Beranda

Kinerja Menteri HAM Dikritik DPR dan Pakar HTN

Kinerja Menteri HAM Dikritik DPR dan Pakar HTN
Kinerja Menteri HAM Natalius Pigai dikritik DPR (Ist)

INDONESIAONLINE – Komisi XIII DPR RI melontarkan kritik keras terhadap kinerja Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai selama 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Anggota dewan menilai Pigai belum menunjukkan peran signifikan dalam menangani isu-isu HAM krusial, seperti konflik lahan di Rempang dan masalah terkait pagar laut. Kekecewaan ini disampaikan oleh berbagai fraksi, termasuk Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Mafirion, anggota F-PKB, misalnya, mengakui kinerja Pigai yang positif di Komnas HAM sebelumnya, namun menyayangkan ketidakaktifannya sebagai Menteri HAM.

Kritik serupa datang dari Ria Casmi Arrsa, Pakar Hukum Tata Negara dan Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Ia mengaitkan minimnya kinerja Menteri Pigai dengan pemecahan Kementerian Hukum dan HAM menjadi dua kementerian terpisah.

Menurut Ria Casmi, langkah ini justru memperumit struktur kabinet dan mengurangi efektivitas kerja.

“Pemecahan kementerian ini bukan hanya berdampak pada birokrasi, tetapi juga mengakibatkan pembagian sumber daya manusia (SDM) yang terpecah dan kurang fokus,” jelas Ria Casmi dalam wawancara pada Jumat (7/2/2025).

Ia menambahkan bahwa proses adaptasi di kementerian baru membutuhkan waktu lama, sehingga menghambat pelaksanaan program-program strategis. “Sampai 100 hari ini, kita tidak melihat kemajuan berarti di kedua kementerian. Komposisi kabinet yang gemuk membuat kinerja tersebar dan sulit fokus,” tegasnya.

Tidak hanya Kementerian HAM, Kementerian Hukum juga mendapat sorotan. Ria Casmi menilai arah pembangunan hukum nasional masih kabur dan terdapat ketimpangan regulasi yang berpotensi menimbulkan kebingungan.

“Masih terjadi keributan terkait regulasi yang saling bertentangan dan berlebihan, mengakibatkan kekurangan fleksibilitas dalam gerak ketatanegaraan,” ujarnya.

Ketidakjelasan visi Kementerian HAM dan minimnya gebrakan selama 100 hari kerja semakin menambah kekhawatiran. Situasi ini diperparah oleh masalah anggaran. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran berdampak pada Kementerian HAM yang sebelumnya mengajukan anggaran fantastis sebesar Rp 20 triliun.

“Anggaran yang diajukan tidak realistis, apalagi melihat program-program yang belum jelas,” kritik Ria Casmi.

Sebagai solusi, Ria Casmi menyarankan penyederhanaan kementerian untuk meningkatkan fokus kerja dan efisiensi anggaran. Ia berpendapat bahwa jumlah kementerian yang terlalu banyak menyebabkan kinerja pemerintah terpecah dan kurang fokus, bahkan terkesan amatiran dalam pengelolaan anggaran.

“Menterinya seakan hanya berebut jatah anggaran di tengah situasi APBN yang belum menunjukkan pertumbuhan positif,” pungkasnya (as/dnv).

Exit mobile version