bukanlah peristiwa tunggal. Ia adalah kepingan puzzle dari penyelidikan raksasa yang tengah ditangani Kejagung. Proyek pengadaan Chromebook ini merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di sektor pendidikan, dengan alokasi anggaran yang fantastis.
Berdasarkan data dan laporan investigasi nasional, proyek ini melibatkan pengadaan ratusan ribu unit laptop untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Kejagung sendiri tengah mengendus adanya dugaan penggelembungan harga (mark-up) dan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah. Beberapa petinggi perusahaan teknologi dan pejabat terkait di tingkat pusat bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Langkah Kejari Batu untuk memeriksa para kepala sekolah adalah upaya pembuktian dari hilir. Jaksa mencari fakta lapangan: apakah spesifikasi barang sesuai kontrak? Apakah perangkat diterima dalam kondisi baik? Dan yang terpenting, apakah alat tersebut benar-benar bermanfaat bagi siswa?
Di tengah pusaran hukum yang pelik, fakta menyedihkan terungkap dari hasil pemeriksaan di Kota Batu. Meskipun sebagian besar saksi menyatakan perangkat diterima sesuai Berita Acara Serah Terima (BAST) dan berfungsi normal, ada temuan yang mencoreng tujuan mulia program ini.
“Terdapat keterangan dari salah satu sekolah bahwa sebagian perangkat mengalami kerusakan dan tidak dapat digunakan secara optimal,” ungkap Januar.
Temuan ini mengonfirmasi kekhawatiran banyak pihak. Perangkat yang seharusnya menjadi jembatan ilmu bagi siswa di daerah, justru berpotensi menjadi tumpukan sampah digital karena kualitas yang tidak memadai atau kerusakan yang tidak tertangani. Ini adalah ironi pahit dari sebuah proyek yang digadang-gadang sebagai lompatan teknologi pendidikan nasional.
Langkah Hukum Selanjutnya
Januar menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan sesuai arahan dari Kejaksaan Agung. Kejari Batu akan terus menggali informasi dan mengumpulkan bukti-bukti di wilayahnya untuk memperkuat konstruksi perkara di tingkat pusat.
“Pemeriksaan ini akan terus berlanjut. Untuk perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan kepada publik sesuai tahapan proses hukum yang berlaku,” tutupnya.
Kasus di Kota Batu menjadi cerminan kecil dari masalah besar. Ia menunjukkan bagaimana dugaan korupsi di meja-meja elite Jakarta berdampak langsung pada fasilitas belajar seorang anak di lereng Gunung Panderman. Pengungkapan tuntas skandal ini bukan hanya soal menyelamatkan uang negara, tetapi juga tentang memastikan masa depan pendidikan anak bangsa tidak digerogoti oleh praktik lancung (pl/dnv).