INDONESIAONLINE – Dua orang menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan septic tank komunal di Kota Blitar. Proyek yang dibiayai dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun 2022 senilai Rp 1,4 miliar itu diduga merugikan negara hingga Rp 500 juta.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Blitar Baringin menyatakan kedua tersangka berinisial GTH dan MJ berperan sebagai tenaga fasilitator lapangan (TFL). Mereka bertugas pada aspek pemberdayaan dan teknis dalam pelaksanaan proyek yang bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, menurut hasil penyidikan, keduanya diduga mengabaikan prosedur yang diatur dalam peraturan resmi.
“Kami menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan proyek. Akibatnya, proyek-proyek yang seharusnya bermanfaat untuk masyarakat justru tidak berfungsi dengan baik,” ujar Baringin, Senin (9/12/2024).
Dugaan penyimpangan itu mencakup penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran aturan teknis. Proyek tersebut seharusnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2022. Namun, penyidik mendapati bahwa kedua tersangka tidak menjalankan tugas pokok sesuai ketentuan.
Baringin menegaskan bahwa GTH dan MJ tidak melaksanakan seleksi tenaga fasilitator lapangan sesuai prosedur. Selain itu, penunjukan ketua TPS-KSM (tim pelaksana swakelola kelompok swadaya masyarakat) juga dinilai melanggar aturan. “Proses ini dilakukan serampangan, tanpa mematuhi pedoman yang ada,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kejari Blitar menemukan fakta bahwa pekerjaan proyek tetap dicairkan meski tidak sesuai standar. Termin pembayaran yang dikeluarkan oleh Dinas PUPR Kota Blitar berdasarkan laporan dari kedua tersangka, ternyata tidak didukung bukti teknis yang memadai. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab kerugian negara yang signifikan.
“Masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari proyek ini justru dirugikan. Kami akan terus mendalami keterlibatan pihak lain yang mungkin ikut serta dalam kasus ini,” kata Baringin.
Sebagai langkah lanjutan, penyidik memutuskan untuk menahan GTH dan MJ selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Lapas Kelas IIB Blitar. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan untuk mencegah tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Baringin menambahkan, Kejari Kota Blitar berkomitmen menyelesaikan penyidikan secepatnya. “Kami akan segera melimpahkan berkas perkara ini ke pengadilan agar proses hukum berjalan transparan. Penanganan kasus ini menjadi komitmen kami untuk memberantas korupsi dengan tegas,” ujarnya.
Kejaksaan menilai penetapan tersangka dan penahanan ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan dana publik. Proyek IPAL dan septic tank komunal merupakan infrastruktur penting yang seharusnya memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Namun, akibat ulah segelintir oknum, proyek tersebut justru menjadi sarang penyimpangan.
“Kami berharap penindakan ini bisa memberikan efek jera dan mendorong transparansi serta akuntabilitas dalam setiap pengelolaan dana negara,” ujar Baringin menutup keterangannya.
Kasus dugaan korupsi ini menjadi sorotan publik di Kota Blitar. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil. Penahanan GTH dan MJ dinilai sebagai langkah awal untuk membongkar lebih dalam pihak-pihak lain yang mungkin turut menikmati aliran dana proyek bermasalah ini.
Dengan kerugian negara mencapai Rp 500 juta, kasus ini menambah daftar panjang penyimpangan dalam pengelolaan DAK fisik. Kejaksaan memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, sejalan dengan komitmen untuk mewujudkan tata kelola anggaran yang bersih dan bertanggung jawab.
Kejari Kota Blitar berharap melalui kasus ini, pengawasan terhadap proyek-proyek serupa di masa mendatang dapat ditingkatkan, sehingga praktik korupsi tidak terulang kembali.