Kegilaan Israel Berlanjut: Kini Bom Ambulans, 15 Tewas dan 50 Luka

Kegilaan Israel Berlanjut: Kini Bom Ambulans, 15 Tewas dan 50 Luka

INDONESIAONLINE – Israel mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap ambulans di luar Rumah Sakit Al-Shifa Kota Gaza. Diketahui, RS Al Shifa menjadi satu-satunya fasilitas medis terbesar di daerah kantong tersebut.

Melansir CNN International, Sabtu (4/11/2023), akibat  serangan Israel ke ambuland itu, 15 orang tewas dan 50 lainnya luka-luka. Rekaman video dari tempat kejadian menunjukkan setidaknya 12 korban berlumuran darah berserakan di tanah dekat ambulans. Tampaknya para korban terkena ledakan bom yang jatuh di dekat salah satu mobil ambulans.

Menurut pernyataan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF), pihaknya menargetkan ambulans tersebut karena diklaim telah digunakan oleh Hamas. “Sebuah pesawat IDF menabrak ambulans yang diidentifikasi oleh pasukan sebagai digunakan oleh sel teroris Hamas di dekat posisi mereka di zona pertempuran,” tulisnya. “Sejumlah anggota teroris Hamas tewas dalam serangan itu. Kami memiliki informasi yang menunjukkan bahwa metode operasi Hamas adalah dengan mentransfer anggota teror dan senjata ke dalam ambulans,” kata pernyataan itu.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, yang berada di Rumah Sakit Al-Shifa, mengatakan Israel bertanggung jawab atas serangan tersebut. Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan salah satu ambulansnya ikut dalam konvoi tersebut tetapi tidak ada anggota timnya yang terluka dalam serangan tersebut. Ambulans tersebut rusak ketika sebuah bom jatuh di dekatnya.

“Setibanya di gerbang rumah sakit Al-Shifa, gerbang tersebut kembali menjadi sasaran,” kata PRCS.

PRCS juga menambahkan bahwa ambulans itu terpisah dari Kementerian Kesehatan, kemudian langsung diserang hingga menyebabkan puluhan warga sipil di dekat ambulans tersebut tewas dan terluka.

Dr Ashraf Al-Qidra mengatakan bahwa pihak berwenang telah mengatur konvoi medis dari rumah sakit dan telah memberi tahu Komite Palang Merah Internasional (ICRC) tentang langkah tersebut. Dia mengatakan konvoi tersebut sedang melakukan perjalanan ke penyeberangan Rafah untuk keluar dari Gaza dan hendak ke Mesir. “Ketika ambulans bergerak ke arah selatan, militan [Israel] menargetkan ambulans di beberapa lokasi, termasuk di gerbang kompleks medis Al-Shifa,” katanya.  “Militan Israel sengaja menargetkan ambulans tersebut,” tambahnya.

ICRC mengonfirmasi kepada CNN bahwa mereka menerima permintaan untuk menemani konvoi tersebut sebelum berangkat.  Namun meskipun pihaknya mengetahui jadwal pergerakan konvoi kendaraan yang membawa pasien yang terluka dari Gaza utara ke selatan pada hari Jumat. Namun mereka bukan bagian dari pergerakan tersebut. “Bahkan jika kami tidak hadir, ini tetap merupakan konvoi medis. Dan kekerasan apa pun terhadap personel medis tidak dapat diterima,” ungkap ICRC.

“Tidak ada dokter, perawat, atau profesional medis mana pun yang boleh meninggal saat bekerja untuk menyelamatkan nyawa,” imbuh ICRC.

Rumah Sakit Al-Shifa dituding Israel menjadi lokasi pusat komando dan kendali Hamas. Warga Palestina membantah tudingan tentara Israel. Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza Dr Medhat Abbas mengatakan kepada CNN bahwa rumah sakit di Gaza digunakan hanya untuk merawat pasien dan tidak digunakan untuk menyembunyikan siapa pun.

Hamas juga membantah tudingan tersebut dan menyerukan PBB serta negara-negara Arab dan Islam untuk segera melakukan intervensi guna menghentikan kegilaan pengeboman dan penghancuran fasilitas medis yang dilakukan Israel.

Sebagai informasi, Gaza terletak di salah satu daerah terpadat di dunia. Kini Jalur Gaza seluas 140 mil persegi tengah digempur dan dikepung oleh militer Israel. Seruan untuk melakukan gencatan senjata oleh Hamas, organisasi bantuan, dan sebagian besar komunitas global telah ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Israel.

Di Gaza, korban sipil terus meningkat ketika Israel menyerang lingkungan pemukiman besar, sekolah, dan beberapa area di sekitar rumah sakit, yang disebut sebagai serangan yang menargetkan militer.  Lebih dari 9.100 orang telah tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, menurut angka terbaru dari Kementerian Kesehatan Palestina di Ramallah.

Pengeboman Israel tersebut telah membebani institusi medis di Gaza, yang kini kesulitan untuk menjalankan fungsinya di tengah berkurangnya pasokan dan bahan bakar. Dr Yousef Abu Al-Rish, direktur rumah sakit di Gaza, mengatakan staf medis di Al-Shifa kelelahan. Kemudian persediaan bahan bakar yang menipis membuat bangsal menjadi gelap gulita hingga memutus alat oksigen. Hanya satu ruang operasi, unit gawat darurat, dan unit perawatan intensif (ICU) yang tetap berfungsi.

Dr Tanya Haj-Hassan, seorang dokter perawatan intensif anak dan kemanusiaan di kelompok bantuan Doctors Without Borders, mengatakan para dokter di Al-Shifa melihat anak-anak dengan sebagian besar tubuh dan wajah mereka terbakar, kehilangan anggota tubuh dan “cedera parah” lainnya. “Dokter juga harus merawat pasien dengan kontrol rasa sakit yang terbatas karena mereka kehabisan obat anestesi,” kata dokter yang dikenal sebagai médecins sans frontières. “Kami tidak memiliki cukup antibiotik untuk mengobati infeksi luka. Kami tidak memiliki cukup bahan untuk membalut luka,” pungkas Dr Tanya Haj-Hassan. (bin/hel)