Kota Batu pacu pembangunan 13 kekurangan Dapur Gizi (SPPG) demi 30 ribu siswa. Pemkot gelar “karpet merah” kemudahan izin bagi penyedia lahan program Makan Bergizi Gratis.
INDONESIAONLINE – Aroma program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai tercium kuat di Kota Batu, namun infrastruktur pendukung di belakang layar masih harus berpacu dengan waktu. Di balik semangat menyajikan nutrisi bagi ribuan pelajar, Pemerintah Kota Batu kini tengah menghadapi tantangan logistik yang nyata: ketimpangan jumlah dapur umum yang memadai.
Dari total kebutuhan ideal sebanyak 21 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur gizi, Kota Apel ini baru memiliki 8 titik yang beroperasi penuh. Artinya, masih ada lubang kekurangan 13 dapur yang harus segera ditutup agar program strategis nasional ini tidak pincang di tengah jalan.
Matematika Perut 30 Ribu Siswa
Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, tidak menampik adanya urgensi akselerasi ini. Hitungan matematisnya sederhana namun krusial: satu dapur SPPG dirancang untuk menyuplai kebutuhan makan siang bagi 2.000 hingga 3.000 siswa.
Dengan estimasi total penerima manfaat mencapai 30.000 siswa yang tersebar di seluruh satuan pendidikan Kota Batu, keberadaan dapur satelit bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan jantung dari operasional program.
“Hingga Oktober, delapan dapur sudah berdiri. Kami menargetkan ada 12 titik yang beroperasi hingga akhir tahun ini. Empat sisanya sedang dalam proses pengajuan ke Badan Gizi Nasional (BGN) dan masih tahap pembangunan,” ungkap Heli saat memaparkan peta jalan MBG, belum lama ini.
Jika empat dapur tambahan ini rampung bulan depan, Kota Batu setidaknya bisa sedikit bernapas lega, meski pekerjaan rumah belum tuntas sepenuhnya. Target besar sesungguhnya adalah operasional penuh seluruh titik pada semester pertama tahun 2026.
Karpet Merah Legalitas
Menyadari bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, Heli Suyanto membuka pintu lebar bagi partisipasi publik. Strategi “jemput bola” diterapkan. Pihaknya mendorong pemilik lahan atau bangunan yang memenuhi syarat sanitasi dan luasan area untuk segera mengajukan diri ke BGN.
Sebagai timbal balik, Pemkot Batu menawarkan insentif non-finansial yang sangat berharga: kemudahan birokrasi. Heli menegaskan komitmennya untuk memberikan dukungan penuh dalam proses pendataan hingga perizinan.
Hambatan administratif yang kerap menjadi momok, seperti pengurusan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), dipastikan akan mendapat prioritas. Instruksi khusus telah turun ke Dinas Kesehatan (Dinkes) serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Batu.
“Langkah ini adalah bentuk dukungan konkret daerah terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN). Kami bantu proses perizinannya, kami kawal legalitasnya agar sesuai prosedur namun tetap cepat,” tegas pria asli Desa Sumberbrantas tersebut.
Dengan skema percepatan ini, dapur-dapur gizi diharapkan tidak hanya sekadar berdiri, tetapi juga laik fungsi dan higienis. Kota Batu kini tengah bertaruh: mampukah kolaborasi pemerintah dan masyarakat menutup celah 13 dapur yang hilang demi masa depan gizi 30 ribu generasi penerus? Waktu yang akan menjawabnya di tahun 2026 (pl/dnv).













