INDONESIAONLINE – Seniman dan komposer Indonesia, Rani Jambak, kembali mencuri perhatian publik dengan instalasi interaktifnya yang memukau di ajang Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) 2024. Bertajuk “Kincia Aia: Malenong M(A)so”, karya ini menggabungkan teknologi kincir air tradisional Minangkabau dengan elemen musik dan teknologi digital, mengajak pengunjung merenungkan hubungan manusia dengan alam dan warisan budaya.
ICAD, pameran seni dan desain tahunan yang telah diselenggarakan sejak 2009, menjadi wadah bagi Rani untuk memamerkan karya inovatifnya. Bertempat di Hotel Grandkemang, Jakarta Selatan, ICAD 2024 menghadirkan karya-karya dari 74 partisipan, termasuk instalasi “Kincia Aia” yang mencuri perhatian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
“Ini keren banget, mesti dibawa ke desa wisata nih, buat jadi instalasi di sana,” ucap Sandiaga Uno, mengapresiasi karya Rani dan mendorong agar diperkenalkan di desa wisata untuk menarik minat masyarakat terhadap seni dan teknologi tradisional.
Lebih dari Sekedar Estetika: Menyambung Kembali dengan Alam dan Budaya Leluhur
Di tengah instalasi, pengunjung diajak berinteraksi dengan instrumen musik tradisional Minangkabau, seperti talempong dan balok kayu, yang terhubung dengan sensor digital. Sentuhan dan gerakan menghasilkan komposisi musik unik, menciptakan simfoni harmonis antara warisan budaya dan teknologi modern.
“Saya ingin karya ini bisa menghubungkan kita kembali dengan budaya leluhur dan alam,” ujar Rani, menekankan keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan yang semakin memburuk. Ia menuturkan bahwa hilangnya kincia aia dari kehidupan masyarakat Minangkabau menjadi pertanda ketidakseimbangan alam.
Evolusi Kincia Aia: Dari Instrumen Musik ke Refleksi Lingkungan
Karya “Kincia Aia” bukanlah hal baru bagi Rani. Pada tahun 2022, ia merancang instrumen musik “Kincia Aia” yang dipentaskan di Huddersfield Contemporary Music Festival, Inggris. Tahun ini, Rani, dengan dukungan British Council, mengembangkannya menjadi instalasi interaktif yang sarat makna.
Melalui risetnya, Rani menemukan bahwa keberadaan kincia aia, teknologi pengairan sawah berusia lebih dari dua abad, semakin terancam punah. Sungai-sungai yang mengering akibat perubahan iklim menjadi pengingat akan urgensi menjaga lingkungan.
“Selama riset untuk karya ini, saya kesulitan menemukan sungai dengan arus deras untuk memutar kincir air. Ini tanda jelas bahwa ada yang salah dengan lingkungan kita,” ungkap Rani.
Menghidupkan Kembali Kearifan Lokal di Tengah Krisis Lingkungan
Instalasi “Kincia Aia” menjadi lebih dari sekadar karya seni. Ia adalah seruan untuk melestarikan warisan budaya dan pengingat akan pentingnya menjaga alam. Rani mengajak generasi muda untuk merayakan kecerdasan leluhur dan belajar dari kearifan lokal dalam menghadapi tantangan masa kini.
Rani, yang dikenal dengan karya berbasis soundscape dan telah meraih penghargaan internasional The Oram Awards, akan mementaskan art performance “Malenong (M)aso” dengan “Kincia Aia” pada 19 Oktober 2024 di ICAD 2024. Ia juga akan berbagi pandangannya dalam sesi Public Lecture pada 21 Oktober 2024.
Melalui “Kincia Aia”, Rani Jambak tidak hanya menghidupkan kembali teknologi tradisional, tetapi juga menginspirasi refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam dan warisan budaya, sebuah pesan yang relevan dan menggugah di tengah krisis lingkungan yang kita hadapi saat ini.